Berita Lampung

Karhutla di Lampung Bisa Dicegah Asal Tiga Unsur Dihindari Tidak Saling Bertemu 

Penulis: Hurri Agusto
Editor: soni yuntavia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LAYAK DAN CUKUP -  Kepala Badan Pencarian dan Penyelamatan (Basarnas) Provinsi Lampung, Deden Ridwansyah, Jumat (25/7/2025). Basarnas memastikan peralatan yang dimiliki dalam keadaan layak dan cukup untuk menghadapi situasi tertentu, termasuk karhutla.  

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sistem Pemantauan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Kementerian Kehutanan mencatat terdapat 428 titik panas (hotspot) di Lampung sepanjang sepanjang Januari hingga Juli 2025.

Terkait hal ini Humas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung, Wahyu Hidayat menyebut pihaknya belum mendapat laporan resmi kebakaran lahan atau hutan yang terjadi sepanjang 2025.

"Sejauh ini kita belum mendapat data laporan resmi terkait adanya Karhutla sejak Januari hingga Juli ini," ujar Wahyu Hidayat kepada Tribun Lampung, Jumat (25/7/2025).

Berbeda dengan bencana seperti gempa bumi yang tak dapat diprediksi, Wahyu menuturkan bahwa Karhutla sendiri merupakan bencana yang kemunculannya dapat diantisipasi.

Menurutnya, ada tiga syarat utama terjadinya Karhutla, pertama adanya bahan bakar seperti kayu kering, daun rerumputan maupun semak.

Kedua, adanya titik panas yang dapat ditimbulkan dari terik matahari, puntung rokok, atau pembakaran lahan maupun korek, serta ketiga yang adanya oksigen.

"Untuk menghindari kebakaran, maka kita harus menghindari ketiga unsur ini bertemu," jelasnya.

Di Lampung, Wahyu melanjutkan, terdapat beberapa wilayah yang rentan berisiko terjadi Karhutla.

"Lampung Timur sebenarnya adalah daerah yang cukup rentan," kata dia.

Di mana, pada tahun 2024, terdapat sekitar 5000 hektare lahan yang terbakar, dan mayoritas berada di area Taman Nasional Way Kambas.

Selain itu, beberapa wilayah berisiko lain yakni Way Kanan, Tulang Bawang, termasuk Mesuji, 

Adapun faktor penyebab Karhutla yang terjadi mayoritas karena kelalaian dan ketidaktahuan masyarakat. 

Menurut wahyu, edukasi terhadap masyarakat di mulai dari komunitas terkecil merupakan langkah penting untuk memitigasi Karhutla terjadi.

"Setiap individu dan komunitas paling kecil seperti keluarga semestinya memiliki pengetahuan terhadap risiko dari apa yang diperbuat," kata dia.

Dia melanjutkan, BPBD Lampung sendiri rutin koordinasi dengan satker terkait di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk melakukan sosialisasi mitigasi dan pencegahan.

BPBD Lampung juga telah menerbitkan surat edaran kepada BPBD kabupaten/kota agar meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi karhutla, termasuk memantau sistem peringatan dini kekeringan dari BMKG dan menganalisis wilayah rawan terdampak.

Selain itu, dia menyatakan pihaknya juga  berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta menjalin kerja sama lintas provinsi dalam mengantisipasi situasi tanggap darurat.

"Kita sudah koordinasi dengan BNPB dan kerja sama dengan Sumatera Selatan. Ketika terjadi potensi kebakaran yang meluas, kita akan minta bantuan water bombing helikopter," ujarnya.

"Water bombing di Palembang itu untuk menanggulangi area Sumbagsel, jumlahnya setidaknya ada 8 unit kalau tidak salah," Kata dia. 

Soal kesiapan personel dan peralatan, Wahyu Hidayat mengatakan hal tersebut akan lebih dominan ditangani satker di wilayah masing-masing, termasuk dibantu dari unsur Damkar, SAR, maupun TNI/Polri.

"Kamis (BPBD) di tingkat Provinsi bersifat memfasilitasi, mendorong dan mendukung Satker pada wilayah yang terdampak," ujarnya.

Namun, kata dia, ketika terjadi situasi tanggap darurat, semua sektor akan dikerahkan, termasuk bandara, pelabuhan, SPBU, maupun unsur lain yang dibutuhkan.

"Termasuk juga di dalamnya penggunaan anggaran, ketika APBD tidak mencukupi maka menggunakan APBN melalui dana siap pakai."  

Terkait potensi karhutla maupun bencana lainnya, Kepala Badan Pencarian dan Penyelamatan (Basarnas) Provinsi Lampung, Deden Ridwansyah menyebut pihaknya selalu siap untuk melakukan langkah sesuai tupoksi dan kebutuhan.

Deden menuturkan, saat ini pihaknya total memiliki 111 personel yang tersebar di beberapa titik.

"Kami total memiliki 8 tim yang selalu siaga, di mana 3 di antaranya di berada di Pos Bakauheni, Pos Tanggamus, dan Tulangbawang. Kami memastikan personel kami selalu dalam keadaan siap 24 jam," ujarnya.

Terkait sarana dan perlengkapan, Deden memastikan peralatan yang dimiliki dalam keadaan layak dan cukup untuk menghadapi situasi tertentu.

"Mulai dari peralatan individu personel maupun peralatan tim kita selalu pastikan dalam keadaan terawat," kata dia.

Adapun sejumlah sarana yang dimiliki seperti truk pengangkut personel, eksavator, ATV, dan kendaraan amfibi untuk melakukan evakuasi di wilayah perairan atau rawa, hingga peralatan lain yang untuk melakukan evakuasi maupun pencarian korban.

"Untu armada helikopter bantuan  yang terdekat itu ada di Atang Sanjaya Bogor, dan di Pangkal Pinang," jelasnya.

Dalam keadaaan tertentu yang membutuhkan personel tambahan, lanjut Deden, pihaknya memiliki puluhan komunitas maupun kelompok binaan yang akan melakukan respon awal di wilayah masing-masing

"Jumlah personel binaan itu ada sekitar 600 orang, mereka ada dari masyarakat umum, komunitas, pelajar, mahasiswa," jelasnya.

Data Sistem Pemantauan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Kementerian Kehutanan mencatat terdapat 428 titik panas (hotspot) di Lampung sepanjang sepanjang Januari hingga Juli 2025.

Titik panas ini tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Lampung dengan tingkat status rendah, sedang, hingga tinggi. 

Way Kanan menjadi daerah dengan jumlah hotspot terbanyak, yakni 137 titik.

Disusul Lampung Timur 76 titik, Lampung Tengah 64 titik, dan Lampung Selatan 45 titik. 

Kemudian Tulangbawang 39 titik, Tulangbawang 24 titik, Lampung Utara 17 titik, Pesisir Barat 9 titik, serta

Tanggamus dan Pesawaran masing-masing 5 titik. 

Adapun Mesuji 4 titik, dan Metro serta Lampung Barat masing-masing 1 titik.

( Tribun lampung.co.id / Bandar Lampung )

 

Berita Terkini