Tangkal Hoax, Profesi Humas Perlu Wadah Independen Seperti Dewan Pers

Tangkal Hoax, Profesi Humas Perlu Wadah Independen Seperti Dewan Pers . . .

Penulis: Ana Puspita Sari | Editor: wakos reza gautama
ist
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) Suharjo Nugroho 

Laporan Reporter Tribun Lampung Ana Puspita Sari

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Profesi Hubungan Masyarakat (Humas) atau Public Relations(PR) di Indonesia butuh sebuah lembaga independen yang bertugas membina pertumbuhan dan perkembangan kehumasan nasional.

Kebutuhan ini semakin relevan dan mendesak dengan dibukanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang membuka akses terhadap tenaga kerja humas dari Asean serta merajalelanya fenomena hoax di tanah air.

Baca: Sosok ini Menyandang Status Wanita Super Tajir di Indonesia, Hartanya Wow! Rp 11 Triliun

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) Suharjo Nugroho dalam Konvensi Humas Nasional (KNH) Perhumas di Bogor.

“Wartawan punya Dewan Pers. Profesi humas yang saat ini sedang berkembang juga butuh Dewan Kehumasan yang menjadi payung dari semua wakil-wakil organisasi humas dan ahli-ahli dalam bidang kehumasan,” jelasnya dalam rilis, Senin, 4 Desember 2017.

Dengan keberadaan lembaga ini diharapkan dunia kehumasan di tanah air akan semakin maju dan membantu mengatasi beberapa permasalahan komunikasi masyarakat saat ini seperti hoax dan dampak teknologi komunikasi lainnya saat ini.

Menjelang tahun politik, Dewan Kehumasan misalnya, dapat mengeluarkan Kode Etik Profesi Kehumasan agar para praktisi humas yang terjun membela kandidat politik tertentu memiliki etika profesi yang membatasi sepak terjangnya agar tidak kebablasan.

Suharjo yang juga merupakan satu-satunya wakil Indonesia untuk Public Relations Organisation International (PROI) ini menambahkan, saat ini kode etik untuk kehumasan hanya terdapat di dalam masing-masing organisasi kehumasan dan hanya mengikat kepada anggotanya saja.

Lebih lanjut dia menegaskan, diperlukan sebuah kode etik profesi yang mengikat semua praktisi humas secara nasional tanpa terkecuali.

Baca: Disebut Suaranya Tak Semerdu Ayu Ting Ting, Via Vallen Malah Berikan Jawaban Mengagetkan

Sehingga, praktisi humas tidak menjadi spin doctor atau tukang pelintir isu yang bisa berpotensi menciptakan fake news atau hoax.

Menurutnya, Ketua Asosiasi Kehumasan Indonesia, PR Guru Indonesia, serta Kementerian Kominfo harus duduk bersama merumuskan Dewan Kehumasan.

"Demi kepentingan bangsa, saya yakin semua pihak akan mendukung agar dunia kehumasan di tanah air semakin berkembang. Dan dengan kode etik profesi humas kita juga tidak saling perang isu untuk kepentingan klien masing-masing," pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved