Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Mahasiswa FEB Unila yang menjadi korban dugaan kekerasan dalam pendidikan dasar Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) resmi meminta bantuan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Yosef Friadi, kuasa hukum korban, mengatakan, pihaknya telah mengirimkan dokumen laporan kepada LPSK melalui jasa ekspedisi.
"Jadi kami hari ini telah resmi meminta bantuan perlindungan korban kepada LPSK dan telah kami kirim melalui ekspedisi," kata Yosef dari LBH Sungkai Bunga Mayang, Selasa (10/6/2025).
Dokumen tersebut ditembuskan ke Kapolri, Komnas HAM, dan Kemendiktik dan Sains.
Ia mengatakan, mahasiswa merasa adanya perlakuan intimidasi dari para senior dan panitia diksar.
Bahkan, mahasiswa bernama Muhammad Arnando Al Faaris mengaku mendapatkan ancaman dari pihak Dekanat FEB Unila.
"Kami akan mendampingi lima rekan korban, termasuk korban yang meninggal dunia. Semua korban menguasakan kepada kami," tutur Yosef.
Sebelumnya, Ditreskrimum Polda Lampung memeriksa 8 panitia pendidikan dasar (diksar) yang merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Selasa (10/6/2025).
Kuasa hukum panitia diksar, Chandra Bangkit Saputra, mengatakan, pihaknya mendampingi 8 dari 11 panitia yang diperiksa Polda Lampung.
"Kami datang bersama 8 orang yang merupakan pihak terklarifikasi atas laporan dari ibunda almarhum Pratama. Ada 11 orang panitia diksar yang dipanggil, tiga orang belum bisa hadir, jadi 8 orang hadir hari ini," kata Chandra.
Ia mengatakan, pihaknya ingin memberikan keterangan guna mengklarifikasi informasi yang sudah beredar.
"Kami membawa seperti dokumen perjalanan, dokumen izin dan lain-lain, termasuk juga ada buku besar sejarah Mahepel," tambahnya.
Bahkan, Chandra mengatakan, panitia diksar membawa hasil rekam medik Faaris.
(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)