Berita Lampung

Berhenti Jadi TKW, Warga Lampung Timur Sukses Kembangkan UMKM Jamur Tiram Gres Snack

Penulis: Kiki Novilia
Editor: Tri Yulianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Eli Astuti Dewi warga Kecamatan Sekampung, Lampung Timur kembangkan UMKM Gres Snack dari jamur tiram setelah uang hasil jadi TKW habis untuk pengobatan suaminya.

Tribunlampung.co.id - Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Itulah yang dirasakan oleh Eli Astuti Dewi (44), pemilik UMKM Gres Snack saat menjadi TKW di Malaysia. Ketika itu, dia harus menerima keadaan jika seluruh uang tabungannya habis tak tersisa untuk membiayai pengobatan sang suami, Edison (54).

Perempuan asal Giriklopomulyo, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur ini memang pernah mengadu nasib di negeri seberang.

Dia merantau selama 4 tahun lamanya, sejak 2003-2007 silam. Kala itu, dirinya menjajal peruntungan di pabrik garmen di Malaysia. 

“Kondisi ekonomi saya waktu itu benar-benar terpuruk, terus saya lihat ada saudara yang berangkat ke Malaysia, ya sudah saya ikut,” katanya saat dihubungi Tribun Lampung, Minggu (14/5/2023). 

Mengambil keputusan menjadi seorang TKW praktis bukan hal yang mudah. Ia harus rela menitipkan kedua anaknya ke tangan sang ibu dalam jangka waktu yang tidak sebentar.

“Anak-anak sementara dirawat sama neneknya,” imbuh dia. 

Selama di rantau, kehidupan yang dijalani perempuan yang akrab disapa Eli ini berjalan lancar.

Tidak ada kendala yang berarti baik dari bos maupun pekerjaan yang dilakoni.

Namun, fase terberat terjadi saat sang suami menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Edison dibawa ke Malaysia tanpa prosedur resmi karena dijanjikan pekerjaan mapan. 

“Dia diiming-imingi gaji besar, kerja cepat,” ucapnya sembari mengenang. 

Kala itu, Edison dipekerjakan di daerah hutan tapi tanpa digaji seperser pun.

Kondisi tersebut terjadi selama berbulan-bulan sehingga membuatnya nekat untuk kabur. 

Dalam pelariannya, suami Eli berhasil mendapat majikan baru di bidang usaha tebang kayu.

Namun, kemalangan kembali terjadi karena kakinya mengalami kecelakaan. 

“Kakinya kena mesin gergaji kayu,” kata dia.

Imbas kejadian tersebut, seluruh uang yang Eli kumpulkan selama di Malaysia ludes untuk biaya pengobatan sang suami.

Setelah habis kontrak, keduanya pun memutuskan untuk kembali ke Indonesia. 

“Niatnya ke sana (Malaysia) kan cari modal, tapi ya mau gimana lagi jalannya seperti itu,” imbuh Eli. 

Tak patah arang, tepatnya pada 2015 dia mengikuti pelatihan budidaya jamur tiram dari Balai Pelayanan Perlindungan PMI (BP3MI).

Ilmu yang dia dapat selama 5 hari pelatihan ternyata mampu diaplikasikan secara baik. 

Dia dan beberapa rekannya yang juga purna PMI bahu-membahu membudidayakan jamur tiram.

Masing-masing dari mereka iuran sebesar Rp 500 ribu sebagai modal awal. 

“Budidaya jamur tiram dari 2015 itu, sampai akhirnya kami berinovasi ke pengolahan jamur menjadi keripik,” kata dia.

Bukan tanpa alasan, melimpahnya jamur tiram di masa panen sempat membuat dia gelisah.

Dia lantas mencari solusi agar jamur-jamurnya tidak mudah busuk secara sia-sia lewat pengolahan produk. 

Eli paham betul, dirinya masih belum punya banyak ilmu soal pengembangan produk.

Ia pun akhirnya kembali mengikuti pelatihan di BP3MI agar bisa membuat produknya sendiri. 

“Saya selalu bertanya dengan narasumbernya, terus juga coba-coba sendiri sampai akhirnya pas,” imbuh dia. 

Barulah di tahun 2017, produk keripik jamur miliknya layak jual. Secara mengejutkan, ternyata banyak pembeli yang menyukai hasil olahan Eli. Hal ini terbukti dengan tingginya permintaan pasar mencapai 600 pcs keripik jamur tiram per bulannya. 

“Itu saya masukkan ke Indomaret, Alfamart dan beberapa toko oleh-oleh di Bandar Lampung. 

Tak main-main, omzetnya kini mencapai Rp 20 juta per bulan dari jerih payah berjualan.

Dari penghasilan tersebut, akhirnya bisa membeli banyak hal yang selama ini dia impikan.

“Sekarang punya rumah, mobil, motor. Anak saya juga bisa lulus sarjana,” beber dia. 

Berdayakan Perempuan

Berkat keberhasilannya merintis Gres Snack, kini Eli punya 3 orang karyawan.

Ketiganya merupakan para ibu rumah tangga yang punya mimpi bisa menopang keuangan keluarga masing-masing.

“Itu salah satunya sama seperti saya, mantan TKW,” kata dia. 

Para ibu rumah tangga tersebut bertugas membantu Eli memproduksi keripik Gres Snack.

Adapun keputusan merekrut karyawan adalah untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi para perempuan yang ada di sekitarnya. 

“Biar punya penghasilan sendiri, bantuu suami cari nafkah,” ujarnya.

Tidak hanya itu, perempuan asal Lampung Timur ini juga ternyata kerap diminta Dinas UMKM setempat untuk memberikan pelatihan budidaya jamur tiram.

Tawaran tersebut sontak diterimanya dengan senang hati karena bisa membagikan ilmu yang selama ini dia terapkan sehari-hari.

“Ya berbagi ilmu, supaya para perempuan ini bisa berdiri di kaki sendiri,” ucap dia menegaskan. 

Ia memang fokus terhadap pemberdayaan perempuan, dengan tujuan bisa mendorong mereka memiliki usaha sendiri di tempatnya masing-masing.

Eli tidak ingin para perempuan mengikuti jejaknya menjadi pekerja di luar negeri.

Sebab, ada banyak pengorbanan yang harus ditelan untuk melakukan hal tersebut.

Mulai dari berpisah dengan keluarga, pasangan, serta anak-anak.

“Kasihan anak-anak, kalaupun mau kerja di luar negeri, harus segera dipikirkan untuk punya usaha sendiri di kampung, cari modalnya,” kata dia. 

Melek Digital

Tak cuma dari sisi produk, Eli juga bertransformasi di bagian pembayarannya.

Saat ini Gres Snack melayani pembayaran digital menggunakan QRIS BRI sejak 2022 lalu.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk adaptasi dengan kemajuan zaman serta mempermudah kegiatan bertransaksi. 

“Nggak perlu repot untuk kembaliannya, transaksi pun jadi lebih mudah,” kata Eli. 

Kemudahan tersebut diamini oleh Arie Purnama (37), pengusaha asal Bandar Lampung yang pernah membeli produk Gres Snack.

Dia mengaku terbantu atas ketersediaan pembayaran QRIS.

Sebab, dirinya semakin jarang membawa uang tunai untuk kegiatan sehari-hari. 

“Lebih ke cashless sih sekarang, praktis juga,” kata dia. 

Lewat kemudahan tersebut, Arie menjadi lebih nyaman untuk bertransaksi. Hanya sekali scan barcode, maka aktivitas transaksi pun langsung selesai. 

“Ini cara yang sangat kekinian,” katanya. 

Dobrakan lainnya yang dilakukan adalah menggiatkan penjualan melalui media digital.

Saat ini Eli tercatat menjajakan jualannya di platform Shopee.

Dari sana, pundi-pundi rupiah dikumpulkan dari pelanggan seluruh Indonesia. 

Eli mengakui, usahanya dalam memasarkan produk lewat dunia maya masih belum maksimal.

Hal ini dilatarbelakangi karena belum ada pegawai yang turun tangan langsung menangani urusan tersebut.

Karena itulah, ke depannya dia bertekad untuk berbenah lewat perekrutan karyawan.

“Media online ini kan memang penting di zaman sekarang, semua orang mengaksesnya lewat sana, jadi nanti akan fokus ke sana juga,” tutupnya. 

( Tribunlampung.co.id / Kiki Novilia )

Berita Terkini