Sudjiwo Tedjo Ungkap Fakta Baru Soal Kejatuhan Ahok dari Kursi Gubernur: Bukan karena Sentimen Agama

Fakta baru mengenai kejatuhan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari kursi Gubernur DKI Jakarta akhirnya terungkap.

Kolase/Kompas.com/Tribunnews
Sudjiwo Tedjo dan Ahok. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Fakta baru mengenai kejatuhan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari kursi Gubernur DKI Jakarta akhirnya terungkap.

Hal tersebut disampaikan budayawan Sudjiwo Tedjo berdasarkan sebuah penelitian.

Sudjiwo Tedjo menyampaikan hasil sebuah penelitian, yang mengungkap bahwa kejatuhan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bukan karena sentimen agama.

Baca: Tanggapi SBY yang Ungkit Masa Lalu, Sudjiwo Tedjo: Pakai Prinsip Biologi Sederhana Saja

Sudjiwo Tedjo mengatakan hal tersebut pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (18/9/2018) malam.

"Dua minggu yang lalu, saya baca artikelnya Edberd Ghani, direkomendasi sama bekas menteri keuangan Chatib Basri. Itu Ahok jatuh bukan karena sentimen agama, hasil penelitian," ujar Sudjiwo Tedjo, sebagaimana dikutip dari tayangan ulang ILC di YouTube Indonesia Lawyers Club tvOne, Rabu (19/8/2018).

Ia kemudian menjelaskan bahwa penelitian yang ia baca itu, merupakan tulisan di tingkat doktoral, dari penulis yang kuliah ekonomi politik di London.

"Dia meneliti tidak seperti pandangan orang jatuhnya Ahok karena sentimen agama, tapi di beberapa titik, dia mengungkap pada hasil penelitian itu, ada ketidakadilan sosial," ujarnya.

Ia pun menduga, upaya kedua pasangan capres-cawapres untuk menarik ulama bisa saja tidak ada pengaruhnya terhadap suara rakyat.

"Artinya rakyat rasional, dan jangan-jangan ini tidak ada pengaruhnya. Mau Pak Jokowi didukung ulama, mau Pak Prabowo didukung ulama, walaupun saya nggak pernah denger ada yang mendukung, misalnya Pak Jokowi mendukung ulama, Pak Prabowo mendukung ulama, kan lebih enak daripada Pak Prabowo didukung ulama," bebernya.

Ia kemudian kembali menegaskan bahwa hasil penelitian itu ditulis dalam Bahasa Inggris.

"Aku ngerti sedikit-sedikit, bahwa tidak seperti dugaan selama ini, Ahok jatuh bukan karena sentimen agama, atau paling tidak bukan itu satu-satunya," tutupnya.

Takut dengan takbir GNPF saat dukung Prabowo

Budayawan Sudjiwo Tedjo menyindir soal takbir yang sering dikumandangkan beberapa orang jelang Pilpres 2019.

Menurutnya, takbir yang diserukan oleh beberapa orang di antaranya Penasihat GNPF, Haikal Hasan, dan Ketua GNPF Ulama, Yusuf Muhammad Martak itu menakutkan.

Baca: Anthony Ginting Bermain sampai Cedera di Final Bulu Tangkis, Sudjiwo Tedjo: Hebatnya di Mana?

Hal itu secara terang-terangan disampaikan Sudjiwo Tedjo dalam tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC), pada Selasa (18/9/2018).

"Saya jelek-jelek gini kerjaan saya keliling pesantren. Tapi kenapa kalau saya mendengar sampeyan-sampeyan takbir (Haikal Hasan dan Yusuf Muhammad Martak), kok takut saya? Ya, termasuk takbirnya sampeyan (menunjuk Nusron Wahid)," kata Sudjiwo Tedjo, sebagaimana dikutip TribunnewsBogor.com di tayangan YouTube Indonesia Lawyers Club tvOne, Rabu (19/9/2018).

Ia pun tampak bingung dan mempertanyakan apa kira-kira yang jadi alasan, mengapa ia bisa merasa takut mendengar mereka mengucap takbir.

"Mereka kok kalau takbir saya takut gitu, apa karena hidup saya terlalu kotor? Tapi rasanya nggak kotor-kotor banget hidupku," ujarnya.

Kemudian, Karni Ilyas menimpali pertanyaan itu dengan menjawab setengah kotor.

"Iya, setengah kotorlah," ujarnya membenarkan pernyataan Karni Ilyas.

Sebab, menurut dia, ketika seseorang mendengar takbir, bukankah seharusnya hal itu membuat seseorang meneteskan air mata.

"Atau karena takbirnya takbir yang mau gagah-gagahan? Karena menurut saya orang yang denger takbir, mestinya meluluh air matanya," jelasnya.

Ia kemudian mencontohkan dalang yang bagus, yakni Narto Sapto yang melegenda.

"Karena begitu ia mendalang, Nartonya hilang jadi wayangnya yang muncul. Nah maksudku begitu takbir kepada Allah SWT, nggak ada lagi manusia, sudah lebur, hinas di dalam kebesarannya, Saya udah nggak melihat GNPF lagi, udah nggak melihat Kyai Ma'ruf lagi," jelasnya.

Ia pun membandingkan pengalamannya saat mendengar takbir di Butet Pesantren.

Di mana, takbir yang ia dengar di pondok pesatren tersebut terdengar sangat mengharukan.

"Takbir sekarang menakutkan lho, Pak Karni. Itu bisa nggak takbirnya agak diolah sedikit gitu," ujarnya kepada Haikal dan Taufik, sambil mencontohkan dengan nada lembut dan mendayu.

"Mungkin ya seperti itu, saya tidak tahu," ujarnya.

Ia lalu mencontohkan ucapan takbir yang menakutkan baginya saat ini.

"Kita Pilih Prabowo! Allahuakbar!! Takut kita, takut kita, gimana nggak, saya usul seperti itu," ujarnya lagi.

Ia juga mengatakan bahwa ulama yang berpengaruh di Indonesia saat ini, yakni ulama yang menunjukkan jalan menuju Tuhan, ulama para pencari Tuhan.

"Bukan ulama tabligh yang dicium tangannya, sorry, tapi mungkin nggak terlalu berpengaruh," tegasnya.

Ia pun mempertanyakan soal ulama yang ada di kubu Jokowi dan kubu Prabowo.

"Saya disambungkan dengan teori perwayangan yang sudah cukup lama, bahwa goro-goro keos itu terjadi kalau pandito kalau rohaniwan, kalau ulama, sudah bergabung dengan istana, diperjelas boleh bergabung asal istananya yang mencari, bukan ulama yang seperti gayung datang ke kekuasaan," jelasnya.

"Nah, saya nggak tahu ulama yang begitu, apa yang di Pak Jokowi, apa yang di Pak Prabowo," tandasnya lagi.

(tribunnewsbogor.com)

---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video

Sumber: Tribun Bogor
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved