Kendala Petani Jeruk di Lampung Utara: Pangsa Pasar Masih Terbatas hingga Tak Getol Sortir Buah
Dua desa di Lampung Utara menjadi sentra pengembangan buah jeruk. Masing-masing Desa Ibul Jaya dan Negeri Ratu.
Penulis: anung bayuardi | Editor: Yoso Muliawan
LAPORAN REPORTER TRIBUN LAMPUNG ANUNG BAYUARDI
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KOTABUMI - Dua desa di Lampung Utara menjadi sentra pengembangan buah jeruk. Masing-masing Desa Ibul Jaya, Kecamatan Hulu Sungkai, dan Desa Negeri Ratu, Kecamatan Sungkai Utara.
Di tengah pengembangan sentra jeruk tersebut, para petaninya masih menemui kendala. Mulai dari kesulitan memasarkan hasil panen hingga hal teknis seperti penyortiran.
Wiyono, petani jeruk di Desa Ibul Jaya, mengungkapkan, area pemasaran hasil panen selama ini terbatas di desa setempat dan sekitarnya.
"Belum ada pangsa pasar yang tetap," ujarnya, Rabu (24/1/2018).
Meskipun demikian, ketika hasil panen sedang melimpah, petani bisa menjual jeruk hingga luar Lampura.
"Saya pernah kirim hasil panen ke Bandung (Jawa Barat). Harga jualnya Rp 7 ribu-8 ribu per kg," kata Wiyono.
Petani, tutur Wiyono, kini menanti pelaksanaan pelatihan dan pemberian sertifikat dari Dinas Ketahanan Pangan Lampura.
"Kalau sudah ada sertifikatnya, kami bisa lebih mudah memasarkan, karena kualitasnya bisa terjamin," ujarnya.
Kendala lainnya, jelas Wiyono, pekerja belum piawai menyortir hasil panen. Semua jeruk, beber dia, dijual tanpa dipisahkan antara ukuran besar dan kecil.
"Penyortiran ini untuk menjaga kualitas dari pemesanan," katanya.
Warga Desa Ibul Jaya memulai berkebun jeruk pada tahun 2012. Saat itu, lahannya hanya 3 hektare.
Empat tahun kemudian, ada peninjauan panen jeruk hingga petani mendapat bantuan dari bupati Lampura untuk membeli bibit jeruk.
Pada tahun 2016, luas lahan jeruk bertambah menjadi 40 ha. Lalu pertengahan tahun 2017, bertambah lagi menjadi 60 ha.
Akhir tahun 2017, ungkap Wiyono, para petani mendapat bantuan pengembangan jeruk melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional hingga luas lahan jeruk kini mencapai 110 ha.
Kepala Dinas Pertanian Lampura Sofyan menjelaskan, alasan penetapan Kecamatan Hulu Sungkai dan Sungkai Utara sebagai sentra jeruk karena petani setempat telah intensif mengembangkan jeruk.
"Petani setempat sudah mengembangkan jeruk sejak tahun 2000-an," ujarnya pekan lalu.
Di Hulu Sungkai, Sofyan mengungkapkan, areal kebun jeruk mencapai 34 ha. Sedangkan di Sungkai Utara, seluas 26 ha.
Upaya pihaknya mendongrak produktivitas panen antara lain dengan menyalurkan bantuan 30 ribu bibit jeruk untuk areal 75 ha di dua kecamatan. Bantuan itu berasal dari Kementerian Pertanian, yang bersumber dari APBN 2017.
"Selain menyulam tanaman yang lama untuk mendongrak produktivitas panen, bantuan bibit jeruk itu juga untuk memperluas areal penanaman," katanya.
Bantuan tersalur, misalnya, ke Kelompok Tani Karya Usaha di Hulu Sungkai, dengan areal penanaman 50 ha. Bantuan bibit itu berupa varietas keprok siam.
Sementara untuk Poktan Karya Bakti di Sungkai Utara, bantuan bibit berupa varietas keprok madura untuk areal penanaman 25 ha.
"Selain bibit, poktan juga menerima pupuk NPK dan pupuk organik," imbuh Sofyan.
Bisa Kuliahkan Anak
Di Desa Ibul Jaya, Kecamatan Hulu Sungkai, Lampura, banyak warga beralih mata pencaharian dengan menanam jeruk. Mereka ada yang tergabung dalam Poktan Karya Usaha dengan jumlah 23 orang.
"Di Desa Ibul Jaya, ada 5 poktan yang petaninya menanam jeruk. Mereka di bawah naungan Gapoktan (Gabungan Poktan) Gaya Bersama," kata Ketua Gapoktan Gaya Bersama, Wiyono, Rabu (23/1/2018).
Ia mengungkapkan, warga berbondong-bondong beralih menanam jeruk lantaran sudah ada warga yang melakukannya sejak tahun 1997.
Hasilnya, menurut Wiyono, perekonomian warga mulai membaik.
"Tidak sedikit warga di sini yang terdorong perekonomiannya. Bahkan, bisa untuk menyekolahkan anak sampai ke perguruan tinggi," ujarnya.