Berita Video Tribun Lampung
(VIDEO) Dugaan Korupsi Proyek Bandara, Mantan Kadishub Lampung Dituntut 7 Tahun Penjara
"Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun," ujar jaksa Muhammad Akbar, saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Penulis: wakos reza gautama | Editor: Ridwan Hardiansyah
Laporan Reporter Tribun Lampung Wakos Gautama
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Mantan Kepala Dinas Perhubungan Lampung Albar Hasan Tanjung dituntut tujuh tahun penjara.
Jaksa penuntut umum Sidrotul Akbar dan Muhammad Akbar menyatakan, Albar terbukti melakukan korupsi proyek land clearing Bandara Radin Inten II Lampung Selatan (Lamsel).
Menurut Sidrotul, Albar terbukti melakukan korupsi sebagaimana didakwa dalam dakwaan primer pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun," ujar jaksa Muhammad Akbar, saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (14/12/2016).
Jaksa juga menuntut Albar membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Dalam tuntutannya, jaksa tidak menuntut Albar membayar uang pengganti kerugian negara.
Itu karena Albar tidak menikmati uang korupsi sebesar Rp 4,5 miliar.
Menurut Sidrotul Akbar, uang hasil korupsi mengalir ke orang lain, yaitu Budi Rahmadi dan oknum Brimob Sulaiman.
Namun, Sulaiman sampai saat ini tidak menjadi tersangka
Albar Hasan Tanjung tidak terima dengan tuntutan jaksa, yang menuntutnya tujuh tahun penjara.
Albar merasa tidak bersalah dalam kasus korupsi land clearing Bandara Radin Inten II Lamsel.
Menurut Albar, tidak ada saksi yang menyebut namanya terlibat saat persidangan.
"Kalau kalian ikuti persidangan, tidak ada yang menyebut nama saya," ujar Albar Hasan Tanjung, usai persidangan.
Bahkan, Albar menilai tidak ada kerugian negara dalam perkara tersebut.
Albar mendasarkan pada keterangan ahli dari Universitas Gajah Mada, Agus Taufik.
Menurut Albar, ahli menyatakan tidak ada kerugian negara karena pengerjaan sudah sesuai volume.
"Kerugian negara itu berdasarkan hitungan BPKP, yang datanya dari penyidik. Ini kasus pesanan!" tegas Albar Hasan Tanjung.
Tetapi saat ditanyakan siapa orang yang memesan kasus tersebut, Albar mengaku tidak tahu.