Warga Lampung Sambut Gembira MA Batalkan Biaya Pengesahan STNK Motor Rp 25 Ribu
Sebelumnya, pemilik kendaraan bermotor roda dua dan tiga ditarik Rp 25 ribu setiap kali pengesahan per tahun.
Penulis: Bayu Saputra | Editor: nashrullah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Masyarakat Kota Bandar Lampung menyambut gembira keputusan Mahkamah Agung (MA) No 12 P/HUM/2017 yang membatalkan pungutan biaya administrasi pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK).
Baca: Diduga Rebutan Penumpang, Sopir Angkot Kejar-kejaran sampai Bawa Senjata Tajam
Baca: Waspada! BPOM Sinyalir Jamu dan Kosmetik Berbahaya Banyak Beredar di Pasar Tradisional
MA membatalkan biaya administrasi pengesahan STNK yang diatur dalam lampiran Nomor E Angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) pada Kepolisian RI.
Gugatan uji materi atas hal tersebut diajukan oleh warga Pamekasan, Jawa Timur, bernama Noval Ibrohim Salim.
Dalam pertimbangan putusan pembatalan aturan itu, MA menyatakan pengenaan pungutan pengesahan STNK bertentangan dengan Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Merujuk pada pasal tersebut, pengesahan atau fotokopi oleh badan atau pejabat pemerintah seharusnya tidak boleh dikenakan biaya alias gratis.
MA juga memandang, tarif pengesahan STNK berpotensi menjadi pungutan ganda bagi masyarakat.
Hal itu dikarenakan saat bayar pajak, masyarakat sudah dipungut PNBP.
Sebelumnya, pemilik kendaraan bermotor roda dua dan tiga ditarik Rp 25 ribu setiap kali pengesahan per tahun.
Sementara pemilik kendaraan bermotor roda empat atau lebih ditarik Rp 50 ribu per pengesahan per tahun.
Warga Rajabasa Jaya, Joe Irhan mengatakan, dari awal memang dirinya tidak setuju adanya biaya pengesahan STNK tersebut.
"Biaya ini sangat memberatkan kita semua. Oleh karena itu sudah sewajarnya MA membatalkan penarikan ini," katanya kepada Tribun Lampung, Minggu (25/2/2018).
Menurut Joe, jika setelah ada keputusan ini masyarakat masih ditarik biaya pengesahan STNK maka sama saja ada pelanggaran hukum.
"Kalau hanya satu orang itu tak masalah, tapi ini ribuan orang yang harus membayar Rp 25 ribu per motor. Saya harap nggak ada lagi pungutan ini saat saya bayar pajak akhir bulan ini," harapnya.
Senada dikatakan Deni Kurniawan, warga Jalan Pangeran Antasari.
Deni pun keberatan adanya pungutan biaya pengesahan STNK.
Deni justru menilai penarikan biaya ini berpotensi menjadi pungutan liar (pungli).
"Semestinya kan kebijakan di dalam PP itu harusnya mengayomi atau pro terhadap rakyat, bukan malah membebani masyarakat," kata Deni yang akan membayar pajak pada April mendatang.
Sementara Sumarwan, warga Kemiling mengaku belum tahu ada keputusan MA yang membatalkan aturan penarikan biaya pengesahan STNK.
Bahkan, kata Sumarwan, saat dirinya membayar pajak beberapa waktu lalu tidak ada pemberitahuan dari petugas.
"Mau gimana lagi, saya sudah terlanjur bayar pajak. (Kalau tidak ada sosialisasi) ini sama saja pemerintah membodohi masyarakat," ujarnya.
Sumarwan pun mengharapkan cukup dirinya saja yang menjadi korban akibat ketidaktahuan dirinya atas adanya keputusan MA tersebut.
Berhak Menolak
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung Eko Raharjo mengatakan, masyarakat berhak menolak ketetapan yang diberlakukan pemerintah apalagi jika dinilai sangat memberatkan masyarakat.
"Memang kewenangan MA itu menguji perundang-undangan, dan ini putusan yang benar-benar memihak rakyat. Walaupun nilainya kecil, tetapi tetap ada artinya bagi rakyat," kata Eko.(*)