Kerap Ditipu, Orang Ini Bukannya Rugi Malah Untung Besar
pria ini nyaris tidak menempuh pendidikan ini kerap ditipu orang, namun bukannya rugi, namun ia malah ..
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ada ungkapan yang bunyinya, orang pintar kalah dengan orang beruntung.
Nasib baik memang menjadi sesuatu yang luar biasa.
Hal itu bisa kita lihat di tokoh kartun Untung Angsa di komik Donal Bebek. Tokoh yang di cerita aslinya bernama Gladstone Gander ini selalu beruntung.
Di dunia nyata, ada tokoh yang juga memiliki banyak keberuntungan.
Ialah, Timothy Dexter, pria yang hidup di abad 18 di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat ini memang hidupnya senantiasa dilingkupi keberuntungan yang membuat orang terheran-heran.
Baca: Penampilan Baru Dodhy Eks Kangen Band Bikin Pangling
Bagaimana tidak, pria yang nyaris tidak menempuh pendidikan ini kerap ditipu orang, namun bukannya rugi, namun ia malah untung besar.
Ia juga disebut sebagai seorang sales yang bisa menjual apapun ke siapapun. Hal itu tak lain disebabkan nasib baiknya.
Yang membuatnya paling terkenal adalah ketika ia menjual batubara ke kota Newcastle di Inggris...yang dikenal sebagai kota pertambangan batubara terbesar saat itu. Bagaimana bisa?
Lahir pada musim dingin 1748 di keluarga petani koloni yang berusaha mencukupi kebutuhan, Timothy Dexter bertekad untuk menjadi orang besar.
Dan pada akhirnya, dia berhasil; namun bukan karena kerja keras, ataupun pendidikan, namun karena keberuntungan belaka dan ketepatan waktu.
Dia tidak pernah menyelesaikan sekolahnya karena drop out pada umur delapan tahun untuk membantu orangtuanya di lahan pertanian hingga enam tahun lamanya. Kemudian ia meninggalkan rumah untuk belajar berdagang.
Baca: Ini Bukti Bahwa Nggak Selamanya Kamar Cewek Itu Rapi
Dia tinggal di Boston selama tujuh tahun dan magang pada seorang pembuat baju kulit. Setelah dia berhasil mempelajarinya, dia mulai membangun usahanya sendiri dan menjadi seorang pembuat baju kulit.
Dengan tanpa rumah ataupun peluang dalam waktu dekat, pada malam Boston Tea Party, dia malah bertemu seorang perempuan.
Elizabeth Frothingham adalah seorang janda empat anak yang berumur lebih tua dari Dexter. Perempuan ini memiliki uang dan memiliki toko kulit yang ditinggalkan almarhum suaminya.
Segera saja Dexter menikah dengan perempuan ini dan pindah ke rumah besar miliki Elizabeth di Boston.
Di sana Dexter bekerja dan mulai menghasilkan sedikit uang. Namun dengan tetangga yang kaya raya misalnya John Hancock, sedikit uang bukanlah apa-apa.
Ingin menjadi sejajar dengan Hancock dan lebih dari sekedar penjaja kulit, Dexter bertanya pada orang di sekelilingnya tentang kesempatan berinvestasi.
Baca: Masih Ingat dengan Fidelis yang Dihukum karena Rawat Istri dengan Ganja, Ini Kabar Terbarunya
Kaum elit yang sombong di Boston menganggap Dexter sebagai seorang penipu yang buta huruf. Dengan demikian, dalam upaya untuk membuat Dexter bankrut, mereka meyakinkan Dexter untuk menginvestasikan semua miliknya di Continental Dollar Bills yang baru saja diterbitkan.
Dalam sikap naifnya, dia mengumpulkan seluruh tabungan termasuk milik istrinya dan membeli mata uang baru ini. Pada awalnya, mata uang ini terlihat tidak berharga.
Namun di akhir Revolusi Amerika, mata uang baru ini naik secara signifikan nilainya dan membuatnya menjadi jutawan.
Hal ini membuatnya mampu membeli rumah besar di tengah Newburyport yang sekarang menjadi bagian dari perpustakaan kota.
Jengkel dengan kesuksesan Dexter serta sikapnya yang kasar dan mengganggu, tetangga yang sama dikatakan terus memberikan nasehat buruk secara sengaja, mendorong Dexter menuju ke spekulasi yang berisiko tinggi dan bodoh. Dexter melakukan semua nasehat itu tanpa berpikir dua kali.
Baca: Kiper Persela Lamongan Meninggal Dunia, Biasanya Choirul Huda Minta Nasi Goreng, Kali Ini Agak Aneh
Dan, menembus segala rintangan, Dexter berhasil, membuat untung besar atas nasehat-nasehat "hebat" tetangganya.
"Mengapa kau tidak mengirim alat pemanas tempat tidur ke kepulauan Karibia?" demikianlah saran seseorang. "Dan sementara kau melakukannya, mengapa tidak kau kapalkan sekumpulan kucing?" ujar seorang yang lain, dengan nada bercanda.
Dan ketika hal itu dilakukan, sementara tempat tropis tersebut tidak membutuhkan alat pemanas apapun, sedangkan mereka membutuhkan sendok, panci dan periuk.
Jadi, barang-barang tersebut dijual sebagai perabot ke pemilik perkebunan tebu.
Untuk kucing, kucing liar yang dikumpulkan Dexter dari jalanan kota, dia berhasil menjual semuanya bersama dengan lebih dari 40 ribu panci.
Sebab saat itu di Karibia, lahan pertanian dipenuhi hama tikus dan kucing menjadi solusi yang tepat. Dan tentu dengan harga yang mahal.
Hal ini terjadi selama bertahun-tahun dan semakin bertambah hingga para tetangga Dexter, yang sekarang marah dan kesal, bahkan menyarankan, "Mengapa tidak kau coba menjual batubara ke Newcastle? Mereka sedang sangat membutuhkannya."
Hal ini tentu dengan jelas menunjukkan ejekan mereka atas ketidaktahuan Dexter, karena semua orang sadar betul bahwa Newcastle merupakan kota pusat tambang terbesar di Inggris, yang bahkan Boston mengimpor barang tambang dari sana.
Namun, Dexter tidak tahu hal ini, jadi dia mengirim pasokan batubara ke Newcastle.
Satu hal yang tidak seorangpun sadar waktu itu adalah, sementara kapal pengangkut batubara sedang berlayar menyeberangi samudera Atlantik, para penambang sedang melakukan pemogokan.
Tentu saja pengiriman batubara ini sangat diterima dan terjual dengan harga tinggi.
Namun betapapun Dexter berusaha sukses dalam setiap usahanya, orang masih menganggap kehadirannya mengerikan dan melihatnya sebagai badut yang tidak menyenangkan.
Dexter membeli sekumpulan besar properti di Newburyport dan membangun istana mewah dengan pemandangan langsung ke laut.
Dia menghiasnya dengan selera rendah dengan lebih dari 40 patung yang dibangun di halaman depan termasuk satu patung dirinya.
Di bawah patung tersebut tertulis: Aku yang pertama di timur, pertama di barat, dan filsuf terbesar di dunia barat."
Hal ini berasal dari seorang pria yang juga membangun patung Thomas Jefferson berdampingan dengan patugnya, dengan "Konstitusi Kemerdekaan" terpahat di bawahnya.
Walaupun Amerika memperjuangkan suatu revolusi untuk menyingkirkan kebangsawanan dan gelar-gelarnya, Dexter mengumumkan bahwa dia mungkin ingin dianggap "Lord."
Dia akhirnya berhasil memperoleh teman di sana-sini, namun dia mencurigari mereka melakukannya demi uang saja. jadi, dalam usaha terakhirnya untuk menguji pentingnya keberadaan dirinya, dia menggelar upacara pemakamannya.
Di sini dia memaksa istri dan anaknya untuk ambil bagian, memberi mereka instruksi yang jelas bagaimana harus bersikap selama acara. Dan acara pemakaman itu sendiri cukup megah. Lebih dari 3 ribu orang hadir, kebanyakan hanya karena penasaran.
Mereka menemukannya masih hidup setelah acara pemakaman ketika sedang mencambuki istrinya di dapur karena tidak banyak menangis. Bukannya meratapi kematiannya, Dexter menjumpai istrinya tertawa bersama para pelayat.
"Lord Dexter" meninggal tidak lama setelah upacara pemakamannya yang palsu, pada usia 59 tahun pada 26 Oktober 1806.
Namun sebelum dia mati, dia menerbitkan buku, "Acar untuk Mengenal Orang, atau Kebenaran Datar dalam Suatu Baju Tenunan Sendiri" yang terjual dalam delapan edisi.
Walaupun, pada awalnya dia memberikannya secara gratis sebagai memoar untuk mengenangnya.
Pada akhirnya, sulit dikatakan apakah Dexter seorang wirausahawan legendaris yang memainkan trik rumit atas kaum elit, atau seorang pelawak buta huruf namun sangat beruntung.(*/dari berbagai sumber)