Warga Lampung Keluhkan Mati Lampu Sehari Byarpet Sampai 4-5 Jam

Padamnya listrik bisa memakan waktu 4-5 jam. Dan, dalam sehari, pemadaman listrik tak hanya sekali terjadi di suatu wilayah.

Tribun Lampung/Dedi
Pemadaman listrik di Lampung 

BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Warga Bandar Lampung resah dengan kondisi listrik yang kerap padam alias byarpet belakangan ini. Apalagi, tak ada kejelasan atau pengumuman kapan kebijakan pemadaman bergilir akan berakhir.

Padamnya listrik bisa memakan waktu 4-5 jam. Dan, dalam sehari, pemadaman listrik tak hanya sekali terjadi di suatu wilayah.

"Sehari bisa 2 kali mati. Waktunya sampai 4 jam," keluh Farizal, warga Kelurahan Jagabaya I, Kecamatan Way Halim, Senin (27/8).

Baca: Pemadaman Bergilir di Lampung Akibat PLTU Sebalang Terbakar Selama 4 Jam

Farizal kecewa lantaran tidak ada pemberitahuan dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengenai jadwal pemadaman bergilir, termasuk kapan byarpet akan berakhir.

"Kalau memang akan ada pemadaman, mohon informasikan supaya bisa siap-siap, misalnya nyetok air," katanya.

Lita, warga lainnya, juga merasakan pemadaman listrik hingga dua kali dalam sehari di tempat tinggalnya.

"Biasanya, padam yang pertama sampai 3 jam lamanya. Kemudian, padam yang kedua, sekitar 30 menit," ujar warga Kecamatan Sukabumi ini.

Menurut Lita, lingkungan tempat tinggalnya temasuk sering byarpet.

Dampaknya, ia sampah harus menumpang mandi ke rumah bibi di Kecamatan Sukarame saat hendak berangkat kerja.

"Kalau lagi ada gangguan apa gitu, terus pemadaman bergilir, daerah rumah saya ini sepertinya kena jatah paling banyak," keluhnya.

Yandri, warga Kecamatan Rajabasa, kecewa dengan pemadaman bergilir yang sering terjadi, sementara tarif listrik naik.

"Tarif listrik naik tiga kali lipat, tapi sebagai pelanggan tetap merasakan listrik mati," ujar Yandri.

"Rata-rata sehari sekali, dengan durasi beda-beda," sambungnya.
Kebakaran di PLTU Sebalang

Pemadaman listrik yang kerap terjadi belakangan ini merupakan dampak dari terbakarnya peralatan di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sebalang, Tarahan, Lampung Selatan, Kamis (23/8) pekan lalu.

Kebakaran itu menyebabkan beberapa komponen pembangkit mengalami kerusakan.

Hingga saat ini, PLN masih melakukan pemulihan terhadap kerusakan. PLTU Sebalang pun nonaktif untuk sementara waktu.

"Kekurangan pasokan listrik yang seharusnya didapat dari PLTU Sebalang, akan di-cover dari pembangkit lain," jelas Deputi Manajer Hukum dan Hubungan Masyarakat PT PLN (Persero) Distribusi Lampung Hendri AH melalui siaran pers, Minggu (26/8).

Hendri menjelaskan, kebakaran di PLTU Sebalang pekan lalu menyebabkan defisit daya mencapai 165 megawatt pada Waktu Beban Puncak (WBP).

Dampak berikutnya, papar dia, terjadi pengurangan beban hingga pemadaman listrik di beberapa wilayah di Lampung secara bergantian.

"Pengurangan beban merupakan langkah antisipasi agar kerusakan tidak memberi dampak lebih besar lagi," kata Hendri.

"Untuk pemenuhan kekurangan daya, kami sudah melakukan kontrak pembelian IPP (Independent Power Producer) dengan PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) Sutami untuk daya sebesar 30 MW serta PLTG New Tarahan sebesar 24 MW," sambungnya.

Adapun terkait pemulihan PLTU Sebalang, Hendri berjanji PLN akan melakukan berbagai upaya untuk mempercepat pemulihan.

"PLN saat ini melakukan mobilisasi SDM (sumber daya manusia) secara maksimal dan menggunakan peralatan dari pembangkit lain sebagai upaya percepatan pemulihan terhadap instrumen pembangkit," tandasnya. 

Lambat

Subadra Yani, Ketua YLKI Lampung mengungkapkan, pemadaman listrik bergilir yang kerap terjadi di Lampung merupakan "penyakit lama".

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung memperhatikan, jika terjadi gangguan pada sistem pembangkit, normalisasi oleh PT PLN lambat.

Sementara masyarakat membutuhkan masyarakat penjelasan yang jujur dan komperhensif dari PLN.

"Ketika terjadi pemadaman listrik, PLN hanya menyampaikan permohonan maaf karena adanya gangguan dan akan melakukan percepatan perbaikan. Namun, tidak ada kreasi baru dari PLN," jelas Subadra.

Sepengetahuan YLKI Lampung, lambatnya normalisasi saat terjadi gangguan sistem pembangkit karena transmisi masih memakai satu jalur.

"Lalu, bagaimana dengan perkembangan pembangunan transmisi, itulah yang harus PLN paparkan secara jelas kepada masyarakat Lampung," kata dia.

Jika hanya bicara soal pembangkit listrik yang baru, maka akan selalu kejar-kejaran dengan kebutuhan listrik.

"Tidak pernah akan terjadi surplus daya yang bisa mem-back up apabila terjadi gangguan sistem pembangkit," imbuhnya.

Maka, kata Subadra, alternatifnya adalah dengan bantuan daya dari sistem interkoneksi. Soal listrik, di mana-mana selalu ada sistem interkoneksi yang saling membantu dan menyuplai daya.

Karenanya, YLKI menuntut progres pembangunan transmisi saat ini sampai sejauh mana. Sebab, pembangunannya sudah hampir 11 tahun mangkrak di kawasan kebun tebu.

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved