Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang lanjutan terkait sengketa lahan tanah 2.600 meter persegi di Jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung.
Majelis hakim menghadirkan saksi Tony Eka Chandra sebagai Direktur CV PO Bina Nusantara (Binus) dan S Girsang perwakilan dari bendahara Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).
Saksi persidangan Tony Eka Chandra mengatakan, dirinya datang ke PTUN Bandar Lampung dengan agenda memberikan keterangan sebagai saksi kasus sengketa tanah tersebut.
"Saya diminta untuk menjadi saksi terhadap tanah Zainuddin Sembiring yang sudah dibeli Bahermansyah pada 1989-1990 yang saat ini digugat para ahli warisnya," kata saksi Tony Eka Chandra saat diwawancarai Tribun Lampung di PTUN Bandar Lampung, Rabu (27/3/2024).
"Saya sudah menyampaikan kepada majelis hakim bahwa yang saya sampaikan adalah yang sebenarnya," kata Tony Eka Chandra yang merupakan politisi Partai Golkar Lampung ini.
"Karena sejak 1990 sampai dengan 2017 di situ ada perusahaan CV PO Bina Nusantara (Binus) dan saya sebagai direktur dan Zainuddin Sembiring sebagai wakil direktur saya," kata Tony.
Ia mengatakan, dirinya dan Zainuddin Sembiring membuat usaha perusahaan tranportasi bersama dalam bentuk CV.
"Dari tahun 1990 sampai dengan 2017 tidak ada sama sekali orang yang menanyakan atau menggugat," kata Tony.
Bahermansyah juga sering main ke pool dan sering cerita bertemu dengannya bercerita tentang lahan beliau di bypass.
"Beliau (Bahermansyah) menyampaikan kepada saya, kalau lahan itu dijual kepada Zainuddin Sembiring," kata Tony.
"Saya tahu hanya lahan itu sudah dijual dari Bahermansyah dan Zainuddin Sembiring," kata Tony.
Ia mengatakan, tidak mungkin dirinya sebagai pimpinan perusahaan tranportasi angkutan binus yakni AKDP dan AKAP.
"Diusir sama orang kalau lahan itu dipakai punya orang lainnya, kalau bukan punya pak Zainuddin," kata Tony, yang merupakan Ketua Granat Lampung ini.
Pihaknya kerjasama dan beliau (Zainuddin) punya saham bersama.
"Jadi apa saya sampaikan, saya tahu dan saya alami itu dan saya bertempat di situ dari 1990 -2017," kata Tony.
Adapun poinnya kepada hakim itu bahwa diyakini lahan itu yang milik Zainuddin Sembiring yang sudah dibeli dari Bahermansyah.
"Fakatnya 2009-2017 atau 34 tahun lebih tidak ada yang menggugat, kalau ada yang punya tanah itu maka akan dada yang menagih ini tidak," kata Tony.
Kuasa hukum tergugat Deni Faris mengatakan, pihaknya hari ini sidang pembuktian saksi dan pemeriksaan surat.
"Kami menghadirkan dua orang saksi, terkait penguasaan fisik dan peralihan hak yang mengetahui bahwa memang betul Zainuddin Sembiring beli tanah dari Bahermansyah," kata Deni.
"Jadi bukan sewa ataupun Zainuddin punya hutang itu tidak ada, sudah kami buktikan dan tinggal pertimbangan hakim," kata Deni.
Ia mengatakan, saksi lainnya S Girsang perwakilan dari gereja dekat tanah tersebut.
"Ada kita sudah bukti transaksi, pajak pada waktu itu juga telah dihadirkan kliennya," kata Deni.
"Kami serahkan kepada majelis hakim dan kami memperjuangkan keadilan dari keluarga Zainuddin Sembiring," kata Deni.
"Tadi juga Tony Eka Chandra selaku pengusaha bersama sampai 2017 tidak ada orang hadir yang mempermasalahkan tanah tersebut," kata Deni.
Ia mengatakan, pihaknya menyesalkan kenapa baru sekarang ini dipermasalahkan.
Perwakilan keluarga Bahermansyah, Juliadi Santoso mengatakan, pihaknya meminta keadilan ke PTUN Bandar Lampung.
Pihaknya ke kepolisian tidak percaya lagi.
"Karena waktu laboratorium forensik tanda tangan Bahermansyah dengan akte jual beli Zainuddin Sembiring itu kami diminta pembanding," kata Juliadi.
"Kami mengajukan tujuh pembanding pada labfor Palembang lewat penyidik yang lama," kata Juliadi.
"Sampai di laboratorium forensik Palembang kami dimintai uang dengan penyidik yang lama dimintai uang sampai Rp 150 Juta," kata Juliadi.
Perkara tersebut di SP3 oleh Polda Lampung, pada 2021 pihaknya mengajukan ke pengadilan.
"Saat di pengadilan kami menang Polda Lampung kalah," kata Juliadi.
Untuk kami minta keadilan karena di Polda Lampung audah tidak ada keadilan baginya dan tidak profesional.
(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)