Selain Bupati Bekasi Neneng, Ini Daftar Srikandi yang Pakai Rompi Oranye KPK
Selain Bupati Bekasi Neneng, Ini Daftar Srikandi yang Pakai Rompi Oranye KPK
Selain Bupati Bekasi Neneng, Ini Daftar Srikandi yang Pakai Rompi Oranye KPK
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Bupati Bekasi, Jawa Barat, Neneng Hasanah Yasin, menjadi kepala daerah ke-99 yang terseret kasus korupsi.
Ia pun menjadi srikandi kepala daerah ke-8 yang harus mengenakan rompi oranye Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Penampakan Rumah Mewah Laudya Cintya Bella yang Kabarnya Dibeli Anak Jokowi
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengatakan, sejak tahun kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Neneng, merupakan kasus ke-23 sepanjang tahun 2018.
Selain itu, sudah 25 orang kepala daerah yang terjaring KPK per Oktober tahun ini.
"Yang diproses KPK sejak tahun 2004 ada 99 kepala daerah," kata Laode dalam konferensi pers terkait OTT kasus Neneng yang tersandung dugaan suap perizinan proyek Meikarta, Senin (15/10 malam.
Neneng terseret kasus suap perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Seorang petinggi Lippo Group diduga menjanjikan commitment fee fase pertama Rp 13 miliar yang disinyalir diberikan kepada pejabat Kabupaten Bekasi termasuk Neneng Hasanah.
Baca: Ini Sosok Asli Pramugari Cantik yang Foto-foto Candidnya Viral di Media Sosial
Sebelum Neneng, setidaknya 7 kepala daerah perempuan harus berurusan dengan KPK karena kasus korupsi.
Enam orang diantaranya terjerat kasus saat menjabat kepala daerah.
Sedangkan satu orang lagi, yakni Bupati Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Vonnie Anneke Panambunan terjerat kasus saat menjadi rekanan yang menggarap proyek di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Inilah para srikandi yang tersandung korupsi:
Rita Widyasari
Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka pada awal Januari 2018.
Ia menerima gratifikasi sebesar Rp 110 miliar sebagai balas jasa dengan sejumlah pengusaha.
Rita juga terbukti menerima suap Rp 6 miliar terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit.
Rita divonis 10 tahun penjara.
Baca: Jadwal Pertandingan Timnas U-19 Indonesia di Babak Grup Piala Asia U-19 2018
Hak politik Rita juga dicabut.
Ratu Atut Chosiyah
Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, ditangkap KPK pada 2013 silam.
Ia semula terseret kasus suap sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi, yang ditangani Akil Mochtar.
Belakangan, Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana, dijerat juga kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) sebesar Rp 79,7 miliar di Provinsi Banten.
Siti Masitha
Wali Kota Tegal, Siti Masitha Soeparno, ditangkap KPK pada Agustus 2017.
Ia terjerat kasus suap Rp 7 miliar dalam pengadaan barang dan jasa di Kota Tegal.
Selain itu, tersandung kasus pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Tegal.
Siti divonis 5 tahun penjara.
Atty Suharti
Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Atty Suharti kena OTT pada Desember 2016.
Ia ditangkap bersama suaminya, Itoc Tochija, yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi.
Keduanya tersandung kasus kasus suap Rp 500 juta terkait pembangunan Pasar Atas Cimahi.
Atty divonis 4 tahun penjara.
Sedangkan suaminya dihukum 7 tahun.
Sri Hartini
Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Hartini, terjaring OTT pada Desember 2016.
Sri Hartini tersandung kasus suap yang berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.
Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Sri Hartini dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp 900 juta atau setara 10 bulan penjara.
Imas Aryumningsih
Bupati Subang, Jawa Barat, Imas Aryumningsih, kena OTT saat menjadi peserta Pilkada Kabupaten Bupati Subang 2018 pada Februari lalu.
Ia tersandung kasus suap senilai Rp 410 juta terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang.
Imas divonis 6,5 tahun.
Vonnie Anneke
Bupati Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Vonnie Anneke Panambunan, juga pernah berurusan dengan KPK.
Namun, bukan terkait jabatannya sebagai bupati. Meskipun, saat kasus itu terjadi dia berstatus sebagai bupati periode 2005-2010.
Vonnie terjerat kasus Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais (ayah Rita Widyasari).
Saat itu, ia menjabat sebagai Direktur PT Mahakam Diastar Internasional, perusahaan yang menggarap proyek feasibility studies (FS) pembangunan Bandara Loa Kulu, Kukar pada 2007 silam.
Belakangan proyek itu dinilai merugikan negara. Alhasil, Vonnie pun berurusan dengan KPK.
Vonnie divonis 1,5 tahun penjara dan wajib membayar kerugian negara sebesar Rp 4 miliar.
Usai menjalani masa hukuman pada 2015, Vonnie maju di Pilkada Minahasa Utara, dan kembali menduduki kursi bupati periode 2016-2021.(tribunnetwork)