KPK Tepati Janji di Jumat 'Keramat', Cagub Maluku Utara Jadi Tersangka Korupsi
Pada Jumat (16/3/2018), KPK pun menetapkan calon Gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus, sebagai tersangka.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepati janji bahwa ada sebagian dari beberapa calon kepala daerah yang akan ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Pada Jumat (16/3/2018), KPK pun menetapkan calon Gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus, sebagai tersangka.
Baca: Google Doodle Hari Ini Ajak Kita Meneladani George Peabody, Jutawan Dermawan, Simak Kisahnya
Baca: Polisi Pastikan Penyebab Terios Hantam Pembatas Flyover MBK Murni Human Error
Baca: Meski Dituntut Hukuman Mati, Pemilik Ganja 151 Kg Sempat Menolak Didampingi Pengacara
Ahmad ditetapkan sebagai tersangka selaku Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara dan menetapkan dua tersangka yakni, AHM Bupati Kepulauan Sula 2005-2010 dan ZM selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula periode 2009-2014," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Selain Ahmad, KPK juga menetapkan Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula periode 2009-2014 sebagai tersangka.
Keduanya disangka melakukan korupsi terkait pembebasan lahan Bandara Bobong pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2009.
"Diduga pengadaan pembebasan lahan yang menggunakan APBD tahun 2009 di Kepulauan Sula adalah pengadaan fiktif," kata Saut.
Diduga, kedua tersangka membuat seolah-olah Pemkab Kepulauan Sula membeli lahan milik masyarakat.
Padahal, lahan itu milik Zainal Mus. Menurut Saut, total kerugian negara dalam kasus ini adalah Rp 3,4 miliar.
Dari total uang APBD itu, sebesar Rp 1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal.
Sementara, sebesar Rp 850 juta diduga diberikan kepada Ahmad melalui pihak lain untuk disamarkan. Kemudian, sisanya mengalir kepada pihak lain.
Saut Situmorang menjelaskan, sebelum ditangani KPK, kasus ini pernah ditangani Polda Maluku Utara, serta ada beberapa tersangka yang dipidana.
Ahmad sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara pada 2017 lalu. Namun dirinya mengajukan praperadilan dan lolos dari status tersangka.
"Sehingga Polda Maluku Utara mengeluarkan SP3 untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut sesuai keputusan praperadilan yang menyatakan penyidikan tidak sah," ujarnya.
Sejak praperadilan tersebut, KPK berkoordinasi dengan Polda untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
"Sejak saat itu, KPK berkoordinasi dengan Polda dan Kejati Maluku Utara dan membuka penyelidikan baru atas kasus itu pada Oktober 2017," jelas Saut.
Dalam kasus ini, Ahmad dan Zainal disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(*)