Tragedi Berdarah di Paris

Di Tengah Berondongan Peluru, Pelayan Cantik Ini Tolong Korban Serangan

Jasmine El Youssi (20), mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri untuk menemani seorang wanita yang mengalami luka tembak,

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PARIS - Seorang wanita yang bekerja sebagai pelayan di sebuah kafe, yang menjadi salah satu lokasi serangan teroris di Paris, Perancis, bertindak berani dengan menyelamatkan korban, meskipun nyawa taruhannya.

Jasmine El Youssi (20), mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri untuk menemani seorang wanita yang mengalami luka tembak, setelah tempat kerjanya diberondong hingga 30 peluru oleh seorang pelaku serangan.

Dia kemudian membawa para korban keluar dengan hati-hati. Meskipun, ia menyadari bisa saja dirinya menjadi korban seperti yang lain.

"Saya lebih memilih saya yang meninggal, daripada membiarkan mereka meninggal," ujarnya, seperti dikutip dari Dailymail, Jumat (20/11/2015).

"Saya tahu bagaimana rasanya sendirian, dan saya tidak bisa hidup dengan mengetahui bahwa saya tidak mencoba untuk membantu mereka. Saya tidak ingin mereka (korban) merasa telah ditinggalkan," katanya.

Dari sebuah rekaman CCTV yang dipasang di kafe tempat Youssi bekerja, terlihat wanita berambut keriting itu bersembunyi di bawah meja bar, sambil berusaha menghentikan pendarahan seorang korban.

Sementara itu, pelaku penembakan terlihat sekitar beberapa kaki dari Youssi, tengah memburu korban lainnya.

Youssi menceritakan, saat penyerang yang teridentifikasi bernama Salah Abdeslam, mulai menembaki tempat kerjanya, ia segera menarik rekan kerjanya, Samsir, untuk bersembunyi di balik meja bar.

Rekannya kemudian menyelinap turun ke ruang bawah tanah melalui tangga yang berada di dekat dapur kafe.

Tak beberapa lama, seorang wanita yang mengalami luka tembak, masuk dan melompat ke arah tempat Youssi bersembunyi.

Pendarahan yang dialami wanita itu sangat hebat, dan Youssi segera membantunya, dengan memapah kepalanya.

Wanita keturunan Maroko dan Aljazair itu mengatakan, "Yang saya tahu, saya hanya bersembunyi, dan sepanjang waktu, saya berdoa berharap itu berhenti. Saya kira serangan itu berlangsung selama 20 detik. Tetapi bagi saya, waktu itu seperti berlangsung selama satu atau dua menit," katanya.

"Sepupu saya, pelayan lainnya, menyelamatkan diri dengan turun ke ruang bawah tanah. Dan saya melihat seorang perempuan yang terluka. Ia bernama Lucille, dan dia berlari ke arahku. Saya ingin melindunginya. Dia terluka di lengannya. Dia menangis dan mengatakan bahwa pacarnya di luar dan, jujur saat itu, saya mengira ia akan meninggal dunia," ujarnya.

"Dia sangat ketakutan, dan ia terluka, saya bisa saja meninggalkannya. Tetapi saya tidak bisa melakukan itu, dia berusia sekitar 25 tahun, dan dia mengalami pendarahan hebat. Ketika saya membawanya untuk berlindung, dia mengatakan tidak bisa merasakan tangannya," katanya.

Setelah membawa Lucille dan pelanggan kafenya ke ruang bawah tanah untuk bersembunyi, Youssi kembali keluar untuk melihat apakah ia bisa menyelamatkan korban lainnya.

Beberapa menit setelah Abdeslam dan kaki tangannya melarikan diri, Youssi pergi melihat ke luar, dan melihat tumpukan mayat bergelimpangan di jalan.

"Saya pergi keluar tetapi terlambat, mereka telah ditembak. Seorang wanita terlihat sekarat, dan tiga dari mereka telah tewas. Saya melihat dia menatapku. Saya memegang tangannya selama satu detik, namun ia kemudian meninggal," katanya.

Aissa Feredj, seorang penata bunga yang membuka toko tepat di depan Youssi bekerja, memberikan kesaksian kepahlawanan yang ditunjukkan Youssi.

Ia mengatakan wanita yang baru bekerja selama satu bulan di kafe itu adalah orang yang sangat berani. "Dia sangat berani. Dia adalah orang pertama yang keluar dari restoran, dan menyeberang jalan dan pergi untuk melihat wanita yang meninggal di kafe lainnya untuk mengatakan, jangan khawatir, jangan panik."

"Dan kemudian menghampiri wanita lain yang terluka hingga mengembuskan napas terakhirnya."

Youssi, memiliki latar belakang etnis yang sama dengan pelaku serangan. Meski demikian, ia mengecam perbuatan pelaku serangan.

"Mereka mati ketika mereka ingin hidup. Mereka tewas hanya karena ingin menikmati musik, bir bersama dengan teman-teman mereka, atau karena mereka berjalan-jalan di jalan yang salah. Semua orang saat ini meratapi mereka yang meninggal" katanya.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved