Bercucuran Air Mata, Bocah SD Saksikan Jasad Ibu dan Adiknya Dimakamkan di Liang yang Sama
Jenazah Suwarni ditandu dengan menggunakan keranda mayat, sedangkan jasad Berlian dibopong...
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Air mata membanjiri prosesi pemakaman Tri Suwarni (27) dan balitanya, Berlian Hakim (1,5).
Ibu dan anak yang menjadi korban pembantaian Makrifatul Kudus (30), suami Tri Suwarni, tersebut dimakamkan dalam satu liang lahat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Margo Mulyo, Kecamatan Tegineneng, Pesawaran, Senin (17/7).
RATUSAN warga melakukan takziah di rumah duka di Desa Margo Mulyo, Kecamatan Tegineneng, Pesawaran, Senin (17/7).
Tak lama berselang, jenazah Suwarni dan Berlian disalatkan di Musala Al-hijrah yang berada tepat di rumah korban.
Suwarni dan Berlian meninggal secara tragis, Minggu (16/7). Adalah Kudus (30) yang merupakan suami dari Suwarni, yang tega menghilangkan nyawa istri dan anaknya.
Ibu dan anak itu meninggal di tempat usai dibacok oleh Kudus.
Usai disalatkan, hampir seluruh pelayat di rumah duka turut mengantarkan jenazah Suwarni dan Berlian ke TPU Desa Margo Mulyo.
Iring-iringan warga melintasi ruas jalan sejauh 2 kilometer menuju TPU.
Jenazah Suwarni ditandu dengan menggunakan keranda mayat, sedangkan jasad Berlian dibopong pihak keluarga menggunakan sepeda motor.
Kedua jenazah ibu dan anak tersebut dimakamkan di dalam satu liang. Selama prosesi pemakaman, duka mendalam terlihat di wajah putri sulung korban, Sajiah Bayati (8).
Sajiah berdiri tak jauh dari makam ibu dan adiknya. Air mata bocah yang masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD) itu, terus mengalir mengiringi prosesi pemakaman ibu dan adiknya tersebut.
Sajiah sempat dibujuk oleh sang paman, Sunarno, agar tak terlalu larut dalam duka.
Sunarno pun mengajak Sajiah untuk mendekati tempat peristirahatan terakhir Suwarni dan Berlian. Namun, sang bocah menolak ajakan sang paman.
Sajiah memang irit bicara. Ia tak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sang paman. Kendati begitu, raut wajah bocah itu menyiratkan duka mendalam.
Sementara kedua orangtua Suwarni, Sutikno (60) dan Kedah (58), tidak ikut mengantar jenazah putri dan cucunya ke liang lihat.
Keduanya tidak sanggup lagi berjalan menuju TPU, sehingga memilih tinggal di rumah duka.
"Kondisi Bapak dan Ibu lemah, mungkin masih trauma. Keduanya tidak kuat untuk berjalan. Kami yang menyarankan agar mereka menungggu saja di rumah," ujar Sunarno, kakak kandung Suwarni, di lokasi pemakaman, Senin.
Sunarno menuturkan, peristiwa tragis ini tak pernah dibayangkan sebelumnya. Mengingat sosok Suwarni selama ini yang penurut dan pendiam.
"Kami sekeluarga berdoa, semoga kepergian Suwarni dan Berlian, diterima di sisi Allah SWT," ujarnya.
Sunarno menerangkan, Suwarni merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Sutikno dan Kedah. Suwarni sudah mengarungi bahtera umah tangga bersama Kudus sekitar 10 tahun.
Namun, baru-baru ini Suwarni dan Kudus pindah untuk tinggal serumah dengan orangtuanya, di Desa Margo Mulyo, Tegineneng.
"Sebelumnya Suwarni tinggal bersama Kudus di Dusun Ogan Dua, Desa Tri Mulyo, Pesawaran, tempat kediaman orangtua Kudus. Mereka baru saja pindah ke desa kami (Desa Margo Mulyo) kurang lebih dua bulan. Anaknya Berlian Hakim juga di situ. Sedangkan putri sulungnya tinggal di rumah orangtua Kudus," paparnya.
Pasrah
Tabrin (60), orangtua Kudus, mengaku pasrah dan menyerahkan kasus pembantaian ini ke ranah hukum.
"Namanya sudah terjadi, mau tidak mau harus diterima. Kami sekeluarga harus kuat menerimanya," kata Tabrin usai menghadiri prosesi pemakaman, kemarin.
Tabrin pun membenarkan anak dan menantunya pindah rumah sekitar dua bulan lalu.
Terkait aktivitas sehari-hari Kudus, Tabrin mengutarakan tak ada yang janggal. Kudus sehari-hari bekerja sebagai buruh tani.
"Kerjaannya selama ini, ya kebon dan ke sawah," tuturnya
Di mata keluarga, sambung Tabrin, Kudus dikenal baik dan tidak banyak bicara, baik pada orangtua maupun adik-adiknya.
Tabrin mengaku belakangan ini perilaku anaknya memang sedikit berbeda. Perubahan itu terjadi setelah Kudus diajak rekannya untuk memperdalam ilmu kebatinan.
"Kalau saya menafsirkannya, ilmu yang didalami Kudus adalah belajar mendalami ilmu kebatinan," ujarnya.
Perubahan perilaku Kudus sempat direspons pihak keluarga, dengan mendatangkan ustaz untuk memberi pengobatan lewat cara rukiyah.
"Alhamdulillah rukiyah yang dilakukan sembilan kali, selama tiga malam berturut-turut. Kudus mengalami perubahan lebih baik," kata Tabrin.
Namun, perubahan itu ternyata tak berlangsung lama. Minggu kemarin, Kudus membacok istri dan anaknya hingga tewas. Tabrin menduga Kudus kembali mendapat masukan atau bisikan dari makhluk halus.
"Perbuatan Kudus melakukan hal tersebut tanpa disadarinya. Perbuatannya karena mendapat bisikan dari setan," ujar Tabrin.
Kapolsek Tegineneng Inspektur Satu (Iptu) Samsu Rizal mengatakan, polisi masih mendalami motif pembunuhan tersebut. Samsu mengatakan, pihaknya sudah mengamankan barang bukti yang dipakai Kudus untuk menghabisi istri dan anaknya.
"Polisi sudah menyita golok yang diduga digunakan pelaku dan pakaian korban," ujar Samsu kepada wartawan di rumah duka, Desa Margo Mulyo, Senin.
Samsu menerangkan, berdasar sejumlah saksi dan keterangan yang didapatkan polisi, sebelum terjadi pembantaian, Kudus dengan Suwarni sempat terlibat cekcok mulut.
Saat ini, lanjut dia, kasus pembunuhan istri dan akan ini diambil alih Polres Pesawaran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Samsu mengatakan, tersangka masih memberikan keterangan yang berubah-ubah kepada penyidik.
"Karena itulah, penyidik belum bisa menyimpulkan motif pelaku tega menghabisi istri dan anak kandungnya sendiri," pungkasnya.(mg4)