Tiru Taktik Gerilya Pejuang Indonesia, Viet Cong Sukses Bikin Pasukan AS Babak Belur

Viet Cong yang sangat populer dalam Perang Vietnam (1955-1975) merupakan pasukan bentukan Vietnam Utara.

Editor: Yoso Muliawan
thouhtCo
Pasukan gerilya Viet Cong 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Viet Cong yang sangat populer dalam Perang Vietnam (1955-1975) merupakan pasukan bentukan Vietnam Utara. Mereka berjuang untuk menguasai Vietnam Selatan.

Viet Cong bermarkas di perbatasan Kamboja. Dipersenjatai dengan kelengkapan yang baik. Mereka juga sangat terlatih dan punya semangat tinggi.

Pasukan ini menjadi tumpuan Vietnam Utara untuk menyerbu Vietnam Selatan, yang dibeking Amerika Serikat.

Tak salah jika pemimpin Viet Cong, Ho Chi Minh, sangat mengharapkan keberhasilan operasi pasukan ini untuk merebut kemenangan.

Pasukan yang dikonsep untuk perang darat berlanjut ini sangat memanfaatkan kondisi wilayah.

Terbagi dalam beberapa satuan dalam satu wilayah, memungkinkan mereka mengembangkan tugas dalam area yang dipercayakan.

Selain dilengkapi peralatan yang baik, pasukan ini mampu bertempur dalam wilayah yang luas.

Jika salah satu wilayah memerlukan bantuan, maka akan dikirim unit-unit kecil guna membantu wilayah tersebut.

Namun, apabila salah satu wilayah ini menerima gempuran dari musuh, maka pasukan akan terbagi dalam unit kecil.

Terakhir, mereka akan melebur dalam kehidupan rakyat hingga menjadi petani biasa layaknya rakyat Selatan yang mayoritas petani.

Konsep ini mengingatkan kita pada perang rakyat semesta yang dikembangkan TNI pascaproklamasi.

Menjadi satu dan melebur dengan rakyat adalah konsep gerilyawan Indonesia dalam menghadapi musuh.

Model inilah yang diterapkan Ho Chi Minh dalam menjalankan taktik perang gerilya.

Pernah ke Indonesia

Ho Chi Minh yang sering dipanggil "Paman Ho" pernah datang ke Indonesia pada tahun 1960-an.

Ia sangat kagum pada perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah hingga merdeka dengan kekuatan sendiri.

Dari situ pula, ia terinspirasi dengan perlawanan gerilya yang memanfaatkan rakyat sebagai kekuatan utama. Ibarat ikan dengan airnya.

Vietnam ingin mengadopsi falsafah ini. Menerapkannya dalam perjuangan pembebasan menjadi negara berdaulat.

Kekuatan asing yang membantu Selatan pulalah yang memaksa Paman Ho menerapkan taktik gerilya ala Indonesia.

Dengan memanfaatkan kesamaan medan dan masyarakat, dalam hal ini sama-sama negara tropis berbasis penduduk agraris, konsep perang gerilya pun dilaksanakan.

Paman Ho yakin pemanfaatan logistik wilayah dan dukungan rakyat akan lebih andal. Dibandingkan musuh yang masih tergantung pada dukungan logistik dari garis belakang serta tak mengenal medan.

AK-47

Awalnya, mereka dibentuk dari masyarakat Selatan yang antipemerintahan. Rekrutmen dipercayakan pada pasukan yang telah terlatih hingga terbentuk kantong-kantong perjuangan.

Dari sini tercipta kondisi yang bisa dimanfaatkan lebih lanjut, sehingga terbentuk kelompok pasukan setingkat peleton di berbagai daerah.

Peleton-peleton ini bergabung menjadi kompi, lebih besar lagi adalah brigade yang menguasai satu wilayah perjuangan.

Pada pertengahan tahun 1960, pasukan Viet Cong ini telah dilengkapi persenjataan AK-47 buatan China.

Senjata adopsi Rusia ini sangat andal dan terkenal bandel di medan laga hutan Vietnam.

Pasukan yang telah terlatih dan solid ini juga melengkapi diri dengan senjata berat, bantuan dari China dan Rusia, guna melawan helikopter AS.

Dengan persenjataan tersebut, Viet Cong bukan hanya menjadi pasukan defensif. Melainkan malah menjadi pasukan ofensif dan mengancam kedudukan pasukan AS.

Untuk menyerang kedudukan pasukan AS, Viet Cong juga menggunakan senjata berat sekelas roket propelan serta STTB (Senjata Tanpa Tolak Balik). Senjata yang dapat diurai dengan mudah ini sangat efektif dan memiliki mobilitas tinggi.

Kemampuan ini yang sangat sulit diprediksi pasukan AS, karena sekonyong-konyong Viet Cong dapat menggempur dengan dahsyat hanya dalam persiapan semalam.

Beberapa senjata primitif, semisal jebakan (booby trap) dan ranjau, adalah buatan rakyat pedesaan.

Sementara serbuk amunisi diambil dari bom udara AS yang tidak meledak.

Dari perkiraan intelijen Barat, Viet Cong mampu memanfaatkan 20 ribu ton amunisi untuk senjata rakitan serta ranjau selama perang berlangsung.

Meskipun daur ulang serbuk amunisi ini sangat berbahaya dan sering jatuh korban di pihak rakyat, tetapi korban tentara AS lebih banyak lagi.

Cukup Melukai

Viet Cong menerapkan peperangan yang sangat sederhana: tidak perlu mematikan musuh, cukup melukai saja.

Selain lebih murah dan cepat, tetapi efeknya malah lebih parah di pihak musuh.

Dengan melukai musuh, setidaknya, tiga orang pasukan menjadi un-operational, yaitu korban dan dua teman yang membawanya dengan tandu.

Apabila langsung mematikan musuh, maka musuh hanya kekurangan satu orang pasukan.

Kalkulasi yang sangat efektif dan mampu menurunkan moral serta membuat frustasi pasukan musuh, yang pada akhirnya membuat pasukan AS dan Vietnam Selatan kian babak belur.

(Agustinus Winardi)

Sumber: Intisari Online
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved