Tatkala Soeharto Dikunjungi Mahasiswa Setahun Usai Lengser

Gelombang demonstrasi mahasiswa pada 1998 memaksa Soeharto mundur dari kursi Presiden RI.

Editor: Yoso Muliawan
Wikimedia/Creative Commons
Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran diri di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Gelombang demonstrasi mahasiswa pada 1998 memaksa Soeharto mundur dari kursi Presiden RI. Tepatnya pada 21 Mei 1998.

Setahun setelah lengser, ada sekelompok mahasiswa yang berinisiatif mendatangi Soeharto. Dan, Pak Harto menerima mereka.

Padahal, saat itu hujatan dan demonstrasi masih sangat gencar, bersamaan tibanya masa kampanye Pemilu 1999 yang multipartai itu.

Tulisan pembuka di atas dibuat FX Dimas Adityo di Intisari edisi Mei 2000. Ketika itu, Dimas adalah mahasiswa Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Tak dinyana memang, tulis Dimas, surat permohonan berjumpa Soeharto atas nama pribadi, mahasiswa bernama Hendrikusumo Dimas Febiyanto, yang dikirim pada 4 Mei 1999, begitu cepat ditanggapi.

Pukul 13.00 WIB, 10 Mei, Sekretaris Pribadi Soeharto, Letnan Kolonel (Pol) Anton Tabah memberitahu bahwa pukul 09.00 WIB esok harinya, 11 Mei 1999, Soeharto bersedia menerima kunjungan mahasiswa Jurusan Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politk (IISIP) Jakarta itu.

Selain nama penandatangan surat, diminta pula daftar nama lain yang akan ikut.

Maka, dicatatkanlah nama Subhan Lubis (juga mahasiswa IISIP Jakarta) dan Harry Sutiyoso (mantan mahasiswa yang telah menjadi karyawan swasta).

"Sedangkan nama saya, FX Dimas Adityo (mahasiswa Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi UI), tidak didaftarkan. Ini memunculkan sedikit persoalan ketika esok paginya saya ikut dalam rombongan," tutur Dimas.

"Setelah dijelaskan, antara lain, keikutsertaan saya sebagai juru foto, sekpri dan para ajudan Pak Harto bisa mengerti. Mereka pun mengizinkan saya," sambungnya.

Tegang dengan Mobil Pinjaman

Tanggapan surat yang terbilang mendadak itu, tulis Dimas, menyebabkan panik.

"Kami membahas hingga larut malam materi yang akan diperbincangkan," tulis Dimas.

Hal yang dibahas mulai dari bagaimana membawa arah dialog. Apakah perlu "pendekatan kultural" menggunakan bahasa Indonesia bercampur bahasa Jawa halus?

Juga mengenai pakaian apa yang pantas dikenakan. Akibatnya, esoknya mereka terlambat bangun.

Sumber: Intisari Online
Halaman 1/4
Tags
Soeharto
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved