Harga Singkong Anjlok di Lampung

DPRD 'Mengadu' ke DPR RI Lantaran Pabrik Tapioka di Lampung Masih Banyak Tutup

Penulis: Riyo Pratama
Editor: Noval Andriansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENGADU KE DPR: Pansus tata niaga singkong DPRD Lampung saat berfoto bersama jajaran anggota Komisi IV DPR RI di gedung DPR RI, Rabu (5/2/2025). Pansus tata niaga singkong DPRD Lampung mengadukan terkait pabrik tapioka di Lampung yang belum beroperasi sepenuhnya seusai penetapan harga yang disepakati pengusaha, petani dan instansi terkait bersama menteri pertanian, beberapa waktu lalu.

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sejumlah pabrik tapioka di Lampung belum beroperasi sepenuhnya seusai penetapan harga yang disepakati pengusaha, petani dan instansi terkait bersama menteri pertanian, beberapa waktu lalu.

Menindaklanjuti itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas dan anggota melakukan kunjungan kerja ke Komisi IV DPR RI dan Kementerian Perdagangan RI untuk menyampaikan permasalahan yang ada, Rabu (5/2/2025).

Menurutnya, kunjungan ini bertujuan untuk mencari solusi atas anjloknya harga singkong serta dampak impor yang mempengaruhi kesejahteraan petani.

"Alhamdulillah kunjungan kami disambut baik anggota Komisi IV DPR RI dan anggota DPR RI dari Dapil Lampung, kami disambut ibu Dwita Ria Gunadi, Irham Djafar, Hanan Razak, dan sejumlah anggota DPR RI dari beberapa dapil di luar Lampung," kata Mikdar, Rabu (5/2/2025).

Dalam kesempatan itu, Mikdar menjelaskan hasil kerja dan temuan pansus terkait polemik yang terjadi antara petani dan perusahaan pengolahan singkong di Lampung.

"Semua hasil kerja kami selama ini sudah disampaikan. Intinya, petani menginginkan harga yang layak. Namun, keputusan yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian dan Gubernur Lampung tidak bisa dijalankan oleh perusahaan, bahkan hingga saat ini beberapa perusahan belum beroprasi," ujarnya.

Mikdar menekankan perlunya regulasi yang lebih kuat dari DPR RI agar keputusan pemerintah dapat diimplementasikan secara efektif.

"Kami mendorong Komisi IV untuk membuat regulasi yang mengikat, sehingga pabrik tetap bisa beroperasi, tetapi petani juga mendapatkan harga yang adil," tambahnya.

Lebih lanjut, ia mengusulkan agar regulasi tersebut diperkuat dengan peraturan presiden (Perpres), sehingga memiliki sanksi hukum bagi perusahaan yang tidak menjalankannya.

"Selain itu, Pansus juga meminta dukungan dari Komisi IV DPR RI dalam penyaluran bantuan kepada petani singkong, seperti pupuk subsidi, bibit unggul, dan alat berat alhamdulillah akan diperjuangkan," kata Anggota Fraksi Gerindra itu.

Setelah pertemuan dengan DPR RI, Mikdar mengaku Pansus Tataniaga Singkong melanjutkan kunjungan ke Kementerian Perdagangan RI.

Dalam pertemuan tersebut, Mikdar menyoroti bahwa salah satu penyebab turunnya harga singkong adalah impor singkong dalam jumlah besar.

"Kami sampaikan kepada Kementerian Perdagangan bahwa impor yang berlebihan menghancurkan harga singkong lokal. Kami meminta agar pemerintah mendata dengan jelas kebutuhan impor, sehingga impor hanya dilakukan jika produksi dalam negeri benar-benar tidak mencukupi," jelasnya.

Menurut Mikdar, koordinasi antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian sangat diperlukan agar kebijakan impor tidak merugikan petani lokal.

Ia juga mengusulkan agar impor singkong, jika diperlukan, dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Bulog, bukan oleh perusahaan pengolahan singkong menjadi tapioka.

"Kami berharap impor dilakukan oleh sektor yang tidak berkaitan langsung dengan produksi tapioka, misalnya perusahaan kertas atau industri lain yang membutuhkan singkong, sehingga industri dalam negeri tetap berjalan dan petani tetap mendapatkan harga yang layak," tegas Mikdar.

Kunjungan ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih berpihak kepada petani singkong dan menciptakan stabilitas harga yang lebih baik di pasar.

Terkait langkah lanjutan Pansus menurutnya minggu depan akan memanggil sejumlah pengusaha pemilik perusahaan Tapioka untuk rapat dengar pendapat.

"Rencanya Rabu pekan depan, kami akan bahas pembinaan singkong jangka pendek, menengah hingga jangka panjang," pungkas dia.

Potongan tinggi

Petani singkong di Mesuji, Lampung, mengeluhkan potongan atau rafaksi yang diterapkan satu perusahaan tapioka, lantaran dinilai semaunya.

Satu di antara pabrik tapioka di Mesuji, Lampung, telah membuka pembelian singkong dari petani lokal sesuai harga yang disepakati bersama Menteri Pertanian yakni Rp 1.350 per kilogram.

Mendengar kabar tersebut, banyak para petani di Mesuji, Lampung berbondong-bondong menjual hasil singkongnya ke pabrik tersebut pada Minggu (2/2/2025).

Sayangnya, potongan atau rafaksi yang diterapkan pabrik tersebut tak sesuai dengan kesepakatan yakni 15 persen.

Ketua Persatuan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Mesuji Kadek Tike mengatakan untuk mendapatkan harga singkong Rp 1.350 per kilogram dengan potongan 15 persen sangatlah sulit.

"Jadi memang harga sudah Rp 1.350 per kilogram dengan potongan 15 persen, tetapi pabrik banyak persyaratan dan suka-suka menentukan rafaksinya," ujar Kadek Tike, Minggu.

Menurutnya, pabrik berdalih singkong yang dijual tidak cukup bersih, sehingga potongan bisa tembus di angka 20 hingga 30 persen.

Menurut Kadek Tike, kadar aci singkongnya sudah besar mencapai 24-25 persen.

Tapi, jika ada sedikit saja bagian leher singkong, potongan ditambah 2 persen.

"Maksudnya itu leher singkong ya, bukan bonggolnya. Jika ada, ditambah 2 persen dan misalnya saja ada beberapa biji leher singkong ditambah lagi menjadi 4 atau 6 dan 8 persen," ungkapnya.

"Bahkan kalau ada yang nempel tanah sedikit saja juga ditambah 2,4,6 persen," sambungnya

Kemudian ada rafaksi umur juga, ditambah 2 dan 4 persen.

Jika dikalkulasikan dalam tiga item tersebut ditemukan angka 7 persen.

Maka, ditambah rafaksi standar 15 persen sehingga menghasilkan rafaksi total 22 persen.

"Jadi banyak yang justru terkena potongan di atas 20 bahkan 30 persen," imbuhnya.

Ia pun merasa bahwa apa yang dilakukan oleh pabrik tidak melaksanakan keputusan dari Menteri Pertanian.

Padahal pihaknya sangat meyakini kualitas singkong di Mesuji saat ini sangat baik.

"Kalau untuk kualitas singkong di Mesuji kemarin itu kualitasnya sudah sangat luar biasa," ucapnya.

Pada  Jumat (31/1/2025) lalu, petani singkong di Mesuji bersuka cita atas ditetapkannya harga singkong Rp 1.350 per Kilogram.

Penetapan harga singkong itu berdasar hasil rapat koordinasi antara petani dan perusahaan tapioka bersama Menteri Pertanian di Ruang Pola Gedung A Kementerian Pertanian.

Persatuan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Mesuji Kadek Tike mengaku siap mengawal ketetapan harga tersebut.

"Kita petani singkong terus mengawal ini, supaya tetap terlaksananya ketetapan keputusan dari Menteri Pertanian," ujarnya.

Pihaknya pun menyampaikan terima kasih kepada Menteri Pertanian yang telah memutuskan harga singkong di angka minimal menjadi Rp 1.350 per kilogram.

Kemudian dengan potong minimal 15 persen tanpa syarat apapun.

Ia pun berharap dengan adanya kejelasan harga ini bisa berdampak kebaikan bagi petani singkong di Lampung.

( Tribunlampung.co.id / M Rangga Yusuf / Hurri Agusto )

Berita Terkini