Pemerintah Hapus Ujian Nasional, Kelulusan Siswa Akan Ditentukan Hal Ini
Hal itu menyusul rencana penghentian sementara atau moratorium ujian nasional (UN) mulai 2017.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, masyarakat tak perlu khawatir adanya perbedaan standar ujian kelulusan, jika pelaksanaannya diberikan kepada pemerintah daerah.
Hal itu menyusul rencana penghentian sementara atau moratorium ujian nasional (UN) mulai 2017.
Kemendikbud akan menyerahkan pelaksanaan ujian kelulusan kepada pemerintah daerah.
Untuk tingkat sekolah dasar (SD), pelaksanaan ujian kelulusan akan diberikan kepada pemerintah kota/kabupaten.
Sementara, ujian kelulusan bagi sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) dilakukan pemerintah provinsi.
Muhadjir Effendy mengatakan, Kemendikbud bersama Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) akan merumuskan standardisasi kelulusan.
"Sama, nanti itu semua standar nasional, jadi tidak ada perbedaan," ujar Muhadjir Effendy, di Gedung D Kemendikbud, Jakarta, Jumat (25/11/2016).
Standardisasi ujian kelulusan akan berlaku untuk seluruh mata pelajaran.
Dengan demikian, kualitas siswa dapat ditentukan tidak hanya dari mata pelajaran tertentu.
"Keseluruhan pembelajaran akan kami evaluasi, sehingga tidak ada reduksi. Jadi, semua yang diajarkan harus dievaluasi secara total, tapi semuanya akan ditetapkan standarnya oleh BNSP," kata Muhadjir.
Selain itu, Kemendikbud akan berperan dalam pengawasan dan pengendalian pelaksanaan ujian.
Moratorium ujian nasional (UN) dilakukan untuk memenuhi putusan Mahkamah Agung pada 2009.
Putusan itu memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2007.
Dalam putusan itu, pemerintah diperintahkan meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi di seluruh Indonesia.
Kualitas guru serta sarana dan prasarana yang memadai, diperlukan bagi pelaksanaan UN.
Menurut Muhadjir, UN kini tak lagi menentukan kelulusan, tetapi lebih berfungsi untuk memetakan kondisi pendidikan.
Hasilnya, baru 30 persen sekolah memenuhi standar nasional.
(Dimas Jarot Bayu)