Aksi Kekerasan Sarirejo di Medan, Panglima TNI Minta Maaf

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meminta maaf kepada warga Sarirejo, Medan, dan dua jurnalis korban penganiayaan yang dilakukan oknum TNI AU

Editor: soni
Kompas.com
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (4/8/2016). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meminta maaf kepada warga Sarirejo, Medan, dan dua jurnalis korban penganiayaan yang dilakukan oleh oknum TNI Angkatan Udara dari Lanud Suwondo, Medan, pada Senin (15/8/2016).

"Saya mohon maaf atas perbuatan yang kurang menyenangkan dari prajurit-prajurit saya. Saya sudah membentuk tim investigasi. Nanti tim ini yang akan menyampaikan apa yang terjadi. Sekarang tim sedang bekerja," kata Panglima TNI seusai penyematan tanda jasa kepada 78 perwira tinggi TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (18/8/2016), seperti dikutip Antara.

Bagi TNI, lanjut Gatot, tak ada pelanggaran yang tidak dihukum. Namun, hukuman harus berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan.

Tanah yang menjadi sengketa antara warga Sarirejo, Medan, itu akan dibangun rumah prajurit yang ditargetkan tahun 2016 selesai.

"Secara hukum tanah yang akan dibangun itu milik negara yang dikelola oleh TNI, dalam hal ini TNI AU," katanya.

Sementara itu, Markas Besar TNI Angkatan Udara akan memberikan sanksi tegas kepada prajuritnya yang terbukti melakukan penganiayaan terhadap warga saat bentrok.

"Proses penyelidikan untuk mengetahui siapa-siapa saja, baik masyarakat maupun prajurit TNI AU yang terbukti bersalah, sehingga akan mempermudah proses hukum selanjutnya," kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Jemi Trisonjaya.

Menurut dia, TNI AU tidak akan menutup-nutupi kesalahan prajuritnya. Bila memang terbukti bersalah, dipastikan prajurit TNI AU yang terlibat bentrok dengan warga di Medan pasti akan dikenai sanksi tegas sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Tindakan ini mengindikasikan tidak ada prajurit TNI AU yang kebal hukum. Artinya, semua prajurit TNI AU memiliki kedudukan yang sama di mata hukum," ujar Jemi.

Ia menjelaskan, peristiwa bentrokan berawal saat ada yang memprovokasi warga bahwa TNI AU akan menggusur tanah warga. Padahal, kata dia, sebenarnya tidak ada keterkaitan dengan rencana pembangunan rusun untuk prajurit di tanah yang tidak ada penduduknya.

Kemudian, kata dia, warga terprovokasi dengan menggelar aksi menutup akses jalan dengan cara membakar ban dan kayu.

Melihat kondisi tersebut, lanjut dia, prajurit TNI AU yang bertugas melaksanakan pengamanan aset negara berupa tanah seluas 5,6 hektar di Sarirejo segera mengambil tindakan persuasif dengan mematikan api dan meminta warga untuk mundur.

Pada saat prajurit TNI AU meminta warga untuk menjauh dari lokasi, terjadilah aksi saling dorong antara para prajurit TNI AU dan warga.

Saat itulah, kata dia, salah seorang warga melakukan aksi pelemparan batu ke arah prajurit TNI AU sehingga mengenai kepala Kopda Wiwin.

"TNI AU sangat prihatin dengan peristiwa ini karena semestinya untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah digunakan jalur hukum, bukan dengan melakukan aksi demonstrasi menutup akses jalan umum. Selain berpotensi anarkistis, aksi menutup jalan juga mengganggu ketertiban dan hak masyarakat untuk menggunakan jalan umum," katanya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved