UMKM Lampung

Nur Faridah, Warga Sumber Rejo Geluti Usaha Kelanting Keras untuk Teman Makan Bakso

Penulis: Tri Yulianto
Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nur, perajin kelanting keras di Pekon Sidomulyo, Kecamatan Sumber Rejo, yang tiap hari produksi 1 kwintal kelanting. Nur Faridah, Warga Sumber Rejo Geluti Usaha Kelanting Keras untuk Teman Makan Bakso

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, TANGGAMUS - Jajanan tradisional kelanting ternyata terbagi dua, yakni kelanting renyah dan kelanting keras. 

Adanya dua varian ini hasil permintaan pelanggan yang umumnya untuk kelanting keras dimakan bersamaan dengan bakso, soto, mi ayam atau lainnya yang berkuah. 

Salah satu pelaku usaha kelanting keras yakni Nur Faridah, di Pekon Sidomulyo, Kecamatan Sumber Rejo.

Dirinya sudah produksi kelanting sejak 30 tahun lalu dan kini fokus pada kelanting keras.  

"Jadi saya ini khusus membuat kelanting keras, tidak buat kelanting renyah. Kelanting saya biasanya dijual di warung-warung bakso. Kalau kelanting renyah tidak mau mereka," ujar Nur. 

Sesuai dengan jenisnya, kelantingnya dengan merek Kelanting Bilqis Difani memang keras.

Tidak aman atau tidak menyenangkan bagi konsumen yang miliki gigi rapuh. 

Meski memproduksi kelanting yang keras, namun dalam sehari tempat usahanya rutin kirimkan satu kwintal per hari ke agen yang menampung di Pasar Talang Padang.

Selanjutnya tinggal dipasarkan luar daerah sampai Jakarta. 

Nur yang sudah menggeluti usaha kelanting sejak 30 tahun lalu ini merupakan generasi kedua, meneruskan usaha yang dirintis mertuanya sejak puluhan tahun sebelumnya. 

"Keluarga saya memang usahanya membuat kelanting dari jaman orangtua, terus turun ke saya," ujar Nur yang miliki pekerja tiga orang. 

Ia mengaku, keluarganya memproduksi kelanting sebagai usaha pemanfaatan singkong yang biasanya disetorkan dari para petani sekitar.

Dan singkong yang digunakan dari jenis singkong buah.

Ia mengaku, untuk rasa yang rutin dibuat adalah rasa asin atau gurih.

Ada juga rasa pedas berdasarkan pesanan dan semuanya tetap kelanting keras.

"Kalau buat kelanting keras, caranya setelah kelanting kering dijemur diinapkan semalam baru besoknya digoreng. Tapi kalau kelanting renyah, begitu dijemur kering langsung digoreng," terang Nur. 

Di luar itu, ada juga perbedaan bentuk, yakni bentuk lingkaran dan bentuk panjang-panjang seperti makanan cucuk gigi.

Namun bentuk ini khusus hanya untuk pesanan. 

Nur mengaku, untuk kemasan, hanya layani kemasan besar ukuran 12 kg dengan harga perkilogram Rp 20.000.

Dan biasanya langsung dijual ke lapak atau layani orang yang datang ke rumahnya. 

Produksi kelantingnya akan meningkatkan tajam saat masa lebaran karena tiap empat hari ditarget produksi 10 kwintal. 

( Tribunlampung.co.id / Tri Yulianto )

Berita Terkini