Tasripin Bocah Yang Pernah Dibantu SBY, Kondisinya Sekarang Begini
Tasripin di usianya 13 tahun waktu itu, ia terpaksa putus sekolah dan bekerja menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adik-adiknya.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID BANYUMAS - Masih ingat Tasripin bocah yang menafkahi tiga adiknya di Pesawahan Desa Gununglurah, Cilongok Banyumas?
Iya, dulu saat Tasripin usia 13 tahun diberitakan media massa kemudian mendapat banyak bantuan dan simpatik dari masyarakat Indonesia.
Kisah hidupnya yang memilukan, tahun 2013 silam membuat orang banyak menangis setelah membacanya.
Tasripin di usianya 13 tahun waktu itu, ia terpaksa putus sekolah dan bekerja menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adik-adiknya.
Ibu Tasripin telah meninggal. Sementara ayahnya bekerja di Kalimantan.
Usai kisahnya ramai diperbincangkan, bantuan untuk keluarga Tasripin mengalir silih berganti.
Presiden SBY kala itu, terenyuh dan ikut mengulurkan bantuan.
Rumah kayu reot milik keluarga itu pun langsung dipugar oleh pemerintah sehingga menjadi layak huni.
Sayang, kebahagiaan yang sempat dicicipi Tasripin dan ketiga adiknya itu hanya berlangsung sesaat.
Perhatian terhadap Tasripin dan ketiga adiknya lambat laun surut seiring dengan berakhirnya kisah Tasripin di media massa.
Tasripin yang kini berusia 16 tahun dan adik-adiknya kembali menjalani kehidupan yang memprihatinkan.
Sang ayah yang dulu sempat pulang dari perantauan kini telah menikah lagi dan tinggal terpisah dengan anak-anaknya.
Tasripin kembali harus berjuang keras untuk memberi makan ketiga adiknya. Tak banyak yang berubah
dari nasib Tasripin, kecuali kondisi tubuhnya yang berubah lebih tinggi.
Ia yang sempat putus sekolah kini telah duduk di bangku kelas 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) swasta atau setingkat SMP di desanya.
Sementara ketiga adiknya mulai beranjak besar. Riyanti (9) Dandi (10) dan Daryo (7), masih mengenyam bangku Sekolah Dasar (SD).
Tasripin menjadi ayah sekaligus ibu bagi ketiga adiknya. Ia bangun lebih pagi dari anak sepantarannya.
Tasripin harus menyiapkan menu sarapan untuk ketiga adiknya. Ia memulai aktivitasnya dengan menyalakan tungku api untuk memasak.
Ia sesekali mengucek mata karena asap api yang mengenai indera penglihatannya.
Adik perempuannya, Riyanti membantunya memotong sayuran yang dipetik dari kebun.
Sementara Dandi dan Daryo mandi di air pancuran belakang rumah sambil gojekan.
"Ini saya masak sayur daun singkong untuk dimakan bersama," kata Tasripin, Selasa (15/8/2017).
Ketiga adik Tasripin harus berangkat lebih pagi agar tak terlambat ke sekolah di seberang desa.
Ketiga bocah belia itu setiap hari harus berjuang menaklukkan jalan setapak dan membelah perbukitan untuk sampai di SD desa tetangga, berjarak 3 kilometer dari rumah.
Konsentrasi Tasripin kini harus terpecah. Ia dituntut pandai membagi waktu antara belajar di sekolah, merawat adiknya, serta mencari nafkah.
Padatnya kegiatan belajar di sekolah membuat Tasripin tak bisa bekerja fokus sebagai buruh tani, sebagaimana ia lakukan dulu.
Sementara Tasripin tak ingin putus sekolah untuk kedua kalinya demi menafkahi adik-adiknya.
Ia terpaksa memutar otak. Untung, kakaknya yang bekerja di Kalimantan meninggalkan sebuah sepeda motor butut di rumah.
Tasripin memanfaatkannya untuk bekerja paruh waktu. Di luar waktu sekolah, ia biasa menerima orderan untuk mengantar warga dengan sepeda motor.
Upah hasil mengojek itu ia pakai untuk mencukupi kebutuhan harian, termasuk memberi saku kepada ketiga adiknya.
"Saya kasih uang saku adik Rp 1000, kadang Rp 2000, dan sering tidak saya beri kalau tidak ada uang," katanya
Tasripin terbantu dapat uang saku untuk adik-adiknya jika ada tetangga desa yang menggunakan jasa ojeknya. Pendapatannya dari pekerjaan itu tak menentu.
Jika tak ada panggilan ojek, ia tetap bekerja sebagai buruh tani dan mencari rumput.
Pemasukan yang minim membuat Tasripin harus mengirit pengeluaran agar bisa bertahan hidup.
Meski telah berhemat, keuangan Tasripin seringkali bobol. Ia terpaksa berhutang ke tetangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya jika sedang tak ada uang.
Untung, kadang kala, ayahnya yang tinggal terpisah masih suka mengirimi mereka beberapa kilogram beras.
"Ayah kadang ngasih beras 3 kilogram, kadang 5 kilogram, gak tentu," katanya
Tasripin yang bercita-cita menjadi polisi berobsesi ingin menyelesaikan studinya setinggi mungkin.
Ia juga berharap adik-adiknya bisa sekolah tinggi untuk mengejar cita-cita.
Dengan cara itu, ada asa bagi mereka agar bisa keluar dari jurang kemiskinan.
Kepala MTs Pakis Pesawahan Isrodin mengatakan, Tasripin termasuk siswa berprestasi di sekolahnya.
Meski nilai akademiknya biasa, kemampuan Tasripin di luar itu cukup membanggakan.
Tasripin disebutnya siswa terampil dan cekatan. Ia tak segan membantu pekerjaan gurunya di sekolah, meski siswa lain sudah pulang ke rumah usai pembelajaran. (khoirul muzzaki)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/tasripin_20170816_084442.jpg)