Heboh AC dan Kulkas di Sel Napi Koruptor, Lapas di Lampung Ini Malah Napi Bebas Bawa PSK
Tidak hanya itu bahkan napi bebas memasukkan wanita dan PSK ke dalam lapas tanpa pemeriksaan. Jadi ada jalur-jalur khusus
Penulis: Heribertus Sulis | Editor: Heribertus Sulis
BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat publik heboh saat membongkar fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin. Meski dipenjara, para koruptor ternyata masih hidup nyaman dan enak di tahanan.
Pimpinan KPK menungkap, uang yang harus dibayar napi koruptor untuk mendapat fasilitas bak hotel itu bervariasi, antara Rp 200 juta hingga Rp 500 juta.
Besaran uang itu menyesuaikan dengan fasilitas yang diterima, seperti TV, kulkas, AC, dan sebagainya.
Baca: Sosok Ini Bongkar Kebohongan di Lapas! Setnov dan Nazaruddin Sengaja Ganti Sel Sebelum Dikunjungi
Terbongkarnya fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin ternyata hanya satu bobroknya pengelolaan lapas di Indonesia.
KPK menduga, pemberian sejumlah fasilitas mewah itu terjadi di semua lapas di Indonesia.
Setelah itu, Kemenkum HAM serentak melakukan sidak di lapas-lapas di Indonesia, termasuk di Lapas Rajabasa, Bandar Lampung.
Bebas bawa PSK
Di Lampung, kehebohan pemberian fasilitas mewah dan tak masuk akal juga terjadi di Lapas Kalianda, Lampung Selatan beberapa waktu lalu.
Baca: Intip Kamar Mewah Napi Koruptor di Lapas Sukamiskin, Lihat Videonya
Tak cuma fasilitas mewah berupa alat elektronik, Kalapas Kalianda yang saat itu dijabat Muchlis Adjie juga menyediakan layanan esek-esek.
Muchlis Adjie menjadi tersangka perantara peredaran narkoba di Lapas Kalianda yang dikendalikan oleh narapidana bernama Marzuli.
Kepala BNNP Lampung Brigjen Pol Tagam Sinaga mengungkapkan, penyidik memperoleh berbagai fakta mengejutkan setelah memeriksa Muchlis selama 6x24 jam.
Di antaranya, Muchlis memberi kelonggaran kepada napi narkoba untuk menggunakan handphone hingga membawa masuk wanita penghibur (PSK) ke dalam lapas tanpa pemeriksaan.
Dalam kasus ini, Marzuli telah ditangkap oleh Tim BNNP Lampung karena mengendalikan peredaran narkoba dalam Lapas.
Petugas menyita barang bukti 4 kilogram sabu-sabu dan 4.000 butir pil ekstasi.
Padahal saat itu Marzuli tengah menjalani hukuman pidana 8 tahun atas kasus yang sama.
Tagam mengatakan, fakta ini menunjukkan adanya sebuah kejahatan yang diatur secara terorganisir.
"Mungkin ada yang bertanya-tanya, seperti yang pernah disampaikan Kepala BNN RI Komjen Heru Winarko (peredaran narkoba ada di Lapas)," ungkapnya, Kamis (24/5).
"Ini terbukti, memasukkan narkoba dalam lapas sebanyak 4 kg dan ekstasi 4 ribu yang dikendalikan narapidana dan semua sudah kita proses dan tangani dengan baik," kata dia.
Tagam mengatakan, dari pemeriksaan juga Muchlis Adji terbukti menerima aliran dana dari Marzuli.
Saat ditanya berapa kali Kalapas terima aliran dana, Tagam mengatakan bahwa Muchlis baru tiga kali menerima aliran tersebut.
"Pokoknya tiga kali terima, nominalnya nanti lah, kami lihat mutasi rekeningnya," ujarnya.
Padahal, lanjut Tagam, Muchlis mengetahui bahwa Marzuli adalah narapidana kasus narkotika namun membebaskan Marzuli memasukkan narkotika ke dalam lapas.
"Tidak hanya itu bahkan dia (Marzuli) bebas memasukkan wanita ke dalam lapas tanpa pemeriksaan, tanpa meninggalkan KTP. Hal tersebut diketahui Muchlis. Jadi ada jalur-jalur khusus untuk Marzuli," ungkapnya.
Terpisah, Plt Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Lampung Richard L Tobing mengungkapkan.
Selain bebas memasukkan narkoba dan wanita ke lapas, Marzuli juga bebas keluar masuk lapas dengan seizin dan sepengetahuan Muchlis.
"Sudah enam kali keluar masuk, ada yang izinnya karena berobat, tapi ternyata tidak. Itu pun dengan sepengetahuan Kalapas," ujarnya.
Menurut Tagam, perlakuan spesial kalapas terhadap Marzuli terjadi setelah Muchlis dikenalkan oleh istri kalapas Kalianda sebelumnya.
"Jadi setelah Muchlis ditugaskan ke Kalianda, istri kalapas sebelumnya datang menitipkan Marzuli kepada bapak ini," ungkapnya.
Tagam menuturkan, semenjak Muchlis dan Marzuli saling mengenal, kebutuhan lapas dipenuhi oleh Marzuli.
"Jadi ada kebutuhan-kebutuhan lain di dalam lapas, Marzuli menjadi penanggung (keuangan), baik kegiatan ulang tahun, kegiatan olahraga bersama, yang mendanai Marzuli," ucapnya.
Richard membenarkan jika Marzuli kerap membantu keuangan setiap kegiatan di Lapas Kalianda.
"Memang dia ini sering membiayai kegiatan yang ada di Lapas, salah satunya pertandingan futsal antar Lapas se-Lampung yang digelar beberapa waktu lalu," tandasnya.
Pembelaan Kalapas

Di hadapan awak media, Muchlis mengaku semua bukan kehendaknya melainkan ulah kedua anak buahnya.
"Ini terjadi di luar dugaan saya, cuman ini sebenarnya tidak saya kehendaki juga karena ulah anak buah saya lah akhirnya menjerat saya seperti ini," ungkap Muchlis pelan.
Muchlis pun mengakui perbuatanya itu salah, karena selaku pimpinan seharusnya mengawasi.
"Jelas ini salah. Ini pengawasan saya karena saya selaku pimpinan harus tanggung jawa seperti itu," ungkapnya.
Saat ditanya apakah ia menerima aliran dana sebanyak tiga kali, Muchlis bergeming.
"Nanti kita lihat hasil PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)," tutupnya.
Kepala BNNP Lampung Brigjen Pol Tagam Sinaga mengatakan, pihaknya menjerat Kalapas Kalianda nonaktif Muchlis Adjie dengan pasal berlapis. Yaitu Pasal 114 dan Pasal 132 UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
"Sedangkan untuk TPPU (tindak pidana pencucian uang) masih kami dalami dan tetap berlanjut," ungkap Tagam, Kamis (24/5).
Menurut Tagam, penahanan dilakukan karena Muchlis dinilai tidak koperatif bahkan menghalangi penyidikan kasus penyelundupan 4 kg sabu dan 4.000 butir pil ekstasi ke dalam lapas.
"Jadi ketika kami meminta handphone tidak diberikan. Kami minta handphone lagi untuk kasus ini tidak diberikan, bahkan kami minta CCTV malah dirusak," katanya.
Keterlibatan sosok wanita
Kasus aliran dana transaksi narkoba yang menjerat mantan Kepala Lapas Kelas IIA Kalianda Muchlis Adjie kini memasuki babak baru.
Untuk mengetahui sejauh mana aliran dana tersebut mengalir, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung memanggil Andriani Dewi, Jumat, 29 Juni 2018.
Andriani adalah istri mantan Kalapas IIA Kalianda Gunawan Sutrisnadi, yang menjabat pada periode 2015-2017.
Gunawan sendiri saat ini menjabat sebagai Kalapas Paledang, Bogor, Jawa Barat.
Sebelumnya, Muchlis Adjie harus mendekam di hotel prodeo BNNP Lampung.
Ia terbukti menerima dana dari napi Lapas Kalianda Marzuli (38).
Marzuli mengendalikan bisnis narkoba dari dalam lapas.
Bahkan, ia mendapat fasilitas istimewa, yakni bebas keluar masuk lapas.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Muchlis Adjie, ditemukan indikasi praktik ini sudah berjalan lama.
Muchlis mengaku mengenal Marzuli melalui Andriani Dewi.
Plt Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Lampung Richard PL Tobing mengakui adanya pemanggilan Andriani Dewi untuk dimintai keterangan.
"Dalam pemeriksaan sebelumnya kan Muchlis mengaku jika Ibu Andriani yang telah memperkenalkan Marzuli dari Kalapas Gunawan ke Kalapas Muchlis Adjie.
Maka kalau kami mengamati, apa pentingnya istri seorang Kalapas memperkenalkan seorang tahanan dari Kalapas lama ke Kalapas yang baru," ungkap Richard.
Menurut Richard, perkenalan ini tak ubahnya seperti meneruskan ‘tongkat estafet’.
"Apa kepentingannya dan apa yang didapat dari memperkenalkan itu? Itu yang jadi pertanyaan," sebutnya.
Richard menuturkan, Andriani sempat tidak kooperatif dalam pemeriksaan.
Ia kerap berkelit dan tidak mengaku telah memperkenalkan dan menitipkan Marzuli kepada Muchlis.
"Tapi, pada akhirnya mengakui bahwa dia memang memperkenalkan dan menitipkan tahanan atau tersangka (Marzuli) ke Kalapas Muchlis. Sejauh ini (dalam keterangan) hanya menitipkan. Dulu sempat akan dipindah. Tapi, tidak jadi dipindah," bebernya.
Namun, lanjut Richard, Andriani mengaku yang diperkenalkan kepada Muchlis adalah orangtua Marzuli.
"Dalam pengakuannya, ia (Andriani) memperkenalkan orangtua Marzuli ke Kalapas Muchlis. Jadi orangtuanya, untuk menitipkan. Sedangkan posisi Marzuli ada di dalam lapas. Maka orangtuanya datang menghadap ke Kalapas," tuturnya.
Fakta lain juga terungkap dari kasus ini.
Ternyata, selama Gunawan menjabat sebagai Kalapas, Andriani tinggal di rumah Marzuli (38), narapidana yang mengendalikan transaksi narkoba dari dalam Lapas Kalianda.
Hal ini diungkapkan Plt Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Lampung Richard PL Tobing setelah memeriksa Andriani, Jumat, 29 Juni 2018.
"Bahkan, selama ini Ibu Gunawan (Andriani Dewi) tinggal di rumah Marzuli. Sampai ketika kejadian itu (penangkapan Marzuli dan ketiga rekannya), rumah tersebut tetap ditinggali oleh anak-ibu Gunawan. Barang-barangnya juga masih ada," ungkap Richard.