Kesehatan

Pola Gaya Hidup Tidak Sehat Picu Kolesterol Tinggi

Penulis: Virginia Swastika
Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Pola gaya hidup tidak sehat picu kolesterol tinggi.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Menurut dokter umum RS Pertamina Bintang Amin Lampung dr Hendro Sihaloho, AIFO-K, ada beberapa hal yang bisa menyebabkan kadar kolesterol di dalam tubuh menjadi tinggi.

Yang paling umum dan sering adalah karena pola gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, jarang berolahraga, hingga mengonsumsi alkohol dan makanan tinggi kolesterol.

"Masalah-masalah penyebabnya, ada dua kemungkinan penyebab kolesterol kita tinggi. Ini yang pertama dan yang paling sering itu gaya hidup, (misalnya) merokok. Kenapa bisa menyebabkan kolesterol tinggi? Ini karena bisa menurunkan kadar HDL dan meningkatkan kadar produksi LDL," katanya, Jumat (7/6/2024)

"Terus yang kedua, jarang berolahraga. Ingat lagi, kembali lagi ke prinsip LDL tadi. Apabila berlebih atau menumpuk dan menempel ke pembuluh darah, dia akan menyebabkan plak," terusnya.

"Tapi kalau kita rajin berolahraga, itu akan dicerna dan terjadinya penumpukan atau menempelnya ke dinding tadi akan berkurang, saya bilang. Karena kan kita mengeluarkan energi lebih, jadi trigliserida dan kadar-kadar kolesterol tadi bisa berkurang," ujarnya.

"Terus mengonsumsi alkohol itu juga tidak baik karena akan mengganggu produksi kolesterol atau kerja dari kolesterol. Terus mengonsumsi makanan yang tinggi kolesterol, kayak gorengan, (makanan) berminyak, santan," papar Hendro.

Namun ternyata tak berhenti sampai di sana.

Pasalnya Hendro pun mengungkapkan bahwa faktor genetik dan stres dapat menyebabkan tingginya kadar kolesterol.

Ini karena stres bisa mendorong berbagai kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat.

Selain itu, kolesterol tinggi ini juga bisa diakibatkan dari penyakit lain, yang menghambat produksi kolesterol di dalam tubuh.

"Itu tadi yang gaya hidup. Terus yang kedua adalah akibat dari penyakit. Ada beberapa penyakit yang memang bisa kita bilang produksi ataupun metabolisme dari kolesterol ini menjadi terhambat," paparnya.

"Salah satunya pasti penyakit dari obesitas ya. Tadi kan karena ada penumpukan. Lalu yang kedua diabetes melitus. Yang ketiga hipoteroid, gagal ginjal, stimulus depresan seperti HIV/AIDS," terusnya.

Jangan Takut Dicek

Terkait pengobatan dan pencegahan kolesterol tinggi, dr Hendro Sihaloho, AIFO-K berpendapat hal ini bisa dilakukan dengan berkonsultasi dengan dokter, terutama agar dapat mengetahui kadar kolesterol di dalam tubuh.

Selain itu, dia juga menyarankan untuk mengubah gaya hidup tidak sehat yang bisa memicu peningkatan kadar kolesterol di dalam tubuh.

"Untuk penanganannya lebih diajurkan yang utama ya datang ke dokter dulu. Jadi kita screening dulu itu boleh ke apotek atau poskes terdekat yang misalnya nih ada yang gratis untuk cek. Jangan takut untuk dicek, apalagi udah banyak yang gratis nih sekarang. Dicek (kadar kolesterol), nah berapa tuh kolesterol totalnya," terangnya.

"Kita patokannya 250 mg/dL ya, 200-250 mg/dL. Kalau misal di atas 200, tapi di bawah 250 mg/dL, gaya hidupnya diganti dulu coba. Gaya hidupnya yang masih merokok, minum minuman beralkohol, terus makan dalam sehari-hari itu ada gorengan, kerupuk, santan, itu diubah dulu," katanya.

Selanjutnya, perlu juga untuk rutin melakukan pengecekan kadar kolesterol dibarengi dengan menjaga pola hidup sehat.

Bagi penderita kolesterol disarankan untuk mengecek setiap dua minggu atau sebulan sekali.

Sementara bagi yang kadar kolesterolnya masih normal, pemeriksaan dapat dilakukan secara rutin tiga bulan sekali.

Lebih lanjut, ia menyebut pemeriksaan ini tidak memandang usia, mengingat penyakit kolesterol tinggi bisa menyerang siapapun, baik anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.

"Pemeriksaan (rutin) kalau memang standarisasi kita ya dari keilmuan saya itu sebaiknya kalau sudah terdiagnosis itu dua minggu atau sebulan sekali, tapi kalau kita masih normal aja tiga bulan sekali, nggak apa," katanya.

"Tidak memandang usia ya seperti yang saya bilang. Jangan tunggu lansia dulu atau di atas 40 (tahun) baru rutin ngecek tiga bulan sekali atau sebulan sekali. Jadi mau usia berapa aja bisa," terusnya.

Namun jika kadar kolesterol sudah begitu tinggi, maka ia menyarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan tenaga medis.

Terlebih bila penderita kolesterol tinggi ini memiliki risiko penyakit lain. Pasalnya, penanganan setiap orang dapat berbeda-beda.

"Tapi kalau udah 250 mg/dL atau lebih dari 200 mg/dL dan memiliki faktor risiko kencing manis, darah tinggi, penyakit seperti tiroid itu saran lebih ke dokter dulu. Jadi kan kita beda-beda (penanganannya)," katanya.

"Kalau misalkan baru pertama kali tahu dan tidak memiliki faktor risiko penyakit, ubah gaya hidup. Tapi kalau kita ada faktor risiko suatu penyakit dan lebih 200 mg/dL, saran ke dokter," pungkasnya.

(Tribunlampung.co.id/Virginia Swastika)

Berita Terkini