Rumah Sakit Telat Bayar Honor Dokter Gara-gara BPJS Kesehatan Belum Bayar Klaim

Sebuah surat pemberitahuan keterlambatan pembayaran honor untuk dokter beredar

Facebook/Pundi Ferianto
Surat pemberitahuan keterlambatan pembayaran honor dokter spesialis atau dokter gigi di RS Karya Husada yang viral. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Sebuah surat pemberitahuan keterlambatan pembayaran honor untuk dokter beredar di media sosial (medsos).

Unggahan di Facebook tersebut berisi surat pemberitahuan keterlambatan pembayaran honor untuk dokter spesialis atau dokter gigi.

Tak berselang lama, unggahan tersebut pun segera viral di medsos.

Baca: 3 Aturan Baru BPJS Kesehatan Dinilai Bisa Timbulkan Konflik Antara Dokter dan Pasien

Satu di antara akun Facebook yang mengunggah surat tersebut adalah akun atas nama Direktur Rumah Sakit (RS) Karya Husada di Karawang, Pundi Ferianto.

Unggahan itu pun telah dibagikan lebih dari 7 ribu kali, dan mendapatkan lebih dari 2 ribu komentar.

Dalam surat pemberitahuan tersebut, Pundi menyebutkan bahwa keterlambatan pembayaran honor dokter spesialis/dokter gigi karena belum adanya pembayaran klaim dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Tunggakan klaim pembayaran tersebut adalah pelayanan bulan Juni, yang jatuh tempo pada 9 Agustus 2018, dan pelayanan bulan Juli yang jatuh tempo pada 9 September 2018.

Nominal penunggakan yang disebutkan di surat itu sebesar Rp 6.689.829.100.

Dalam surat itu, pihak rumah sakit akan melakukan pembayaran honor dokter spesialis/dokter gigi pada minggu ketiga September 2018, atau setelah BPJS Kesehatan melakukan pembayaran.

Tanggapan Rumah Sakit

Kepala Bagian Humas RS Karya Husada, Endang Gaosulloh membenarkan surat pemberitahuan tersebut dikeluarkan oleh pihak RS Karya Husada.

Ia mengatakan bahwa surat itu telah disampaikan kepada pihak BPJS Kesehatan.

"(Tanggapan BPJS Kesehatan) belum bisa membayarkan karena dananya belum siap," kata Endang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/9/2018).

Baca: Beredar Informasi Para Pekerja Bisa Ambil Uang Rp 21 Juta, BPJS Kesehatan Sebut Hoaks

Tanggapan Pihak BPJS

Dihubungi secara terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, pihaknya telah mengetahui surat tersebut.

"Kami tahu surat dari RS Karya Husada di Karawang," kata Iqbal kepada Kompas.com, Rabu.

Ia mengatakan, BPJS Kesehatan Kantor Cabang Karawang segera berkoordinasi dengan RS Karya Husada.

"Mereka melaporkan sudah ke RS," ucapnya.

Tiga Aturan Baru Dianggap Rugikan Pasien

Tiga aturan baru yang mulai diterapkan BPJS Kesehatan diminta untuk dibatalkan.

Penerapan ketiga aturan baru tersebut tercantum dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018.

Aturan itu berisi pembatasan jaminan pada kasus katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis mengatakan, BPJS Kesehatan seharusnya membatalkan ketiga aturan baru tersebut.

"IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampel Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018, untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan, yang hanya membahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis," kata Marsis, dalam konfrensi pers di Kantor IDI Pusat, di Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Jumpa pers itu digelar untuk menanggapi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018.

Menurut Marsis, satu di antara hal yang terdampak aturan tersebut adalah dokter.

Sejumlah tindakan kedokteran akan dibatasi dengan adanya aturan itu.

Hal tersebut, kata Marsis, berpotensi melanggar sumpah dan kode etik, yaitu melakukan praktik kedokteran tidak sesuai standar profesi.

Penerapan aturan itu juga berpotensi meningkatkan konflik antara dokter dengan pasien, serta dokter dengan fasilitas pelayanan kesehatan.

Alasan lain mengapa aturan itu harusnya dibatalkan karena berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) SJSN Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3.

Dalam melakukan upaya efisiensi, BPJS Kesehatan harusnya tidak mengorbankan mutu pelayanan dan membahayakan keselamatan pasien.

"IDI meminta defisit BPJS tidak bisa dijadikan alasan menurunkan kualitas pelayanan. Dokter harus mengedepankan pelayanan sesuai dengan standar profesi," ujar Marsis.

Mulai 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

BPJS Kesehatan sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak.

Kini, operasi hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus di bawah 6/18.

Jika belum mencapai angka tersebut, pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS Kesehatan.

Sementara pada jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya, berapa kali pun pasien terapi akan dijamin BPJS Kesehatan, ke depan, rehabilitasi medik yang dijamin hanya dua kali dalam seminggu.

Pada kasus bayi baru lahir, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya.

Sedangkan, bayi yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu.

Tiga aturan itu dinilai bisa menghemat anggaran mencapai Rp 360 miliar.

Rugikan Pasien

Ilham Oetama Marsis mengatakan, penerapan tiga aturan baru dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdijampel) Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan, akan mengurangi mutu layanan kesehatan.

Bahkan, hal tersebut akan mengorbankan keselamatan pasien.

Marsis menilai, tiga aturan baru yang berisi pembatasan jaminan pada kasus katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik, yang bertujuan mengurangi defisit pembiayaaan JKN, berpotensi merugikan pasien.

"Sebagai organisasi profesi, kami menyadari adanya defisit pembiayaan JKN. Namun, hendaknya, hal tersebut tidak mengorbankan keselamatan pasien, mutu layanan kesehatan, dan kepentingan masyarakat," ujar Marsis.

Marsis menyampaikan, semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal.

Karena, bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat, bahkan kematian.

Marsis menilai, aturan baru BPJS Kesehatan terkait perawatan bayi bertentangan dengan semangat IDI, untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi.

Terkait kasus katarak, Marsis mengatakan, kebutaan akibat katarak di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

Aturan baru BPJS Kesehatan malah akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat.

Pembatasan pelayanan rehabilitasi medik yang dibatasi maksimal dua kali sepekan juga akan merugikan pasien.

"Hal itu tidak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik. Akibatnya, hasil terapi tidak tercapai secara optimal," ujar Marsis.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral, Surat RS soal Honor Dokter Telat karena BPJS Belum Bayar Klaim".

---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved