Wakil Wali Yusuf Kohar Terancam Dimakzulkan, Demokrat Bandar Lampung Lakukan Pembelaan
Wakil Wali Yusuf Kohar Terancam Dimakzulkan, Demokrat Bandar Lampung Lakukan Pembelaan
Wakil Wali Yusuf Kohar Terancam Dimakzulkan, Demokrat Bandar Lampung Lakukan Pembelaan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD menyatakan Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar, terbukti melanggar undang-undang saat melakukan rolling pejabat di lingkungan pemkot.
Para legislator pun sepakat menggunakan Hak Menyatakan Pendapat, yang bisa berujung pemakzulan terhadap Yusuf Kohar.
Dalam sidang Paripurna DPRD, Selasa (16/19), Pansus Hak Angket mengusulkan Hak Menyatakan Pendapat atas dugaan pelanggaran Yusuf Kohar melakukan rolling pejabat kala menjabat Plt Wali Kota Bandar.
Baca: Band Tipe X Akan Hibur Pengunjung Lampung Fair 2018
Hasilnya, tujuh fraksi di DPRD langsung menyetujui usulan tersebut.
Sedangkan Fraksi Demokrat, yang juga parpol tempat bernaungnya Yusuf Kohar, tidak memberikan pandangan tegas setuju atau tak setuju, melainkan ikut mekanisme sesuai aturan.
Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah.
Hak ini bisa berujung sanksi terhadap kepala daerah yang disasar. Sanksinya bisa berupa teguran keras atau pemakzulan.
Yusuf Kohar, saat dikonfirmasi Tribun, enggan berkomentar tentang hasil Pansus Hak Angket yang menyebut kebijakannya terbukti melanggar aturan UU.
Ia pun enggan menanggapi aksi DPRD yang menggunakan Hak Menyatakan Mendapat.
Baca: Sebagian Wilayah Lampung Diprediksi Cerah, 3 Daerah Ini Akan Diguyur Hujan di Malam Hari
"Saya tidak mau berkomentar, saya lagi bekerja. Saya fokus kerja. "Sudahlah ya. Nanti saya hubungi," kata Yusuf Kohar via seluler, Selasa.
Pansus Hak Angket bermula adanya kebijakan Yusuf Kohar saat menjabat Plt Wali Kota Bandar Lampung sekitar Februari lalu.
Ketika itu, Yusuf Kohar melakukan roling sejumlah pejabat eselon.
Sementara itu, dalam rapat paripurna internal DPRD, Juru Bicara Pansus Hak Angket, Nu'man Abdi memaparkan hasil penyelidikan dan penyidikan selama satu bulan.
Nu'man menyatakan Kohar melanggar sejumlah aturan, di antaranya Pasal 66 Ayat (1) huruf a angka 1.
Baca: Ini Sosok Asli Pramugari Cantik yang Foto-foto Candidnya Viral di Media Sosial
Kemudian, Pasal 67 huruf d tentang kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan urusan pemerintahan.
Kohar juga disebut melanggar UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
"Saudara Yusuf Kohar juga terbukti melanggar Pasal 207 ayat 1 yang menyatakan hubungan kerja antara DPRD dan kepala daerah didasarkan atas kemitraan yang sejajar, diwujudkan dalam bentuk rapat konsultasi DPRD dengan kepala daerah. Sedangkan saudara Yusuf Kohar tidak pernah menganggap DPRD sebagai mitranya," jelas Nu'man.
Ia mengungkapkan, keputusan ini merupakan hasil pemeriksaan 15 saksi dan konsultasi kami ke Kemendagri dan Mahkamah Konstitusi.
"Selanjutnya Pansus Hak Angket mengusulkan di paripurna ini untuk menggunakan hak menyatakan pendapat atas dugaaan pelanggaran itu," ucapnya.
Baca: VIDEO CONTENT – Yusuf Kohar: Ya Sudahlah
Usai laporan tersebut, DPRD kembali menggelar rapat paripurna lagi pada sore hari.
Rapat beragenda penggunaan Hak Menyatakan Pendapat ini turut dihadiri Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN.
Dari delapan fraksi di DPRD, tujuh di antaranya terang-terangan mendukung penggunaan Hak Menyatakan Pendapat atas dugaaan pelanggaran yang dilakukan Yusuf Kohar.
Sedangkan juru bicara Fraksi Demorkat, Hendra Mukri, menyebutkan tidak menentang penggunaan hak DPRD tersebut.
"Fraksi Demokrat menyatakan menghormati proses yang terjadi di DPRD, karena dinilai sudah menganut asas transparansi sesuai dalam aturan," ucap Hendra.
Sementara Herman HN menyatakan menghormati hak DPRD.
"Apabila itu telah sesuai peraturan yang berlaku, kami menghargai dan menghormati hak menyatakan pendapat yang disampaikan dewan yang terhormat ini," kata Herman HN, dalam pidatonya.
Kirim ke MA
Nu'man mengatakan, surat keputusan Hak Menyatakan Pendapat nantinya disampaikan ke Mahkamah Agung.
Kemudian MA akan memeriksa, mengadili, dan memutuskan apakah sudah sesuai dengan UU.
"Jadi, kita menunggu apa hasil MA. Jika putusan MA menyatakan pendapat DPRD itu benar, maka sanksinya tergantung dari DPRD. Kita menetapkan sanksi sesuai putusan MA itu. Dan sanksi terberat adalah pemberhentian. Dan, kita merujuk saja kasus (mantan) Bupati Garut, Aceng Fikri, yang diberhentikan karena melanggar UU," ujarnya.
Sanksi berdasarkan putusan MA itu, kemudian diajukan ke Mendagri melalui gubernur Lampung.
"Ini sesuai PP Nomor 12 tahun 2018 tentang kewenangan DPRD dalam mengangkat dan memberhentikan kepala daerah, yang merupakan turunan dari UU 23 tahun 2014 itu," katanya.
Terpisah, Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bandar Lampung, Budiman AS, menyayangkan sikap legislator kepada Yusuf Kohar.
Ia menegaskan, Partai Demokrat menolak hak angket DPRD tersebut.
Menurut dia, ada cara lain yang bisa dipakai DPRD.
"Terlampau jauh yang dilakukan DPRD. Hak angket itu kalau yang terpaksa sekali harus diambil. Ini kan komunikasi saja yang tidak lancar, jangan pakai hak angket itulah," kata Budiman.
Meski demikian, mantan ketua DPRD Kota Bandar Lampung ini berharap semua pihak menahan diri, dan saling menghormati.
Termasuk Yusuf Kohar menghormati sikap DPRD.
"Lembaga dewan harus dihormati. Kalau dipanggil DPRD itu harus datanglah, tetapi jangan pula karena kurang lancar komunikasi melakukan hak angket," ucapnya.
Apakah ada indikasi pemakzulan? Budiman mengamininya.
"Kalau angket itu kan bisa mengarah ke sana, pemakzulan, seperti di Garut, tetapi kesalahannya kan beda. Ini administratif dan plt lain pun melakukan itu. Kalau darurat betul, baru hak angket," kata Budiman.(rri/ben)