Cara Unik Atasi Kelangkaan Air: Memanen Air di Udara

Ilmuwan Australia menciptakan teknologi baru untuk mengatasi krisis air di dunia dengan menggunakan gel silika.

Editor: Yoso Muliawan
Yusuf Wahil/AFP
Rohana, salah satu pengumpul air di Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Teknologi baru dalam menangani krisis air ini diciptakan oleh seorang ilmuwan Australia.

Teknologi tersebut kemudian menjadi finalis dalam kompetisi berskala internasional, XPRIZE.

Behdad Moghtaderi, ahli teknik kimia dari Universitas Newcastle, menjelaskan, konsep dasarnya adalah menciptakan pengembunan dengan bantuan energi panas matahari.

Setelah itu, proses pendinginan dilakukan untuk mendapatkan air layak minum.

"Langkah pertama adalah menyerap air pada malam hari dengan menggunakan bahan pengering," kata Moghtaderi dilansir dari kompas.com, Rabu (28/3/2018).

"Kemudian, menggunakan energi matahari pada siang hari untuk menghasilkan udara panas dan lembap yang bisa didinginkan," sambungnya.

"Semakin panas suhu udaranya, akan semakin banyak air yang tertahan di udara. Dan apabila kita mendinginkan udara panas itu, kita akan mendapatkan air," ujarnya lagi.

Proses yang dilakukan peneliti ini berbeda dengan siklus pengembunan yang biasa terjadi. 

"Kandungan air di atmosfer biasanya terbentuk karena siklus pendinginan, di mana ada proses pendinginan udara hingga suhu tertentu sampai terjadi pengembunan. Kami merekayasa proses tersebut," jelas Moghtaderi.

Bahan pengering yang digunakan tim Moghtaderi tersebut sama dengan pengering pada gel silika di kotak sepatu yang membuat sepatu tidak diserang jamur.

Profesor Moghtaderi dan timnya akan terus berusaha mewujudkan ide tersebut dan memastikan air minum bersih untuk semua, meskipun tidak menang dalam kompetisi.

Para ahli juga berkata bahwa teknologi tersebut ramah lingkungan dan dapat bekerja di mana saja, khususnya di negara berkembang. Serta, tidak tergantung dengan kondisi iklim.

"Tidak ada bahan yang mahal dan penelitian tersebut benar-benar hasil dari pengamatan bagaimana udara menahan air, perubahan suhu yang terjadi, dan bagaimana menemukan metode berdasarkan data yang diketahui," papar Elham Doroodchi, salah satu anggota penelitian.

Sementara itu, salah satu anggota panitia kompetisi XPRIZE menyatakan, di atmosfer terdapat lebih dari 3.000 triliun cadangan air yang belum terserap. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan air manusia di dunia selama satu tahun.

Sebagai catatan, tim Hydro Harvest Operation pimpinan Moghtaderi merupakan satu-satunya wakil dari Australia yang mencapai babak final kompetisi XPRIZE yang akan diadakan pada Agustus 2018.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved