Menangis di Sidang BLBI, Petambak Udang Tulangbawang Minta Jangan Di-bully Lagi

Empat petambak udang Dipasena dihadirkan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (26/7).

Editor: Yoso Muliawan
Antara/Wahyu Putro A
Terdakwa kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI, Syafruddin Tumenggung, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (26/7). Sidang ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan 10 saksi. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Empat petambak udang dari Bumi Dipasena Utama, Tulang Bawang, Lampung, dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Keempatnya adalah Tugiyo, Lasim, Towilun, dan Yusuf. Mereka menjadi saksi kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Tugiyo, salah satu petambak udang Dipasena, mengaku datang bersama tiga petambak lainnya ke Pengadilan Tipikor dengan biaya sendiri. Ia berada di Jakarta sejak Rabu (25/7/2018) dan menginap di rumah salah satu dari mereka di Jakarta.

Menurut Tugiyo, setelah hubungan kerja sama mereka terputus dengan PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) pada tahun 1999, kehidupannya beserta 7.000 petambak lain menjadi lebih baik. Mereka menjadi petambak mandiri.

"(Berangkat ke Jakarta) nggak (dibiayai KPK). Biaya sendiri," kata Tugiyo. "Ini (mobil SUV warna hitam merek Pajero Sport) juga hasil dari tambak (salah satu dari mereka)," imbuh Tugiyo yang menumpangi Pajero Sport menuju lokasi sidang.

Tugiyo bersaksi bareng Lasim, Towilun, dan Yusuf untuk terdakwa Syafruddin Tumenggung. Dalam sidang, Towilun yang menjadi petambak udang Dipasena dalam naungan PT DCD sejak tahun 1995 menyatakan tak terima para petambak disebut masih berutang kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Utang itu disebut sebesar Rp 135 juta per petambak.

BDNI, yang merupakan perusahaan induk PT DCD, tutup pada tahun 1999. Penyebabnya adalah krisis moneter. Pada tahun 1998, BDNI sempat menjadi salah satu penerima dana BLBI. Sejak tahun 1999, hak tagih utang BDNI diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Indonesia (BPPN).

Dengan suara bergetar, Towilun meminta seluruh pengunjung sidang untuk tidak menilai para petambak masih memiliki utang kepada pemerintah, dalam hal ini BPPN. Ia menjelaskan, hasil jual udang para petambak sejak tahun 1995 sampai 1999 telah menutupi utang mereka yang saat itu Rp 135 juta per petambak.

Towilun mengaku seluruh petambak menandatangani akad kredit Rp 135 juta. Dalam faktur yang diterima dari PT DCD, ia mengaku telah melunasi utang setidaknya Rp 181 juta ke PT DCD.

Towilun bahkan menyebut nilai jual udang ke PT DCD dari saksi lainnya lebih dari itu. Saksi Yusuf, misalnya, menyerahkan udang ke PT DCD bernilai Rp 373 juta. Lalu saksi Lasim, Rp 285 juta

"Mohon sekali. Tolonglah kami, petambak ini, jangan di-bully (dirundung) terus. Kami sudah jadi korban. Kami tetap dibilang punya utang, punya utang. Utang dari mana?" tukas Towilun dengan suara bergetar sambil mengusap air mata dalam persidangan.

(Tribun Network/gta/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved