20 Tahun Reformasi 1998, Mengingat Soeharto yang Ditinggalkan Orang-orang Kepercayaannya

Dua puluh tahun lalu, Mei 1998, rezim Orde Baru pimpinan Soeharto tumbang.

Editor: Yoso Muliawan
ISTIMEWA
Presiden Soeharto menerima sungkem dari Ibu Tien saat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1415 Hijriah, 3 Maret 1995 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Dua puluh tahun lalu, Mei 1998, rezim Orde Baru pimpinan Soeharto tumbang.

Setelah bercokol lebih dari tiga dekade, Soeharto tanpa diduga-duga para menterinya memilih mengunduran diri pada 21 Mei 1998.

Konon, para spiritualis Jawa yang meyakini kepercayaan Kejawen, percaya bahwa wahyu keprabon telah meninggalkan Soeharto. Itu sejak kepergian sang istri, Tien, dua tahun sebelumnya pada April 1996.

Bagi penganut Kejawen, hal itu meredupkan aura kekuasaan Soeharto.

Bahkan, saat tampil di muka umum, Soeharto tampak renta, tanpa cahaya, sesekali matanya menerawang jauh.

Kekuasaan yang selama ini kokoh didudukinya kemudian melahirkan gundukan kebencian rakyat yang tak lagi merasa diayomi.

Sebuah kekeliruan juga, para petinggi Golkar berhasil membuainya, membutakan mata Soeharto.

Hingga Soeharto mengambil langkah fatal, bersedia dipilih lagi menjadi presiden keenam kalinya pada 1997.

Padahal, almarhum Dr Roeslan Abdulgani, seperti yang diceritakan kepada Sulastomo, pernah diminta Ibu Tien untuk membujuk Soeharto agar menolak jika dicalonkan lagi menjadi presiden.

Reformasi

Krisis kepemimpinan pada Mei 1998 berdampak pada internal kabinet. Rakyat menginginkan reformasi serta mendesak Soeharto mundur.

Soeharto pun membentuk Kabinet Reformasi. Namun ternyata, 14 menteri menyatakan tidak bersedia ikut.

Soeharto yang menerima kabar itu pada 20 Mei pun merasa terpukul dan ditinggalkan.

Rencananya, 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan kabinet tersebut. Berlanjut dengan melantiknya pada 22 Mei 1998.

Sekitar pukul 19.30 WIB, 20 Mei, di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, BJ Habibie sang wakil presiden menemui Soeharto untuk membahas kabinet itu.

Pembicaraan dengan pimpinan DPR/MPR RI yang meminta Soeharto mundur akan dilakukan pada 23 Mei 1998.

Sementara, Habibie berpikir bahwa Soeharto akan mundur setelah Kabinet Reformasi terbentuk.

Habibie kemudian bertanya mengenai posisinya sebagai wapres.

Soeharto lantas secara mengejutkan menjawab, "Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai presiden."

Setelah mencapai kesepakatan tentang pembentukan Kabinet Reformasi, pada pukul 22.30 WIB, Soeharto memanggil Saadillah Mursjid untuk menyiapkan segala sesuatu, karena besok ia ingin mundur.

Soeharto merasa ditinggalkan orang-orang kepercayaannya.

Kesepian menjadi teman yang menguatkan keputusan Soeharto mundur di tengah huru-hara yang pecah menyelimuti negeri.

Sumber: Kompas, Majalah Intisari edisi Mei 2007)

Penulis: Muflika Nur Fuaddah

Editor: Yoyok Prima Maulana

Sumber: Intisari Online
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved