Tak Terima Pesawatnya Disebut Tak Laik Terbang, Lion Air Bakal Tempuh Jalur Hukum

Tak Terima Pesawatnya Disebut Tak Laik Terbang, Lion Air Bakal Tempuh Jalur Hukum

Emergency Locator Transmitter (ELT) dan roda pesawat Lion Air PK-LQP penerbangan JT 610 di Dermaga JICT 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (5/11/2018).(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D) 

Tak Terima Pesawatnya Disebut Tak Laik Terbang, Lion Air Bakal Tempuh Jalur Hukum

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Pihak Lion Air membantah pernyataan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bahwa Boeing 737 MAX-8 milik Lion Air nomor registrasi PK LQP yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober lalu tidak laik terbang.

Direktur Utama Lion Air Edward Sirait mengaku baru mendengar pernyataan KNKT melalu media massa. Ia meminta KNKT klarifikasi secara tertulis.

Jika tidak, pihak Lion Air bakal mengambil sejumlah langkah, termasuk menempuh jalur hukum.

Korban Lion Air JT-610 Bisa Dapat Ganti Rugi hingga USD 10 Juta, Firma Hukum Tawarkan Bantuan Gratis

"Peryataan ini menurut kami tidak benar. Dan pesawat itu dari Denpasar dirilis dan dinyatakan laik terbang. Sesuai dengan dokumen dan apa yang sudah dilakukan oleh teknisi kami," ujar Edward Sirait di Jakarta, Rabu (28/11/2018) malam.

"Kita akan meminta klarifikasi secara dival besok (Kamis) karena ini tendensius. Ini bisa membuat persepsi dan juga terhadap kejadian yang ada bisa berbeda," sambungnya. 

"Kami akan mengambil langkah-langkah termasuk kemungkinan atas pernyataan ini langkah hukum kalau memang ini statement yang dikeluarkan oleh KNKT," ungkap Edward.

Selain itu, Edward menanggapi dua rekomendasi KNKT terhadap Lion Air.

Pertama, KNKT meminta Lion Air menjamin implementasi Operation Manual part A subchapter 1.4.2 dalam rangka meningkatkan budaya keselamatan dan menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk melanjutkan penerbangan.

Kedua, KNKT meminta Lion Air untuk menjamin semua dokumen operasional diisi dan didokumentasikan secara tepat.

"Apa pun rekomendasi yang diberikan Kemenhub dan KNKT, kami sudah dan akan melakukan tindak lanjut. Mengenai budaya keselamatan, itu sebenarnya sebelum-sebelumnya sudah melakukan terus-menerus di lingkungan Lion Air," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, KNKT menyatakan pesawat Lion Air PK-LQP sudah tidak laik terbang sejak menempuh rute Denpasar-Jakarta pada 28 Oktober 2018.

Hal ini berdasarkan pembacaan black box berisi flight data recorder (FDR).

"Menurut pandangan kami, yang terjadi itu pesawat sudah tidak layak terbang,” kata Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKTNurcahyo Utomo saat merilis pre-eliminary report di Kantor KNKT, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).

Nurcahyo menjelaskan, flight data recorder (FDR) mencatat adanya stick shaker aktif sesaat sebelum penerbangan hingga selama penerbangan.

Pada ketinggian sekitar 400 kaki, pilot menyadari adanya peringatan kecepatan berubah-ubah pada primary flight display (PFD).

Hidung pesawat PK-LQP mengalami penurunan secara otomatis.

"Menurut pendapat kami, seharusnya penerbangan itu tidak dilanjutkan," ujar Nurcahyo.

Menghujam Laut dengan Kecepatan 700 Km/Jam

Laporan awal yang dirilis oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengenai jatuhnya pesawat Lion Air  JT610 menggambarkan peristiwa dramatik di udara.

Dengan mengacu pada data dari kotak hitam flight data recoreder (FDR) yang dianalisis, ditemukan fakta bahwa sebelum pesawat jatuh, hidung pesawat Lion Air JT610 turun secara otomatis hampir 24 kali dalam 11 menit.

Bisa dibayangkan bagaimana kondisi penumpang sesaat sebelum pesawat dengan registrasi PK-LQP itu jatuh di perairan Karawang pada 29 Oktober 2018, dengan kondisi pesawat seperti dikocok-kocok.

 Boeing Digugat Keluarga Korban Lion Air JT 610, Ini Alasan Gugatan Dilayangkan

 Penuhi Wasiat Mendiang Calon Suami yang Jadi Korban Lion Air, Intan Pakai Kebaya Pengantin

Pilot dan kopilot disebutkan berulang kali berupaya untuk membawa pesawat naik kembali sebelum akhirnya kehilangan kontrol.

Pesawat kemudian menukik dengan kecepatan sekitar 700 kilometer per jam sebelum akhirnya menghantam laut.

Data FDR Lion Air JT610 bisa dilihat di foto di bawah ini. Perhatikan grafik biru TRIM MANUAL dan grafik orange TRIM AUTOMATIC.

Data FDR Lion Air JT610. Grafik biru dan orange (dua paling atas) menunjukkan upaya pilot menaikkan hidung pesawat, melawan kendali otomatis yang membawa hidung pesawat turun.
Data FDR Lion Air JT610. Grafik biru dan orange (dua paling atas) menunjukkan upaya pilot menaikkan hidung pesawat, melawan kendali otomatis yang membawa hidung pesawat turun. (KNKT)

Hidung pesawat turun lebih dari 20 kali dalam 11 menit (grafik oranye). Grafik biru menunjukkan upaya pilot membawa hidung pesawat naik kembali.

Laporan awal KNKT dari pembacaan data FDR ini konsisten dengan penyelidikan Boeing soal sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).

MCAS adalah sistem otomatis yang mencegah pesawat stall atau kehilangan daya angkat dengan menurunkan hidung pesawat secara otomatis, meski dalam kondisi terbang manual (Autopilot OFF).

Meski demikian, MCAS bukan satu-satunya faktor penyebab jatuhnya Lion Air JT610. Kepala Subkomite Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo, dalam jumpa pers di kantor Kemenhub, Rabu (28/11/2018), mengatakan, insiden ini merupakan multiple failure.

"Pilot menghadapi berbagai kerusakan dalam waktu yang sama," kata Nurcahyo.

Faktor lain yang masih diselidiki saat ini adalah sensor Angle of Attack (AoA) dalam pesawat. Sensor mirip sirip kecil yang berada di samping hidung pesawat ini mendeteksi sudut angle of attack (kemiringan hidung pesawat) saat terbang.

KNKT juga mengungkap kerusakan yang sama yang dialami oleh PK-LQP dalam penerbangan sehari sebelumnya (28/10/2018), yakni rute Denpasar-Jakarta.

Saat itu, kopilot mengatakan bahwa kendali pesawat terasa berat saat ditarik ke belakang (untuk membawa hidung naik). Pilot kemudian mengubah trim stabilizer ke posisi CUTOUT, untuk mematikan sistem trim otomatis sehingga trim diatur secara manual.

Langkah itu sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Boeing dan Federal Aviation Admisnitration (FAA) setelah kecelakaan JT610 terjadi.

Menurut Nurcahyo, KNKT selanjutnya akan berdiskusi dengan Boeing dan FAA di Amerika Serikat (AS) untuk membahas temuan awal ini.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved