Ketua Dewan Adat Dayak: Atasi Gejolak Pilkada, Mari Kembali ke Sumpah Pemuda

tTdak ada jalan lain kecuali pemerintah dan masyarakat seluruh Indonesia menghidupkan kembali Sumpah Pemuda.

Editor: Andi Asmadi
ISTIMEWA
Alexander Bumbun, Ketua Bidang Pemuda dan Mahasiswa Majelis Dewan Adat Dayak Nasional. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Gejolak yang mewarnai pilkada di beberapa daerah yang mengancam keutuhan dan persatuan Indonesia sebagai sebuah bangsa, harus dikembalikan kepada akar pendirian negara ini yakni Sumpah Pemuda.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali pemerintah dan masyarakat seluruh Indonesia menghidupkan kembali Sumpah Pemuda yang menyepakati Indonesia sebagai tanah air yang satu, bangsa yang satu dan bahasa yang satu.

Demikian ditegaskan oleh Ketua Bidang Pemuda dan Mahasiswa Majelis Dewan Adat Dayak Nasional Alexander Bumbun kepada media di Jakarta, Kamis (27/10/2016).

Pernyataan itu diungkapkannya terkait keprihatinan yang muncul akibat berbagai ancaman perpecahan muncul karena berbagai kepentingan kelompok menjadi prioritas dibanding kepentingan negara, bangsa dan tanah air.

Ditengarai, berbagai macam gejolak yang mengancam keutuhan dan persatuan Indonesia itu terjadi karena bahasa budaya yang digunakan tidaklah sama.

Dikesampingkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan virus yang memicu perang antar budaya di Indonesia.

Dijelaskan Bumbun, isi Sumpah Pemuda sudah terdegradasi karena berbagai kepentingan kelompok yang pada akhirnya menempatkan persatuan dan kesatuan NKRI terancam.

Mereka yang tinggal di Indonesia memang hidup di tanah air yang sama. Namun, meski mengaku sebagai bangsa Indonesia yang utuh, perlu dipertanyakan lagi dalam konteks Sumpah Pemuda karena masing-masing kelompok bermain dalam tataran budayanya sendiri-sendiri.

“Situasi yang buruk ini bisa terjadi karena bahasa Indonesia sudah bukan lagi bahasa persatuan. Bagaimana mungkin, Indonesia tetap menjadi bahasa persatuan jika ternyata budaya yang dibawa dalam kepentingan adalah budaya bangsa lain dan bahkan menggunakan bahasa lain. Bahasa Indonesia adalah bahasa budaya Indonesia dan yang merasa tinggal di Indonesia hendaknya menanggalkan budaya yang bukan miliknya. Jika ingin seperti itu, ya tinggallah di tempat dari mana budaya itu berasal,” ujarnya.

Menurut Bumbun, bangsa Indonesia diajarkan berkomunikasi dengan sopan dan santun. Pantun yang oleh Bumbun diterjemahkan dari kata sopan dan santun, merupakan bentuk nyata sikap saling menghormati, menghargai dan toleransi antar warga masyarakat yang terwujud dalam tradisi berkomunikasi (tutur kata) dan berperilaku.

“Tutur kata dalam pantun sudah jelas santun dan tidak ada kata makian, kebengisan atau kebencian. Selalu ada upaya memperhalus kata-kata dengan berpantun itu agar tetap sopan dalam bersikap dan santun dalam tutur kata. Jadi marilah kita sama-sama memelihara dan memegang teguh sumpah yang telah diucapkan oleh para leluhur kita demi NKRI. Kita yang sekarang hidup ini hanya sekadar menerima warisan dan sudah menjadi kewajiban memelihara warisan,” ujar Bumbun.(rls)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved