Gugurkan Kandungan karena Ingin Lanjutkan Sekolah
Remaja berusia 19 tahun berinisial Y, harus berurusan dengan polisi karena melakukan aborsi.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID-Remaja berusia 19 tahun berinisial Y, harus berurusan dengan polisi karena melakukan aborsi.
Y nekat menggugurkan janin bayi berusia enam bulan, hanya karena ingin terus melanjutkan sekolah.
Perbuatan biadab itu melibatkan empat tersangka lain, yakni JD (ayah Y), J (pacar Y), serta RMJ dan SP yang membantu Y melakukan aborsi. Keempat tersangka kini meringkuk di tahanan Mapolsek Pacet, Cianjur, Jawa Barat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tribun, praktik aborsi dilakukan di Villa Cipendawa No 8 A, Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kamis (19/9/2013).
Keempat tersangka, Y, JD, SP, dan RMJ, ditangkap di villa tersebut. Sedangkan J diringkus ketika sedang bekerja di sebuah perusahaan.
J (20) berencana menggugurkan kandungan Y, setelah mengetahui pacarnya itu hamil. J mengaku hendak bertanggung jawab atas perbuatannya, namun Y menolak lantaran masih ingin melanjutkan sekolah.
"Keinginan Y melanjutkan sekolah karena tinggal tujuh bulan lagi lulus sekolah. Padahal, keluarganya juga ingin kami berdua menikah, tapi Y tetap ingin melanjutkan sekolah," ungkap J, Minggu (22/9/2013).
Lantas, J mengamini keinginan Y untuk menggugurkan kandungan. Ia menyanggupi untuk membiayai proses aborsi.
"Awalnya, orangtua Y minta uang Rp 7 juta untuk biaya itu (aborsi). Tapi, saya tidak punya uang sebesar itu. Saya hanya memberikan uang Rp 2 juta," aku J sambil mengaku menyesal menyetujui pengguguran bayi yang dikandung Y.
SP (19), wanita yang masih kerabat Y mengatakan, permintaan aborsi datang dari JD dan atas keinginan Y.
"Saya hanya memertemukan RMJ dengan Y yang ingin menggugurkan kandungan. Sebab, saya tahu RMJ merupakan perawat dan pernah saya bantu beberapa waktu lalu. Karena itu dia mau membantu saya," jelas SP.
Untuk memuluskan praktik aborsi, SP mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 juta. Uang itu berasal dari JD yang digunakan untuk membeli peralatan medis dan obat-obatan.
"Saya sangat menyesal karena awalnya hanya ingin menolong," ujar SP sambil menangis.
RMJ mengaku baru pertama kali membantu melakukan proses aborsi. Ia juga bersedia membantu praktik aborsi, sebagai balas budi terhadap SP, yang pernah membantunya menyelesaikan sebuah masalah.
"Saya hanya berniat membantu saja, karena itu saya tidak memasang tarif. Yang saya tahu praktik aborsi ini disetujui dan sepengetahuan pihak keluarga," tutur RMJ yang mengaku memiliki pengetahuan tentang kedokteran dan medis, dari sekolah di akademi keperawatan.
RMJ pun sempat bekerja di salah satu rumah sakit milik pemerintah di Kabupaten Cianjur, pada 2007.