Kisah Yusril Ihza Mahendra Jadi Penulis Pidato Soeharto, 'Tentara Ketakutan Sama Saya'
Kisah Yusril Ihza Mahendra Jadi Penulis Pidato Soeharto, 'Tentara Ketakutan Sama Saya'
Kisah Yusril Ihza Mahendra Jadi Penulis Pidato Presiden Soeharto, 'Tentara Ketakutan Sama Saya'
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, bercerita soal pengalamannya ketika masa orde baru.
Hal ini dikatakan Yusil ketika menjadi narasumber di acara Tokoh Kita, Jak TV, Sabtu (10/11/2018).
Mulanya, pembawa acara Adam Lubis bertanya soal pengalam Yusril yang sering mengkritisi pemerintahan era Soeharto, namun malah diajak Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) untuk menulis pidato Soeharto.
"Waktu itu kan posisi Prof sebagai dosen yang cukup kritis mengkritisi bagaimana pemerintah pada era orde baru, faktor-faktor apa sehingga profesor sendiri bisa masuk atau tertarik ya, tanda kutip, untuk menjalin komunikasi yang kritis, ya mungkin berlawanan, faktor apa yang mendorong pada waktu itu?," tambahnya.
Yusril menjawab bahwa sebenarnya pada saat itu ia juga tidak menyangka bisa masuk dalam lingkaran Soeharto yang sering ia kritisi.
Namun, kebebasannya untuk berceramah mengkritisi Soeharto masih tetap ia laksanakan.
Berbekal berada di lingkaran Presiden, Yusril justru mendapatkan manfaat yakni tidak bisa dicekal oleh tentara ketika berceramah.
"Sebenarnya itu terjadi di luar dugaan saya, saya memang aktifis, dosen, dan banyak sekali menulis di beberapa media untuk mengkritisi pemerintah, sampai suatu hari saya dipanggil oleh Pak Moerdiono (mantan Mensesneg) almarhum," kata Yusril.
"Pada waktu itu untuk ditawari masuk sekretariat negara, saya tanya apa tugas-tugas saya di sini? Ya beliau bilang menyiapkan naskah-naskah kepresidenan, terutama menulis pidato presiden. Menyiapkan materi untuk sidang kabinet, surat-surat dan pidato-pidato wakil presiden, termasuk pidato Ibu Tien Soeharto pada waktu itu. Jadi saya bilang saya orang bebas Pak Moer, apa nanti saya kehilangan kebebasan? Oh tidak, di luar tembok istana sudah orang bebas," tambahnya menirukan jawaban Moerdiono waktu itu.
Baca: Deretan Selebritis yang Menghilang dari Dunia Hiburan, Ini Kabar Terbarunya
"Jadi saya menikmati juga, jadi saya speech writter-nya presiden, jadi kalau saya mau ceramah di suatu tempat dilarang oleh Koramil atau Kodim, saya bilang masak Anda mau melarang saya? Saya kerja di Setneg, pidato Pak Harto saya yang bikin, wah tentara ketakutan sama saya, jadi saya menikmati juga saat itu."
"Jadi di masa orde baru saya ceramah keras-keras pun mereka gak bisa nangkep saya juga, saya orang setneg kok, dan Pak Harto percaya sama saya," tambahnya.
Setelah Presiden Soeharto lengser, Yusril kembali di beri kesempatan menulis pidato untuk Presiden RI kedua, Habibie.
"Saya menulis 120-an pidato (untuk Soeharto), sampai pidato terakhir Pak Harto menyatakan berhenti jadi Presiden tahun 1998, waktu Pak Habibie saya menulis juga," tambahnya.
Baca: Kata-kata Ini yang Keluar dari Mulut Jamal Khashoggi Sebelum Tewas Dicekik
Lihat videonya:
Sebelumnya, di acara yang sama, Yusril juga mengungkapkan cita-citanya yang hingga kini belum tercapai yakni menjadi Presiden RI.
Mulanya, Adam Lubis bertanya soal cita-cita Yusril yang belum tercapai hingga kini.
"Kalau kita bicara prof (Yusril) sendiri, tadi Menteri udah, penulis naskah pidato presiden udah, Ketua Umum Partai udah, sebenarnya ada gak sih cita-cita entah 5 tahun, 20 tahun, cita-cita yang belum kesampaian dari seorang profesor Yusril Ihsa Mahendra?," tanya pembawa acara itu.
Yusril mengatakan bahwa ia masih ingin bercita-cita menjadi presiden.
Dikarenakan, Yusril beberapa kali memiliki gagasan-gagasan namun tidak bisa dilakukan karena hanya presiden yang bisa mengubah suatu aturan negara.
Ia juga bercerita pengalamannya ketika menjadi menteri masih belum bisa tersalurkan gagasannya karena harus melalui beberapa tahapan agar tercapai gagasan tersebut.
"Ya, barangkali suatu ketika mungkin saya bisa jadi presiden," ujar Ketua Umum PBB ini.
"Banyak pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang tidak bisa diwujudkan kecuali itu dilakukan oleh seorang presiden."
"Saya mengatakan kalau kita mau melakukan perombakan total pada hukum Indonesia ini, itu hanya ada yang mungkin dilakukan oleh presiden, saya sudah coba ketika saya jadi menteri, tidak selalu draft-draft yang kita ajukan disetujui oleh presiden," ujarnya.
"Saya pernah pada masa Pak SBY itu ada draft, sebenarnya itu datang dari Menteri Agama itu draftnya tentang hukum terapan pengadilan agama, jadi kita tahu pengadilan agama itu ada, tapi pengadilan aga itu masih mengadili berdasarkan kitab-kitab fikih."
"Jadi semestinya ada hukum islam yang berlaku di Indonesia yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, waktu itu sudah di draft tapi presiden tidak setuju untuk diserahkan ke DPR," ujarnya.
Namun, hingga kini gagasan tersebut tidak terlaksana. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)