Siswa Diborgol di Bandara, KPAI Temukan Sel Tahanan di Sekolah, Kepsek Malah Tuding Provokator
Foto siswa diborgol tersebut diunggah Komisioner KPPAD Kepulauan Riau (Kepri), Erry Syahrial.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BATAM - Foto siswa Sekolah Penerbangan Nasional (SPN) Dirgantara Batam sedang diborgol beredar di Facebook.
Foto siswa diborgol tersebut diunggah Komisioner KPPAD Kepulauan Riau (Kepri), Erry Syahrial.
Melalui akun Facebooknya, Erry menyebut bahwa siswa SPN Dirgantara itu diborgol agar yang bersangkutan tidak kabur.
Baca: Kronologi Temuan Sekolah Dilengkapi Sel Tahanan di Batam, Siswa Tak Disiplin Diborgol dan Dipenjara
Menanggapi foto tersebut, Kapolresta Barelang Komisaris Besar Hengki membantah adanya persekusi, yang dilakukan terhadap seorang siswa SPN DIgantara.
"Kondisi sebenarnya tidak seperti yang diberitakan. Pemborgolan dilakukan karena untuk mengantisipasi anak tersebut tidak kabur kembali," kata Hengki, Minggu (9/9/2018).

Kemudian pada 6 September 2018, siswa tersebut ahkirnya ditemukan, saat mau berangkat ke Surabaya melalui Bandara Hang Nadim Batam.
"Bayangkan enam bulan, anak didik sekolah itu hilang. Pasti menjadi tanggung jawab pihak sekolah kan. Pihak sekolah yang sudah sibuk mencari, ternyata hilangnya anak itu diketahui berada di tempat orangtuanya. Orangtuanya pun bukan melaporkan kepada pihak sekolah kalau anaknya di rumah," ujarnya.
Saat ditanyakan soal pemborgolan kepada anak tersebut, Hengki dengan tegas menyampaikan bahwa pihak sekolah hanya tidak ingin anak itu kabur kembali.
"Setelah didapat keberadaan anak tersebut. Pihak sekolah langsung menghubungi orangtuanya. Biar apa, agar sudah ada bentuk tanggung jawab pihak sekolah untuk menyerahkan kepada orangtua," tegasnya.
Terkait unggahan di media sosial yang heboh, Hengki menyebutkan, pihaknya sudah memanggil Komisioner KPPAD untuk mengklarifikasi.
"Malam tadi sampai jam satu di Polres, kami berikan penjelasan. Dan ahkirnya, sudah diklarifikasi oleh Pak Erry," sebutnya.
Sementara saat menggelar konferensi pers pada Rabu (12/9/2018), Kepala Sekolah Penerbangan Nasional (SPN) Dirgantara Batam, Susila Dewi menuding wartawan sebagai provokator.
Baca: Mendikbud Perintahkan Usut Sekolah Dilengkapi Sel Tahanan di Batam
Bahkan, adu mulut antara pihak sekolah dengan wartawan sempat terjadi.
Adu mulut terkait penerbitan berita seorang siswa SPN Dirgantara Batam yang diborgol dan ditahan.
Wartawan yang hadir dalam konferensi pers itu tidak terima atas pernyataan Susila Dewi, yang menuding media sebagai provokator, dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.
"Maaf sebelumnya, memang bahasa saya agak keras. Sengaja saya undang rekan-rekan wartawan ke sini, agar tidak lagi menjadi provokator antara pihak sekolah dan keluarga RS," sebut Susila Dewi dengan suara tinggi.
"Setop untuk pemberitaan ini. Jangan ditulis lagi," sebutnya.
Selain mengatakan provokator dan mengintimidasi, Susila menuding wartawan membuat berita tanpa ada konfirmasi yang jelas.
Padahal saat kejadian, pihak sekolah enggan untuk diwawancarai.
Bahkan, beberapa siswa yang ada saat itu, sempat melarang wartawan melakukan peliputan.
Mendengar pernyataan tersebut, seorang wartawan MNC Group, Gusti Yennosa langsung melakukan protes.
"Kami diundang ke sini. Datang ke sini untuk meminta penjelasan dari pihak sekolah. Jangan bilang kami ini provokator. Kalau seperti ini, mendingan saya keluar," sebut Gusti.
Setelah itu, wartawan mulai meninggalkan ruangan konferensi pers.
Temuan KPAI
Dalam konferensi pers di Jakarta, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengungkapkan, kronologi kejadian berawal saat korban yang berinisal RS (17), dituduh mencuri uang saat melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

Korban mengatakan tidak melakukan hal tersebut.
Tetapi, ia dipaksa untuk mengakuinya.
Hal itu membuatnya melarikan diri.
Akhirnya, dia kembali ke Kota Batam melalui Bandara Hang Nadim.
Dia dijemput paksa oleh pelaku berinisial ED.
Sang pelaku merupakan anggota kepolisian dan pemilik modal sekolah tersebut.
Saat penjemputan paksa tersebut, RS diborgol sehingga disaksikan publik.
Dia juga dipukul oleh pelaku ketika sudah berada dalam mobil.
Setelah itu, RS dijebloskan ke "penjara" di sekolah, dan kembali menerima tindak kekerasan.
"Pada 8 September 2018 yang lalu, RS mendapatkan hukuman fisik, disuruh berjalan jongkok di perkarangan sekolah yang beraspal dalam kondisi tangan masih diborgol, dan disaksikan teman-temannya yang lain," ujar Retno.
Kejadian tersebut disebarkan oleh oknum pelaku melalui media sosial, dan aplikasi pesan instan kepada sanak keluarga korban.
Perundungan tersebut membuat RS mengalami trauma berat.
Sehingga, ia membutuhkan penanganan medis dan psikis.
Selain itu, KPAI juga menemukan bahwa sekolah menerapkan praktik tindak kekerasan ala militer.
Bahkan, sekolah dilengkapi sel tahanan untuk menghukum para muridnya. (tribunbatam.id/kompas.com)