Kekasih Briptu Ridho, Korban Bom Kampung Melayu, Rasakan Firasat Ini Usai Teleponan

Ridho dan Aulia sudah menjalin kisah asmara cukup lama. Ridho merupakan lulusan SMK Penerbangan Dirgantara Curug, Tangerang, tahun 2014.

Editor: taryono
Tribun Lampung/Perdiansyah
Pemakaman Briptu Ridho Setiawan 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID-Tangis Aulia pecah saat tiba di rumah duka kekasihnya, Brigadir Dua Polisi Ridho Setiawan, yang menjadi salah satu korban meninggal bom Kampung Melayu.

Gugur saat sedang bertugas, Ridho pun dinaikkan pangkatnya menjadi Brigadir Satu Polisi (Briptu) Anumerta.

Aulia yang mengenakan pakaian dan kerudung hitam serta masker terlihat tengah dirangkul oleh beberapa teman Ridho yang juga hadir di rumah duka di Perumahan Dasana Indah, Kelapa Dua, Tangerang, Kamis (25/5). Namun, ia tampak tegar saat diwawancarai awak media.

Aulia mengaku sempat mendapatkan firasat kepergian kekasihnya itu.

Keduanya merencanakan untuk bertemu pada Kamis. "Kemarin (Rabu) rencanain, besok kamu kerja enggak," ujar Aulia menirukan pertanyaan Ridho.

Kekasih Bripda Ridho Setiawan, salah satu korban bom Kampung Melayu saat diyemui di rumah duka di Perumahan Dasana Indah, Kelapa Dua, Tangerang, Kamis (25/5/2107).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)
Kekasih Bripda Ridho Setiawan, salah satu korban bom Kampung Melayu saat ditemui di rumah duka di Perumahan Dasana Indah, Kelapa Dua, Tangerang, Kamis (25/5/2107).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra) ()

Ridho juga mengabari bahwa dirinya tak bertugas pada hari Kamis. Namun, Aulia harus masuk kerja sekitar pukul 12.00 WIB. "Giliran kamu libur, aku kerja," kata Aulia menirukan keluhan Ridho.

Aulia menuturkan, keduanya sempat lama membicarakan soal rencana pertemuan tersebut. Ridho, kata dia, berencana untuk mengajak Aulia ke angkringan.

Baca: 15 Menit Sebelum Ledakan Kampung Melayu, Briptu Gilang Sempat WA-an dengan Kekasihnya, Ini Isinya

"Sudahlah enggak usah direncanain nanti enggak jadi, kata aku. Kata dia, direncanailah biar jadi. Aku balas lagi, sudahlah enggak usah diomongin sekarang, bagaimana besok aja," tuturnya.

Aulia mengatakan, entah mengapa dirinya mendapat firasat tidak enak dari percakapan tersebut.

Ridho dan Aulia sudah menjalin kisah asmara cukup lama. Ridho merupakan lulusan SMK Penerbangan Dirgantara Curug, Tangerang, tahun 2014.

Sedangkan Aulia merupakan adik kelasnya. Keduanya sudah menjalin hubungan sejak Aulia masih duduk di bangku SMP.

Menurutnya, Ridho sudah sejak lama mendambakan profesi sebagai polisi. "Dia sempat disuruh keluarganya untuk lanjut sekolah penerbangan. Tapi dia maunya jadi polisi. Ya sudah sama keluarga didukung aja," tutur Aulia.

Keduanya sempat saling kontak sebelum peristiwa bom terjadi. Ridho saat itu mengabari Aulia bahwa dirinya mendapat tugas menjaga pawai obor mulai pukul 21.00 WIB, Rabu (24/5).

Setelah peristiwa terjadi, Aulia dihubungi oleh seorang teman Ridho, yang mengabarkan bahwa ponsel Ridho tak bisa dihubungi.

Ia pun mencoba menghubungi Ridho berkali-kali namun gagal. Pesan BBM dan WhatsApp yang dikirim pun tak sampai.

Hingga kemudian kabar duka datang dari kakak Ridho, Risa. Sekitar pukul 03.00 WIB, Risa mengabari bahwa Ridho menjadi salah satu korban bom Kampung Melayu.

Namun, saat itu Aulia belum mengetahui kondisi Ridho. Kamis pagi, barulah ia mendapat kabar bahwa kekasihnya sudah tiada. Kabar ini membuat Aulia syok.

Saat ia dalam perjalanan menuju rumah duka, rombongan yang mengiringi jenazah Ridho sudah dalam perjalanan menuju tempat pemakaman keluarga di Lampung Tengah.

"Aku di jalan telepon kakaknya (Risa), ternyata mereka sudah di jalan. Kamu enggak usah ikut nanti orang tua kamu nyariin," tuturnya.

"Padahal aku ingin banget ketemu. Ingin lihat untuk terkahir kalinya," ucap Aulia.

 Isak Tangis

Isak tangis pecah tatkala peti jenazah Brigadir Satu Polisi (Anumerta) Ridho Setiawan, yang berselimutkan bendera merah putih diturunkan dan dibawa masuk ke dalam rumah duka di Kampung Negeri Katon, Kecamatan Selagai Lingga, Lampung Tengah.

Suara tangisan keluarga dan tetangga Ridho semakin kencang ketika tutup peti jenazah dibuka sesaat agar keluarga bisa menyaksikan wajah almarhum untuk terakhir kalinya.

Jenazah Ridho tiba di rumah duka Kamis (25/5) pukul 17.30 WIB, dengan diantar menggunakan mobil ambulans Polda Metro Jaya. Kedatangan rombongan yang mengantarkan jenazah Ridho disambut isak tangis keluarga dan sanak keluarga.

Baca: Jadi Korban Bom Kampung Melayu, 3 Polisi Ini Gagal Lunasi Janji ke Orang Terkasih

Ridho merupakan satu dari tiga personel Polri yang meninggal akibat aksi dua pelaku bom bunuh diri di kawasan Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5) malam. Teror ini juga melukai tujuh personel Polri lainnya dan lima warga sipil.

Aksi bom bunuh diri pertama terjadi pada pukul 21.00 WIB di dekat halte bus Trans-Jakarta. Lima menit berselang ledakan kembali terjadi, tepatnya di dekat toilet Terminal Kampung Melayu.

"Ledakan kedua sumbernya berasal dari lokasi yang berjarak sekitar 10 meter dari TKP pertama," kata Kepala Divisi Humas Polri Ijen Setyo Wasisto. Kepolisian menyatakan pelaku menggunakan bom panci.

Kedatangan jenazah Ridho disambut dengan upacara militer yang dipimpin Wakapolda Lampung Brigadir Jendral Bonifasius Tampoi. Turut hadir Direktur Sabhara Polda Metro Jaya Kombes Slamet Hadi. Setelah itu Ridho dimakamkan di pemakaman keluarga yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumah duka.

Ibunda almarhum, Kofifah, mengaku sangat terkejut dengan kepergiaan anak laki-laki satu-satunya tersebut. Bungsu dari tiga bersaudara tersebut menurut Khofifah merupakan anak yang baik dan ramah.

"Kalau saya dan bapak tidak ada firasat apa-apa sebelumnya. Hanya saja memang pada hari itu (ketika kejadian), almarhum seperti bermalas-malasan. Terus ketika mau berangkat kerja juga seperti ogah-ogahan," ucap Khofifah di lokasi pemakaman, Kamis.

Menurut Siti, Ridho dikenal sebagai sosok yang baik dan penurut. Siti yang selalu bersama Ridho sejak kecil merasa kehilangan sosok keponakannya. "Orangnya baik, nggak banyak tingkah, dari kecil dia sama saya. Januari terakhir ketemu dia," isak Siti Fatimah.

Ayah Ridho, Gunawan, mengaku tidak menyangka anaknya menjadi korban tewas bom bunuh diri di Kampung Melayu. Sesaat setelah ledakan bom terjadi, Gunawan mengakui menelepon anaknya untuk menanyakan tentang aksi teror tersebut.

Namun, telepon Gunawan tak mendapat respons. Meski begitu, ia mengaku tak mencemaskan keberadaan Ridho.

"Tidak ada kabar sebelumnya. Ketika mendengar berita ada bom, saya telepon dia, tapi tidak diangkat, saya mengiranya Ridho sudah tidur. Setelah itu, kabar baru kita ketahui setelah rumah kami didatangi oleh oleh kepolisian," kata Gunawan, Kamis petang. Para polisi kemudian membawa Gunawan ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati Jakarta.

Setelah dibawa ke kamar jenazah di rumah sakit milik polri itu, Gunawan diperlihatkan jasad anaknya. Ia lantas memastikan jasad yang sudah terbujur tersebut adalah anak bungsunya.

Gunawan menyatakan sangat bangga kepada sang anak. Menurutnya, anaknya gugur dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Terakhir kali Gunawan bertemu anak bungsunya tersebut pada Rabu sore.

"Saya sangat mengutuk perbuatan yang biadab ini, dan juga saya mengingatkan kepada anggota Polri yang lainnya untuk meningkatkan kewaspadaan," tegas Gunawan.

Ia pun berharap kejadian yang dialami oleh anaknya, tidak terulang kepada anggota Polri lainnya.

Sementara itu bibi almarhum, Siti Fatimah mengaku sudah memiliki firasat sebelumnya. Sekitar pukul 10 malam, Siti dan suaminya sempat mendengar suara ledakan seperti bom.

"Waktu mau tidur sempat bunyi 'duum' kayak bom, suami saya nanya suara apa itu, saya bilang itu suara bom. Lalu kami tidur. Setelah itu jam tiga subuh (Kamis 25/5) baru dapat kabar kalau Ridho sudah nggak ada," kata Siti di rumah duka di Desa Negeri Katon RT 1 RW 2, Kecamatan Selagai Lingga, Lampung Tengah, Kamis (25/5).

Menurut Siti, Ridho dikenal sebagai sosok yang baik dan penurut. Siti yang selalu bersama Ridho sejak kecil merasa kehilangan sosok keponakannya. "Orangnya baik, nggak banyak tingkah, dari kecil dia sama saya. Januari terakhir ketemu dia," isak Siti Fatimah.

Siti juga mengutuk keras tindakan pengeboman yang dilakukan pelaku yang menewaskan Ridho dan beberapa rekannya.

"Tolonglah berhenti ngebom orang yang tidak berdosa seperti ini. Sakit rasanya kami yang ditinggalkan," ungkapnya.

Siti Fatimah, kerabat Ridho, mengaku sempat tak percaya ketika mendapat kabar bahwa keponakannya menjadi korban bom bunuh diri.

Ia mengatakan, keluarga diberi tahu tentang kepergian Ridho sekitar pukul 03.00 WIB, Kamis.

"Kami sekeluarga sama sekali tidak ada firasat apa-apa (tentang Ridho), dan terkejut ketika mendengar ada ledakan bom di Jakarta. Mala itu belum ada kabar bahwa salah satu korbannya adalah Ridho. Kami baru dapat kabar sekitar pukul 03.00 WIB," kata Fatimah sambil terus menyeka air matanya.

Berduka

Sementara Bupati Lamteng Mustafa, yang mengunjungi rumah duka, menyatakan turut berduka. Ia berharap, tidak ada lagi aksi teror yang mengakibatkan seseorang berpisah dengan orang yang ditinggalkannya.

"Kita semua turut berduka cita. Ini adalah kesedihan kita semua. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. Menjelang bulan suci Ramadan ini kita sangat menyesalkan dengan aksi bom bunuh diri yang menodai. Mudah-mudahan ini segera terungkap, dan jaringan yang dianggap sebagai pelaku dapat ditangkap," terang Mustafa. Pada kesempatan itu, Mustafa juga memberikan santunan kepada keluarga Ridho.

Menanggapi kasus bom bunuh diri, Mustafa mengajak masyarakat Lampung Tengah untuk mendahulukan berpikir dengan berkepala dingin. Ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh tindakan yang dapat memecah belah persatuan.

Wakapolda Lampung Brigjen Bonifasius Tampoi, yang memimpin upacara pemakaman secara militer, mengatakan, Ridho dinaikkan pangkatnya menjadi Briptu Anumerta atas jasa-jasanya.

Boni, sapaan akrabnya, juga mengingatkan jajarannya untuk meningkatkan kewaspadaan dan keamanan saat menjalankam tugasnya.

Mirip Bom Cicendo

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, ada kemiripan antara bom yang meledak di Kampung Melayu, dengan bom panci di Cicendo, Kota Bandung, akhir Februari lalu.

Pada kedua peristiwa itu, pelaku sama-sama menggunakan panci sebagai wadah bom dan gotri sebagai penambah daya ledak.

"Barang bukti yang ditemukan ada beberapa kesamaan dengan kejadian di Bandung beberapa waktu lalu," ujar Setyo.

Ia menambahkan, di lokasi ditemukan juga serpihan kain, lempengan alumunium, serpihan ransel, gotri, dan material yang diduga bahan rakitan bom.

Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri Kombes Awi Setiyono mengatakan, jenis bom yang digunakan pelaku sama dengan bom di Bandung. Namun, material bom di Kampung Melayu lebih lengkap. "Ini termasuk mungkin lebih sempurna dari yang kemarin," kata Awi.

Hingga kini belum dapat dipastikan apakah jenis ledakannya high atau low explosive. Saat ini serpihan material bom yang menjadi barang bukti masih diteliti di laboratorium forensik.

"Labfor yang bisa menyatakan itu (high atau low). Karena identifikasinya dari serbuk residu, itu yang akan diperiksa," kata Awi.

Selain itu, kemungkinan motif kedua peristiwa itu sama, yakni mengincar polisi. Pada teror bom di Bandung, para pelaku mengincar sejumlah tempat yang dihuni polisi, seperti Polda Jawa Barat, Polres Cianjur, pos lalu lintas di Buah Batu, dan pos polisi di Gegerkalong.

Terpisah, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Yusri Yunus mengatakan, kuat dugaan INS (31), pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu, berkaitan dengan bomber di Cicendo, yakni Agus, dan jaringan teroris yang ditangkap di Purwakarta.

Kabag Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul, mengatakan, petugas sudah berhasil mengidentifikasi dua pelaku bom bunuh diri. Keduanya adalah Ihwan dan Ahmad Sukri.

"Di (ledakan) TKP 1 pelaku bernama Ihwan, dan di TKP 2 bernama Ahmad Sukri," kata Martinus, Kamis.(val/tribunnetwork)

Berita ini telah terbit di Koran Tribun Lampung 26 Mei 2017 dengan judul "Isak Tangis Iringi Jasad Briptu Ridho"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved