Kasus Bullying di Lampung, Anak TK Rebut Bekal Temannya lalu Diinjak-injak
Dia sama dua teman laki-laki lainnya langsung memakan bekal anak saya itu. Setelah lauknya tinggal tulang baru dikasihkan lagi.
BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Para orangtua diminta waspada. Bullying di sekolah meningkat. Tersebar merata di semua jenjang. Para orangtua harus cermat melakukan pengawasan, jangan sampai anaknya menjadi korban atau pelaku bullying.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, secara nasional kasus kekerasan dan bullying di sekolah, terutama anak menjadi pelaku justru meningkat. Secara umum, tindak kekerasan terhadap anak 2015 menurun sebesar 25 persen (3.820 kasus) dibanding 2014 (5.066 kasus).
Akan tetapi, lanjut dia, kasus pelanggaran anak di bidang pendidikan justru naik 4 persen dari 461 kasus di 2014 menjadi 478 di 2015. Bahkan, anak yang jadi pelaku bullying di sekolah meningkat drastis menjadi 39 persen di 2015.
Di Lampung, kasus bullying bahkan terjadi di kalangan murid Taman Kanak-kanak (TK). Seperti yang diungkapkan seorang wali murid sebuah TK swasta di wilayah Natar, Jumat (22/1). Wali murid itu mengatakan, pada Selasa (19/1) dirinya membekali anak perempuannya. Namun semua bekalnya itu direbut lalu dihabiskan temannya pada jam istirahat.
"Ada murid laki-laki yang mengambil kotak bekal anak saya. Dia sama dua teman laki-laki lainnya langsung memakan bekal anak saya itu. Setelah lauknya tinggal tulang baru dikasihkan lagi. Ketika itu ibu gurunya cuma bilang, 'Mbak itu tadi nasi anaknya dimakan sama teman-temannya'. Kata anak saya, gurunya nggak tahu pas bekalnya direbut," ujarnya.
Lain waktu, lanjut karyawan swasta ini, si murid laki-laki yang sama mengambil uang saku anaknya. Pernah juga, kata dia, tanpa sebab apapun anaknya didorong sampai jatuh. Selain itu, bekal anaknya juga pernah diambil paksa lalu ditumpahkan ke tanah setelah itu diinjak-injak.
Anwar, seorang guru madrasah ibtidaiyah (setingkat SD) mengakui banyaknya kasus bullying yang terjadi di sekolah. Di antara yang sering terjadi, kata dia, adalah membuat julukan yang bersifat ejekan. Kemudian kasus lainnya adalah mengerjai dengan mencuri barang teman dan pemalakan.
"Kalau ada kasus seperti itu biasanya anak bersangkutan dipanggil. Ada catatan di buku kasusnya. Bila kasusnya sudah sangat besar maka pihak sekolah akan memanggil orangtua murid tersebut," katanya.
Guru Bimbingan Konseling (BK) SMP, Sugino mengatakan, perilaku bullying yang terjadi utamanya di tingkat SMP biasanya didasari oleh ego dari anak itu sendiri. Dalam fase ini, anak yang sudah memasuki masa remaja cenderung ingin menonjolkan dirinya.
Dalam menyikapi hal tersebut, lanjut dia, pihak sekolah dalam hal ini guru selalu melakukan pembinaan dengan melakukan pendekatan personal kepada anak tersebut. Pendekatan tersebut dilakukan dengan mengedepankan rasa kasih sayang sehingga anak/murid dapat memahami apakah yang dia lakukan tersebut benar atau salah.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Lampung Hery Suliyanto mengimbau kepada seluruh sekolah untuk menerapkan pendidikan terintegrasi. "Jadi bukan saja guru di sekolah yang berperan mencerdaskan anak bangsa, tetapi peran orangtua dan masyarakat juga mempengaruhi perkembangan anak," katanya, Sabtu (23/1).
Selain itu, Hery mengatakan perlunya peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menyaring tayangan-tayangan televisi yang berdampak buruk bagi anak. Sebab, kata Heri, film atau tayangan televisi memilik pengaruh yang kuat terhadap anak.
"Banyak kasus awal kenakalan anak karena menonton (mencontoh apa yang dilihat) televisi. Seharusnya porsi seperti kekerasan, cerita anak yang melawan orangtuanya itu harus dikurangi. Sehingga kenakalan anak itu bisa dihindari sedini mungkin," ujarnya.
Kabid Dikmenti Disdik Lampung Teguh Irianto berharap para guru bisa berperan menjadi pengganti orangtua ketika di sekolah, bukan sebatas mengajar saja. "Nanti kami akan adakan pelatihan untuk memotivasi guru agar berperan sebagai orangtua di sekolah sehingga kasus bullying ini berkurang," katanya. (tpj/byu/cr1/nas)