Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Tiga terdakwa kasus korupsi retribusi sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021 hanya tertunduk saat mendengarkan vonis atas kasusnya di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis (21/9/2023).
Adapun tiga terdakwa yakni eks Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, eks Kepala Bidang Tata Lingkungan Haris Fadilah, dan eks Pembantu Bendahara Penerima DLH Hayati.
Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim Lingga Setiawan yang juga Ketua PN Tanjungkarang.
Awalnya, hakim membacakan vonis untuk Hayati.
Ia mendapatkan vonis 5 tahun penjara karena terbukti terlibat korupsi retribusi sampah pada DLH Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021.
Putusan tersebut lebih berat enam bulan dari tuntutan jaksa yang menuntut Hayati dipenjara 4 tahun 6 bulan penjara.
Selain itu, Hayati juga dikenakan hukuman denda Rp 200 juta subsider 4 bulan hukuman penjara.
Hayati juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 984 juta dikurangi Rp 108 juta yang telah dikembalikannya.
Uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa Hayati ini lebih ringan dari tuntutan jaksa senilai Rp 1,747 miliar.
Menyikapi putusan tersebut, terdakwa Hayati kemudian berdiskusi dengan penasihat hukumnya dan menyatakan menerima putusan tersebut.
"Saya menerima putusan tersebut, Yang Mulia," ucap Hayati.
Sementara jaksa penuntut umum Endang Supriadi menyatakan pikir-pikir atas keputusan majelis hakim tersebut.
"Pikir-pikir dulu, Yang Mulia," ucapnya.
Selanjutnya hakim membacakan vonis untuk mantan Kepala Bidang Tata Lingkungan Haris Fadilah.
Terdakwa divonis 4 tahun penjara.
Putusan tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa yang menuntut dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.
Selain itu, Haris juga dikenakan hukuman denda senilai Rp 200 juta subsider 4 bulan hukuman penjara.
Selain itu, majelis hakim juga membebankan pidana berupa uang pengganti kepada terdakwa Haris senilai Rp 416 juta dikurangi Rp 76 juta yang telah dikembalikan ke kas negara.
Uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa Haris lebih ringan dari tuntutan jaksa yang membebankan dia membayar denda senilai Rp 804 juta.
Terakhir, hakim membacakan vonis eks Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah.
Bedanya, Sahriwansah mendapat vonis jauh lebih berat dari tuntutan jaksa.
Majelis hakim memvonis Sahriwansah hukuman 6 tahun penjara.
Padahal, sebelumnya jaksa hanya menuntut Sahriwansah dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan.
Sahriwansah juga dikenakan hukuman denda Rp 300 juta subsider 6 bulan hukuman penjara.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 4.395.800.000, dikurangi Rp 2.695.200.000 yang telah dikembalikan ke kas negara.
Uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa Sahriwansah juga lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni Rp 3,86 miliar.
Tolak Pembelaan
Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Kamis (31/8/2023).
Sidang kali ini dengan agenda replik atau tanggapan dari jaksa penuntut umum (JPU) atas pembelaan para terdakwa.
Dalam sidang tersebut, jaksa menolak semua pembelaan para terdakwa dan tetap bertahan pada tuntutannya.
Seperti diketahui, perkara dugaan korupsi retribusi sampah DLH Bandar Lampung telah menyeret tiga mantan pejabat ke meja persidangan.
Adapun ketiga terdakwa yang dimaksud yakni mantan Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan Haris Fadilah, dan Pembantu Bendahara Penerima Hayati.
Dalam persidangan dengan agenda pleidoi, Sahriwansah memohon majelis hakim mengurangkan beban uang pengganti kerugian negara (PKN) yang harus ia bayar.
Sementara terdakwa Haris Fadillah memohon majelis hakim membebaskannya dari semua tuntutan JPU.
Adapun terdakwa Hayati memohon agar majelis hakim meringankan hukuman.
Menyikapi hal itu, JPU Endang Supriyadi mengatakan, pihaknya tidak akan mengubah apa yang telah termuat dalam surat tuntutan.
"Bahwa karena alasan pembelaan penasihat hukum terdakwa tidak beralasan, maka kami mohon agar majelis hakim menolak semua nota pembelaan penasihat hukum terdakwa," ujar Endang saat membacakan replik.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagai yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara menyalahgunakan kewenangan telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," beber dia.
Jaksa mengatakan, hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo pasal 64 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagaimana dalam dakwaan subsider.
"Kami jaksa penuntut umum tetap pada tuntutan kami sesuai dengan surat tuntutan pidana yang dibacakan pada tanggal 11 Agustus 2023," ujar JPU.
Sahriwansah dituntut 2 tahun 6 bulan penjara atas kasus dugaan korupsi retribusi sampah DLH Bandar Lampung 2019-2021.
Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut Sahriwansah membayar denda senilai Rp 500 juta, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3,86 miliar.
Sementara, terdakwa Hayati dituntut paling berat, yakni 4 tahun 6 bulan penjara.
Jaksa juga menuntut Hayati membayar denda senilai Rp 500 juta serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,747 miliar.
Adapun terdakwa Haris Fadillah dituntut 3 tahun 6 bulan penjara.
Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut Haris membayar denda senilai Rp 100 juta serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 804 juta.
(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)