Tak Mau Mengemis, Istri Tetap Bekerja Meski Hidup di Gerobak dengan Suami Lumpuh

Kalau lagi tanjakan, saya capek banget. Kalau saya berhenti jalan, gerobaknya jatuh, nanti bapak juga jatuh.

Rangga Baskoro
Zaenal saat dibopong petugas Dinas Sosial DKI Jakarta ke Rumah Sakit Budhi Asih untuk mendapat perawatan yang lebih intensif. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Kesetiaan seorang istri tergambar dari sosok Nur Eliati (50).

Perempuan yang mencari uang dengan cara memulung ini membawa serta suaminya, Zaenal Abidin (56), di dalam gerobak sembari ia mengais-ngais sampah dan rongsokan di pinggir jalan.

"Selalu saya bawa, kalau ditinggal di kontrakan saudara, saya tidak enak hati," ujar Eli, sapaan akrab Nur Eliati, kepada Warta Kota saat ditemui di Rumah Sakit Budhi Asih, Cawang, Jakarta Timur, Minggu (2/10).

Zaenal terbaring dan tak berdaya sejak sakit 5 bulan yang lalu. Kondisi itu membuat Zaenal tidak bisa membantu istrinya mencari sesuap nasi. Dia tak bisa berjalan, seperti lumpuh.

"Jangankan berdiri, posisi duduk saja sudah nggak bisa lagi," ucapnya sambil menitikkan air mata.

Sebelum sakit, Zaenal bekerja sebagai petugas kebersihan yang diupah sebesar Rp 450.000 per bulan.

Sedangkan Eli berjualan minuman di sekitar Terminal Rawamangun, Jakarta Timur. Namun setelah suaminya terbaring lemah, Eli memutuskan untuk hidup sebagai manusia gerobak.

"Dulu (sebelum sakit), masih bisa bayar kontrakan yang harganya Rp 400.000 per bulan.

Walaupun gaji Bapak hanya sisa Rp 50.000 saja, tapi saya juga masih bisa bantu-bantu," kata Eli.

Barang dagangan yang menjadi modal usaha, terpaksa dijual demi pengobatan suaminya.

Perlahan, penghasilannya yang semakin berkurang membuat dia memilih untuk hidup dan tidur di pinggir jalan. Hal tersebut dimulainya sejak 4 tahun yang lalu.

"(Zaenal) Sakitnya sih dari 5 bulan lalu, terus mulai memulung.

Lama-lama kesehatan bapak menurun. Saya pun nggak tega ngeliat Bapak tidur di pinggir jalan dengan kondisi sakit seperti itu, tapi bagaimana lagi? Saya nggak mampu membayar kontrakan lagi sejak bapak sakit," tuturnya.

Eli yang kemudian menghabiskan modal terakhirnya untuk membuat gerobak, mencari rongsokan dan bekas botol minuman di sekitar area Jatinegara, Otista, Kampung Melayu, dan Pedati.

"Satu kilogram botol bekas, dapat upah Rp 6.000. Sehari biasanya dapat Rp 40.000-Rp 70.000. Tergantung dari seberapa kuat saya bisa mencari rongsokan sambil membawa bapak di dalam gerobak," ujar Eli. Cuaca Jakarta yang panas dan terik tidak membuat dirinya berhenti mencari rezeki.

Dirinya menolak untuk menjadi pengemis, walaupun terkadang harus berjibaku mengangkut beban berat di gerobak.

"Kalau lagi tanjakan, saya capek banget. Kalau saya berhenti jalan, gerobaknya jatuh, nanti bapak juga jatuh. Jadi sering sekali saya maksain buat angkut bapak. Saya capek, tapi saya nggak mau ngemis selama masih bisa nyari uang dengan keringat saya," tuturnya.

Lokasi tersebut juga menjadi tempat tinggal mereka berdua. Eli baru berhenti bekerja di malam hari saat lokasi yang ia pilih untuk menjadi tempatnya bernaung sementara waktu mulai ditutup.

"Yang penting tidur enggak kehujanan, biasanya di mini market Otista. Malem-malem kalau tokonya mau tutup, saya taruh bapak di sana untuk tidur," ucap Eli.

Hal tersebut menjadi titik balik bagi pasangan yang tidak memiliki anak ini.

Berasal dari kepedulian para pengunjung mini market itu, seorang warga yang tersentuh terhadap kondisi Zaenal, akhirnya menceritakan hal tersebut kepada Dinas Sosial (Dinsos).

"Sebelum dilaporkan warga, banyak yang ngasih sumbangan. Lalu, lama kelamaan petugas Dinsos datang, terus membawa bapak berobat ke Puskesmas. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah," katanya sambil tersedu.

Zaenal ditemukan petugas Dinsos DKI Jakarta pada Jumat (30/9) malam. Petugas langsung membawanya ke Puskesmas Jatinegara lalu dirujuk ke Rumah Sakit Budhi Asih untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Kondisi Zaenal saat dikunjungi Warta Kota, mulai membaik. Ia terbaring lemas bersama selang infus yang dipasang di tangan sebelah kiri.

"Baik, Alhamdulillah," ucap Zaenal singkat.

Kendati demikian, menurut Eli, Zaenal tidak lagi bisa mengunyah makanan.
Zaenal dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang lembut.

Begitulah cerita pasangan suami istri yang hidup sebagai manusia gerobak. Eli tetap setia mendampingi Zaenal di situasi yang teramat sulit baginya. (m8)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved