Berita Lampung

Ramai-ramai Petani Singkong di Lampung Beralih Tanam Jagung

Sekitar 80 persen petani singkong di Kecamatan Sungkai Barat, Lampung Utara beralih menanam jagung.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Daniel Tri Hardanto
Dokumentasi Pribadi
BERALIH - Sekitar 80 persen petani singkong di Kecamatan Sungkai Barat, Lampung Utara beralih menanam jagung. 

Tribunlampung.co.id, Lampung Utara - Ketidakpastian harga singkong membuat petani beramai-ramai beralih menanam jagung

Menurut petani, jagung lebih memberikan kepastian harga dibandingkan singkong.

Sekitar 80 persen petani singkong di Kecamatan Sungkai Barat, Lampung Utara beralih menanam jagung

Data dari penyuluh pertanian lapangan (PPL) mencatat luas lahan jagung yang semula hanya 1.200 hektare pada tahun lalu, kini meningkat menjadi sekitar 5.600 hektare.

Petani di Kecamatan Sungkai Barat, Budiman Ilahan, mengungkapkan bahwa kondisi petani singkong, khususnya di Lampung Utara, kini kian memprihatinkan

. Harga singkong yang terus merosot disertai potongan tinggi dari pabrik membuat banyak petani beralih menanam jagung.

Dikatakannya, harga singkong di tingkat petani saat ini berada di kisaran Rp 1.350 per kilogram. 

Namun, potongan kadar air yang diberlakukan oleh pabrik mencapai 40 hingga 45 persen, sehingga petani rugi besar.

“Sekalipun harganya Rp 1.350 (per kg), potongannya bisa sampai 45 persen. Alasannya kadar air. Padahal, kami tidak tahu cara hitungnya. Kami ini petani desa, bukan insinyur,” kata Budiman, Rabu (12/11/2025).

Ia menambahkan, Peraturan Gubernur Lampung yang mengatur harga singkong tidak berjalan efektif di lapangan. 

Bahkan, sejumlah pabrik tapioka di daerahnya memilih tutup.

“Pergubnya sudah keluar tanggal 10 kemarin, tapi nyatanya pabrik malah tutup semua. Akibatnya, banyak singkong busuk di lokasi karena tidak bisa dikirim,” katanya.

Penyakit Bulai

Namun, Budiman mengakui peralihan ke jagung juga tidak sepenuhnya mudah.

Pada musim tanam akhir Oktober hingga awal November, sebagian besar petani menghadapi serangan penyakit bulai, yakni hama yang membuat daun jagung menguning dan gagal berbuah.

“Banyak jagung yang kena bulai, daunnya langsung putih. Kami sudah coba berbagai obat, tapi belum ada hasil maksimal. Harapan kami pemerintah bantu cari solusi dan bibit tahan penyakit,” ujarnya.

Budiman menegaskan, sejauh ini petani masih mengandalkan modal pribadi atau bantuan dari pengepul yang memberikan bibit dan pupuk dengan sistem pembayaran hasil panen.

Ia berharap pemerintah dapat menyalurkan bantuan bibit dan obat-obatan pertanian, serta menjaga stabilitas harga jagung saat musim panen tiba pada akhir Desember mendatang.

“Kami harap nanti jangan sampai pas panen harga jagung anjlok juga. Kalau begitu, kami petani makin terjepit,” ucap dia.

Selain masalah hama, para petani juga masih mengandalkan modal pribadi atau bantuan dari pengepul yang memberi bibit dan pupuk dengan sistem pembayaran hasil panen.

Kondisi ini membuat mereka rentan rugi jika gagal panen.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved