Berita Terkini Nasional
Kejanggalan Beras yang Dimasak Warga Sumsel Diduga Oplosan, Nasi Kenyal dan Lengket
Padahal beras tersebut dibeli warga dari minimarket yang ada di wilayah tersebut. Namun beras itu diduga oplosan dengan bahan sintetis.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Sumatera Selatan - Terungkap kejanggalan beras yang dimasak warga Pangkalan Balai, Banyuasin III, Sumatera Selatan.
Padahal beras tersebut dibeli warga dari minimarket yang ada di wilayah tersebut. Namun beras itu diduga oplosan dengan bahan sintetis.
Sebab dalam video viral seorang warga menyebut tekstur nasi dari beras tersebut terasa kenyal dan lengket.
Atas kejanggal itu warga khawatir jika nasi tersebut berasal dari beras oplosan.
Dikutip dari Tribunnews.com, beras oplosan adalah beras yang telah dicampur atau dimanipulasi secara tidak sesuai standar, baik dari segi mutu, berat, maupun label kemasan.
Beras medium dicampur dengan sedikit beras premium, lalu dijual dengan harga tinggi seolah-olah seluruhnya premium.
Beberapa kasus ekstrem melibatkan penggunaan zat seperti pemutih, pewangi buatan, bahkan parafin atau plastik agar beras tampak lebih putih dan mengkilap.
Berat tidak sesuai label (misalnya kemasan 5 kg berisi hanya 4,5 kg), atau beras curah dikemas ulang dengan merek premium.
Warga Pangkalan Balai Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, menemukan beras yang diduga dioplos dengan bahan sintetis berwarna putih mirip beras.
Beras sintetis adalah beras palsu yang dibuat dari bahan plastik, resin sintetis, atau campuran bahan lain yang diolah agar menyerupai butiran beras, dan seringkali digunakan untuk tujuan tidak konsumsi karena berbahaya bagi kesehatan.
Temuan beras yang diduga dicampur bahan sintetis ini, membuat warga Pangkalan Balai menjadi waswas.
Karena, campuran diduga bahan sintetis terlihat sedikit berbeda dari beras pada umumnya.
Beras tersebut berbentuk panjang dan dapat terlihat sekali perbedaannya.
Menurut warga yang sudah membeli beras tersebut, beras yang dihasilkan ketika dimasak terasa kenyal dan lengket mirip plastik ketika dipanaskan.
“Rasanya aneh, kenyal seperti plastik. Kami jadi khawatir ini beras oplosan. Bentuknya juga berbeda,” ujar seorang warga sambil menunjukkan video temuannya.
Kecurigaan warga ini, berawal ketika seorang pembeli mencoba memasak beras yang dibeli di salah satu minimarket yang ada di Pangkalan Balai.
Dari rekaman video yang diambil, bila terlihat perbedaan antara beras asli dan beras palsu.
Si pembeli mau tidak mau memilah-milah beras yang dibelinya dengan berat kemasan 5 kg.
Sejumlah warga juga mengaku sudah sudah mengecek di beberapa gerai minimarket yang ada di Pangkalan Balai.
Mulai dari kawasan dekat gerbang Pangkalan Balai hingga Suak Bara, banyak menemukan beras serupa dijual di rak minimarket.
"Pemerintah harus cepat menindaklanjuti temuan warga ini. Karena, sampai bisa masuk minimarket dan takutnya dikonsumsi lebih banyak orang lagi," pungkas warga bernama Deni.
Reaksi Bapanas
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, mengatakan pasokan beras premium harus kembali normal minimal 60-70 persen untuk menjaga stabilitas harga dan akses masyarakat terhadap beras berkualitas.
“Harapan kami, pasokan beras premium bisa normal kembali," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Senin (15/9/2025).
"Produsen juga jangan terlalu banyak mengalihkan produksi beras premium ke beras khusus,” imbuh Ketut.
Selain mendorong ketersediaan beras premium, pemerintah juga menyoroti perlunya pengaturan harga agar beras premium maupun beras khusus tidak dijual bebas tanpa kendali.
Ketut menegaskan, langkah ini diperlukan untuk mencegah lonjakan harga yang dapat membebani konsumen.
Bapanas juga meminta ritel modern segera melakukan pemesanan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke Perum Bulog.
Hal ini dilakukan untuk memastikan stok beras murah tetap tersedia di pasaran sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Lebih jauh, produsen dan ritel dinilai perlu membedah struktur biaya produksi agar harga tidak membebani konsumen.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mencatat biaya produksi beras khusus tidak boleh terlalu tinggi, sehingga harga jualnya di pasaran tetap terjangkau.
Menurutnya, perlu pembahasan antara pemerintah, produsen, dan pelaku ritel untuk membedah struktur biaya atau cost structure beras khusus, sebagaimana yang selama ini diterapkan pada beras reguler.
“Concern pemerintah adalah harga beras khusus, biaya produksinya jangan terlalu tinggi. Kita perlu bicarakan dan bedah cost structure-nya, seperti beras reguler,” ucap Arief.
“Supaya harga wajar di produsen dan juga di ritel," imbuhnya.
"Saya minta beras khusus di ritel pakai konsep everyday low price, karena kita bicara volume,” lanjutnya.
Sementara itu, harga beras jenis premium di pasar ritel masih melambung tinggi.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan soal efektivitas langkah pemerintah dalam menstabilkan harga.
Saat dikonfirmasi soal solusi pemerintah, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut Perum Bulog akan terus menggencarkan operasi pasar alias Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Ia menyebut program SPHP menjadi andalan.
Saat ini, pemerintah lewat Bulog sudah menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk digelontorkan ke pasar selama enam bulan atau periode Juli-Desember tahun ini.
“Itu kita kerja operasi pasar. Tetap operasi pasar besar-besaran. Kita siapkan 1,3 juta ton operasi pasar besar-besaran,” ujar Amran saat ditemui wartawan di gedung DPR RI, Rabu (3/9/2025).
Adapun, operasi pasar sudah dilakukan di 4.000 titik di seluruh Indonesia, mencakup 7.282 kecamatan.
Hasilnya, kata Amran, mulai terlihat adanya penurunan harga meski belum signifikan.
“Yang terpenting adalah kita operasi pasar besar-besaran. Kemarin itu kita buka, kemarin kita ada 4.000 titik seluruh Indonesia, 7.282 kecamatan seluruh Indonesia. Sehingga alhamdulillah ini sudah ada penurunan harga, tetapi kita ingin lebih rendah lagi,” paparnya.
Fakta bahwa harga beras premium masih tinggi menunjukkan bahwa kebijakan operasi pasar belum sepenuhnya efektif menekan gejolak harga.
Kondisi ini sekaligus memperlihatkan bahwa intervensi pemerintah di hilir belum mampu menyelesaikan akar persoalan.
Lebih jauh, Amran memastikan bahwa lonjakan harga beras yang terjadi sejak beberapa waktu lalu disebabkan oleh praktik anomali.
Pernyataan ini sekaligus membantah bahwa kenaikan harga komoditas primer itu bukan karena minimnya produksi.
Ia memberi contoh soal minyak goreng; meskipun Indonesia adalah salah satu produsen terbesar di dunia, harganya tetap bisa naik.
Begitu pula dengan ayam dan telur, padahal Indonesia sudah swasembada bahkan ekspor, tetapi tetap saja harganya bisa bergerak naik.
Amran menyebutkan bahwa kenaikan harga beras kali ini bukan karena produksi yang kurang, melainkan karena adanya anomali atau kejanggalan di pasar.
“Ada yang mengatakan bahwasannya ini produksi kurang. Terus bagaimana dengan minyak goreng? Aku tanya, minyak goreng adalah kita produksi terbesar dunia, kenapa naik? Ayam, telur kenapa naik? Kita sudah swasembada, kita ekspor, artinya ini ada anomali,” ucapnya.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah tidak tinggal diam.
Amran menyebut salah satu langkah yang dilakukan adalah operasi pasar secara besar-besaran.
Operasi pasar ini difokuskan pada daerah-daerah yang harga berasnya paling tinggi.
Ia menyebut langkah tersebut bukan hanya dilakukan oleh Kementerian Pertanian, tetapi juga melibatkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) hingga Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“Anomali ini kita perbaiki bersama. Caranya memperbaiki kalau khusus beras, itu kita operasi pasar besar-besaran. Kemudian kita fokus pada daerah yang harganya tinggi. Itu dilakukan oleh Bapanas, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian,” lanjut Amran.
Beras Oplosan dan Ciri-Cirinya
Ahli Teknologi Industri Pertanian, IPB University, Profesor Tajuddin Bantacut, menuturkan, secara harfiah, beras oplosan berarti beras yang dicampur dengan bahan lain.
“Jadi, oplos itu tidak selalu bermakna negatif, seharusnya demikian, tetapi dalam konteks bahasa kita, artinya negatif,” ujar Tajuddin saat dihubungi Kompas.com, Minggu (12/7/2025).
Ia membeberkan tiga jenis pencampuran (oplos) dalam konteks beras yang memiliki makna berbeda. Pertama, beras campur (mixed rice).
Dalam hal ini, beras dicampur dengan bahan atau jenis karbohidrat lain, seperti jagung, hingga menghasilkan produk bernama beras jagung.
“Jadi, walau tanpa menggunakan beras, hanya gilingan kasar jagung, bisa disebut dengan beras jagung karena digunakan untuk ditanak dan dimakan,” jelas dia.
Jenis beras oplosan selanjutnya adalah campuran beberapa jenis beras (blended rice).
Istilah ini merujuk pada beras yang dicampur dengan jenis beras lain.
Meski demikian, orientasinya tidak buruk karena bertujuan memperbaiki kualitas beras.
Contohnya, jenis beras jasmin yang dihasilkan dari campuran beras dan menir jasmin untuk mendapatkan aroma dan tekstur lebih baik daripada beras biasa.
“Atau beras rojolele, beras pandan wangi. Ya karena mahal, teksturnya, aromanya, rasanya bagus. Maka ditambahkan menirnya ke beras yang biasa sehinga teksturnya masih bagus, sesuai dengan keinginan,” jelas Tajuddin.
“Nah, ini tidak menurunkan kualitas ya, tapi dia menjadi special rice. Yang mungkin dipersoalkan sekarang adalah beras yang dipalsukan,” sambung dia.
Terakhir, ada jenis beras oplosan atau beras yang dipalsukan merujuk pada beras yang dicampur dengan bahan lain, yang tidak seharusnya ada dalam beras asli.
Misalnya, beras plastik yang juga sempat ramai dibicarakan beberapa tahun lalu, atau jenis beras berkualitas rendah, yang seharusnya tidak diklaim dengan mutu baik pada kemasannya.
“Itu disebut dengan oplosan. Diklaim, tetapi ditambahkan bahan lain atau bahan atau beras dengan kualitas yang lebih rendah, tapi diklaim dengan kualitas yang baik,” ungkap dia.
Menurut Tajuddin, beras yang dipalsukan seharusnya terlihat secara kasat mata. Ciri-ciri beras oplosan dapat dilihat dari warna, bau, dan teksturnya.
Ia tidak menjelaskan secara rinci warna, bau, dan tekstur beras oplosan. Namun, seharusnya, kata Tajuddin, tiga hal ini kontras terlihat dibandingkan beras asli.
“Setelah kita beli, buka di rumah, ya kemudian diperiksa kan secara visual warnanya, setelah dimasak terlihat teksturnya, kemudian ada baunya kan, baru dicuci mungkin ada yang mengambang atau ada yang terasa tidak seperti beras,” jelas Tajuddin.
Beras seharusnya berbau normal, tidak menyengat. Warnanya juga putih natural, bukan putih terang atau terlau putih.
Jika menemukan beras yang dicampur dengan bahan lain (bukan beras), lalu penulisan keterangan pada kemasan tidak sesuai dengan kualitas beras yang didapat, beras tersebut bahkan dapat dikatakan penipuan.
“Bukan disebut oplosan, tetapi dia adalah pemalsuan atau penipuan,” tegasnya.
Opsi Lebih lanjut, perbedaan beras asli dan beras oplosan bisa dilihat dari lama penyimpanan beras di rumah. Beras asli seharusnya tidak tahan disimpan berbulan-bulan tanpa mengundang kutu beras.
Meski penyimpanannya sesuai standar di dalam wadah kedap udara, kutu beras tetap akan muncul. Sebaliknya, beras oplosan dapat disimpan berbulan-bulan tanpa menimbulkan kutu beras. Bahkan, nasi dari beras oplosan tahan basi hingga tiga hari.
“Kalau saya sarankan ke masyarakat, mulai sekarang, jangan (beli) beras yang terlalu putih karena beras yang masih biasa, masih mengandung dedak, terdapat nutrisi-nutrisi yang bagus untuk makanan baik, seperti yang dilakukan di negara-negara maju,“ pungkas dia.
Berita Selanjutnya Modus Oknum ASN Otaki Penjualan Beras Oplosan 15 Ton, Dicampur Menir
Pria 62 Tahun Dibegal saat Menengok Ladangnya di Lamtim, Alami Luka Bacok |
![]() |
---|
Alasan Desy Yanthi Utami, Anggota DPRD Kota Bogor Bolos Kerja Selama 6 Bulan |
![]() |
---|
Guru dan Relawan Posyandu Akan Dapat MBG, Presiden Prabowo Sudah Setuju |
![]() |
---|
Ijazah Gibran Disoal, Jokowi Ungkap Alasan Sekolahkan Sang Putra ke Singapura |
![]() |
---|
Motif Penikaman Kakak Adik hingga Tewas di Kudus, Polisi Mendalaminya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.