Sama Panjat Tiang Bendera, Nasib Resa Mangar Tak Seberuntung Joni yang Dapat Banyak Apresiasi
Pada peringatan 17 Agustus 2018, ada kejadian tak terduga saat pelaksaan upacara bendera di Pantai Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Pada peringatan 17 Agustus 2018, ada kejadian tak terduga saat pelaksaan upacara bendera di Pantai Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ketika itu tiba-tiba terjadi insiden tali bendera terlepas dan tersangkut di ujung tiang bendera.
Baca: Percakapan Jokowi dan Joni soal Panjat Tiang Bendera
Yohanes Ande Kala Marcal (13) alias Joni yang mengetahui hal itu langsung memanjat tiang dan memperbaikinya.
Berkat keberaniannya, Joni akhirnya mendapatkan sejumlah apresiasi.
Tak hanya apresiasi berupa uang, tetapi juga berupa kesempatan menonton pembukaan Asian Games 2018 secara langsung dan bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo dan penyanyi favoritnya Via Vallen.
Namun siapa sangka bila sebelum aksi heroik Joni tersebut, rupanya sebelumnya telah ada bocah lain yang melakukan aksi yang sama di tahun 2017.
Bocah tersebut diketahui bernama Resa Mangar, seorang bocah di kampung wilayah perbatasan NKRI, di Kota Dobo.
Viralnya aksi heroik Joni saat ini mengingatkan warga di Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku akan kisah Resa.
Baca: Beda Nasib dengan Joni, Reza Mangar Juga Panjat Tiang Bendera tapi Cuma Dapat Salaman
Menurut Karel Ridolof Labok, salah satu warga Aru melalui facebooknya aksi Joni tersebut sudah pernah dilakukan oleh Resa saat upacara HUT ke 14 Kabupaten Kepulauan Aru.
Tepatnya saat Senin 18 Desember 2017 di Lapangan Yos Sudarso, Kota Dobo, ibukota kabupaten tersebut.
"Lihat Jobi, bocah SMP di perbatasan NKRI tepatnya Provinsi NTT yang viral di seluruh media nasional karena aksi heroiknya memanjat tiang bendera hingga sang saka merah putih bisa berkibar lagi saat upacara bendera dalam rangka peringatan HUT RI ke 73 tahun 2018 kemarin,
Saya jadi teringat aksi yang sama pada oleh Resa Mangar, seorang bocah kampung di wilayah perbatasan NKRI, tepatnya di Kota Dobo," ungkap dia dilansir dari media lokal Kepulauan Maluku Lelemuku.com.

Menurut penjelasan Labok, aksi Joni dan Resa saat itu sama persis.
Dimana tali terlanjut lepas dari tangan pengibar bendera dan kedua bocah itu memanjat tiang bendera hingga ujung untuk membawa turun kembali tali yang mengaitkan bendera.
Namun ia menyayangkan bahwa nasib antara Joni dan Resa sangat jauh berbeda.
"Resa sama dengan Joni, walau hanya berbeda dalam perilaku negara pada mereka berdua," ungkapnya.
Baca: Jokowi ke Joni Pemanjat Tiang Bendera: Kamu Jauh-jauh ke Jakarta Hanya minta Sepeda?
Labok menyatakan, pada aksi kedua bocah tersebut, Joni menjadi pahlawan sang saka merah putih saat upacara dipimpin oleh Wakil Bupati Belu.
Sementara Resa menjadi pahlawan saat upacara dipimpin oleh Bupati Kepulauan Aru, Dr. Johan Gonga dan Wakilnya Muin Sugalrey.
"Joni setelah aksi heroik itu, viral di media nasional, lalu diperlakukan negara secara 'luar biasa', terbang ke Jakarta ketemu Mentri, Pangab TNI, dan Presiden, dapat beasiswa, dijamin masuk Tentara sesuai cita-cita," jelasnya.
Namun Reza, menurut Labok, hanya diperlakukan biasa saja dengan disalami oleh dua pejabat yakni Sekda Aru Sekda Aru, Drs. Moh Djumpa dan Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa, M.H. Madubun.
Setelah itu, tidak ada lagi apresiasi yang diberikan untuk Resa baik dari masyarakat di kabupaten tersebut, Provinsi Maluku, dan juga dari masyarakat Indonesia.
"Resa setelah aksi heroik, viral hanya di media sosial lokal, lalu dapat jabat tangan dari Kepala Dinas, dan diperlakukan secara 'biasa diluar'.
Tidak terdengar kabarnya lagi hingga kini, kembali ke hidupnya yang tetap miskin bersama orangtuanya, entah cita-citanya bisa tercapai atau tidak," ungkap Labok.

Untuk itu, Labok menilai bahwa perlakuan tidak adil kepada dua anak ini harus dapat disikapi.
Sebab hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial yang malah melemahkan semangat kesatuan dalam bingkai NKRI.
"Memang untuk dua bocah ini, negara harusnya hadir secara imbang," tuntut Labok.
