Ditahan di Rutan KPK, Setya Novanto Ajukan Perlindungan Hukum ke Presiden Jokowi
Ditahan di Rutan KPK, Ketua DPR RI Setya Novanto mengatakan, dirinya mengajukan surat perlindungan kepada Presiden RI Joko Widodo.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Ditahan di Rutan KPK, Ketua DPR RI Setya Novanto mengatakan, dirinya mengajukan surat perlindungan kepada Presiden RI Joko Widodo, Kapolri dan Kejaksaan Agung.
Baca: Menggunakan Kursi Roda, Setya Novanto Dipindahkan dari RSCM ke Rutan KPK
Baca: Dulu Mantap Berhijab, Kini Cynthiara Alona Tak Malu-malu Umbar Bagian Ini
Hal tersebut disampaikan Novanto saat keluar dari gedung KPK, usai menjalani pemeriksaan awal oleh KPK, Senin (20/11/2017).
Tidak hanya kepada Presiden, Novanto juga mengajukan perlindungan kepada pimpinan lembaga penegak hukum.
"Saya sudah melakukan langkah-langkah, dari mulai melakukan SPDP di kepolisian dan mengajukan surat kepada perlindungan hukum kepada Presiden, maupun kepada Kapolri, Kejaksaan Agung dan saya sudah pernah praperadilan," kata Novanto.
Pada Rabu (19/11/2017) malam, KPK memindahkan Novanto dari RSCM. Penindahan tersebut untuk menahan Novanto di rutan KPK.
Seperti diketahui, status Novanto memang sudah menjadi tahanan KPK. Penahanan Novanto dimulai sejak 17 November 2017 hingga 6 Desember 2017.
KPK langsung melakukan pembantaran penahanan karena Novanto harus dirawat di RSCM pasca-kecelakaan yang dia alami.
Baca: Juventus Kalah dari Sampdoria 2-3
Novanto sebelumnya mengalami kecelakaan mobil di kawasan Permata Hijau, Kamis (19/11/2017). Mobil yang ditumpangi Novanto menabrak tiang listrik.
Saat itu, Novanto tengah menuju ke studio salah satu stasiun televisi swasta untuk melakukan siaran langsung. Setelah melangsungkan siaran langsung, Novanto yang tengah diburu lembaga antirasuah berencana mendatangi KPK untuk memberikan keterangan.
Adapun KPK memburu Novanto setelah yang bersangkutan berkali-kali tak memenuhi panggilan KPK, baik sebagai saksi maupun tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.
Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. (*)