Tribun Lampung Selatan
Petani di Lampung Selatan Pertanyakan Rencana Impor Jagung
Petani jagung di kabupaten Lampung Selatan mempertanyakan rencana pemerintah yang akan membuka kran impor jagung sebanyak 100 ribu ton.
Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Reny Fitriani
Laporan Wartawan Tribun Lampung Dedi Sutomo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMSEL – Petani jagung di kabupaten Lampung Selatan mempertanyakan rencana pemerintah yang akan membuka kran impor jagung sebanyak 100 ribu ton.
Petani mempertanyakan alasan yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuka kran import tersebut. Pasalnya berdasarkan penjelasan Kementerian Pertanian sendiri produksi jagung secara nasional dalam 5 tahun terakhir rata-rata meningkat 12,4 persen.
Baca: Selasa 6 November 2018 Sebagian Besar Wilayah Lampung Bakal Diguyur Hujan
Artinya pada tahun 2018 ini produksi diprediksi mencapai 30 ton pipilan kering (PK). Ini juga didukung oleh data luas panen yang rata-rata meningkat 11 persen.
Sementara dari sisi kebutuhan, kebutuhan jagung pada tahun ini diperkirakan sebesar 15,5 juta ton PK. Terdiri dari pakan ternak sebanyak 7,76 ton PK, peternakan mandiri 2,25 ton PK dan benih 120 ribu ton PK serta industri pakan 4,76 ton PK. Dengan asumsi tersebut Indonesia masih surplus sebesar 12,98 ton PK.
“Inilah yang kita belum bisa memahami. Kita surplus jagung besar, tetapi pemerintah justru ingin membuka kran import jagung,” kata ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lampung Selatan Amin Syamsudin kepada tribun, senin (5/11).
Alasan naiknya harga jagung yang mencapai Rp. 5.300 juga dinilai petani bukanlah alasan yang tepat. Karena, menurut Amin, saat ini untuk di Lampung, khususnya di Lampung Selatan sendiri tidak ada petani yang akan panen. Karena belum melakukan tanam.
“Kalau untuk harga saat ini memang ditingkat petani mencapai Rp. 4.000 perkilogram untuk kualitas kekeringan yang bagus. Tapi kan petani juga tidak menikmati itu. Karena mereka tidak memiliki jagung, petani belum tanam,” terang dirinya.
Amin khawatir dibukanya kran import jagung ini nantinya akan berimbas pada penurunan harga jagung ditingkat petani pada titik terendah pada saat panen. Karena memasuki bulan November ini, sebagian petani sudah mulai melakukan tanam.
“Penurunan harga ditingkat petani yang tajam pada saat panen ini yang kita khawatirnya. Biasanya kalau sudah dibuka kran import turunnya akan jauh. Ini akan sangat merugikan petani. Petani tidak lagi bisa menikmati hasil dari jerih payahnya,” ujar Amin.
Ia pun meminta pemerintah benar-benar memberikan keberpihakan pada petani. Karena kebijakan-kebijakan yang kurang berpihak, akan kian membuat petani di Indonesia makin terjepit. Ini tentu berbanding terbalik pada usaha meningkatkan kesejahteraan petani.
“Kalau pemerintah terus mengeluarkan kebijakan yang bisa membuat disparitas penurunan harga jomblang pada tingkat petani saat panen. Petani kita makin lama akan makin tenggelam,” tandasnya.(dedi/tribunlampung)