TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Lampung menilai faktor tidak waspada menjadi dominan korban kecelakaan ditabrak kereta api.
Ketua MTI Lampung Aditya Mahatidanar mengatakan, korban ditabrak kereta api tersebut dikarenakan faktor dominannya karena tidak waspada.
"Pengemudi mungkin tidak waspada atau tidak mematuhi tanda-tanda peringatan sinyal saat mendekati perlintasan," tukasnya saat dihubungi Tribun Lampung, Selasa (25/6/2024).
Ia mengatakan, kecelakaan mobil yang melintasi jalur kereta api sering kali terjadi dikarenakan tidak waspada.
"Terutama yang terkait dengan perilaku manusia, hingga disebabkan oleh kelalaian," kata Aditya.
Pengemudi kurangnya pengetahuan atau pengabaian aturan lalu lintas, sehingga kecelakaan tersebut terjadi.
Selain itu, kelelahan dapat secara signifikan hingga akhirnya mengurangi kemampuan pengemudi untuk bereaksi cepat terhadap situasi berbahaya.
"Kecepatan berlebihan juga menjadi faktor penting," imbuhnya.
Dikarenakan mengurangi waktu reaksi dan kemampuan kendaraan untuk berhenti dengan aman sebelum perlintasan.
"Semua faktor ini berkontribusi terhadap tingginya risiko kecelakaan di perlintasan kereta api," bebernya.
Ketiadaan palang penjaga di perlintasan kereta api dapat meningkatkan risiko kecelakaan secara signifikan.
Karena tanpa palang penjaga, pengemudi mungkin tidak menyadari atau meremehkan bahaya yang ada.
Terutama jika sinyal peringatan seperti lampu atau bunyi alarm tidak berfungsi dengan baik atau tidak ada sama sekali.
Selain itu, kurangnya penghalang fisik berarti tidak ada penghalang yang memaksa pengemudi untuk berhenti.
Serta memperhatikan kondisi jalur kereta api sebelum melintas.
Akibatnya kendaraan dapat terjebak di jalur kereta api ketika kereta mendekat, hingga menyebabkan kecelakaan yang sering kali fatal.
"Ketiadaan palang penjaga juga mengurangi disiplin pengemudi dalam mematuhi aturan lalu lintas di area perlintasan," terangnya.
Hal tersebut yang semakin meningkatkan risiko kecelakaan.
"Dari perspektif stakeholder, seperti pihak berwenang, perusahaan kereta api, dan pembuat kebijakan," kata Aditya.
Serta ketiadaan palang penjaga di perlintasan kereta api menjadi perhatian serius terkait keselamatan publik.
"Maka perlu mempertimbangkan investasi dalam infrastruktur keselamatan, seperti pemasangan palang penjaga otomatis," paparnya.
Hingga sinyal peringatan yang lebih jelas dan peningkatan edukasi keselamatan bagi masyarakat.
Stakeholder juga perlu bekerja sama untuk mengidentifikasi perlintasan yang paling berisiko.
Dan mengambil langkah-langkah mitigasi yang sesuai, termasuk pengembangan teknologi baru untuk meningkatkan keamanan di perlintasan kereta api.
"Ketiadaan palang penjaga tidak hanya berdampak pada keselamatan, tetapi juga dapat menimbulkan implikasi hukum," pungkasnya.
(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID)