Tribun Bandar Lampung
Dikonfirmasi soal Dugaan Asusila Terhadap Mahasiswi, Dosen UIN Raden Intan Inisial SH "No Comment"
Dosen UIN Raden Intan Lampung yang diduga mencabuli mahasiswi, berhasil ditemui awak Tribun Lampung.
Penulis: Bayu Saputra | Editor: Yoso Muliawan
LAPORAN REPORTER TRIBUN LAMPUNG BAYU SAPUTRA
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Dosen Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung yang diduga mencabuli mahasiswi, berhasil ditemui awak Tribun Lampung, Kamis (10/1/2019). Namun demikian, tidak ada keterangan yang bisa diperoleh dari dosen berinisial SH tersebut.
"Alhamdulillah sehat," kata dosen SH ketika ditanyai kabar oleh awak Tribun Lampung di belakang Gedung A2 Fakultas Ushuluddin UIN Raden Intan, pagi hari.
Di tengah mencuatnya kasus dugaan pencabulan, dosen SH sejauh ini masih beraktivitas di UIN Raden Intan Lampung.
"Belum mau ngajar. Ini lagi rapat mata kuliah," ujar dosen SH terkait aktivitasnya pada hari itu.
Namun, saat awak Tribun Lampung mulai masuk pada pertanyaan terkait kasus, dosen SH tidak berkomentar. Termasuk mengenai panggilan dari pihak kepolisian.
"No comment saya," kata dosen SH seraya meninggalkan awak Tribun Lampung menuju ke dalam gedung.
Upaya menemui dan mewawancarai dosen SH ini sekaligus dalam rangka konfirmasi serta memberi ruang kepada dosen SH untuk berbicara soal kasus yang membelitnya. Sebelumnya, ketika kasus mencuat akibat aksi mahasiswa pada Jumat, 28 Desember 2018, dosen SH yang berhasil ditemui awak media tidak bersedia memberi komentar. Ia tampak buru-buru masuk ke ruangan dekan Fakultas Ushuludin.
Penyelidikan Internal
Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat UIN Raden Intan Lampung Hayatul Islam menjelaskan, rektorat masih melakukan penyelidikan internal dalam kasus ini.
"Belum ada keputusan. Sampai saat ini, masih dilakukan investigasi," kata Hayatul saat ditemui, Kamis (10/1/2019).
Ia mengungkapkan, rektorat telah memanggil korban dan keluarganya pada pekan lalu. Dalam pemanggilan tersebut, papar dia, rektorat meminta keterangan mengenai kronologi peristiwa.
Hayatul menjelaskan, pihak kampus menggunakan asas praduga tak bersalah dalam kasus itu. Setelah korban dan keluarganya, menurut dia, rektorat pun akan meminta keterangan kepada dosen yang bersangkutan.
"Nanti Pak Rektor akan memberi keterangan resmi. Apalagi, kasus ini sudah masuk ranah hukum," ujar Hayatul. "Nanti (keterangan resmi), kombinasi dari hasil investigasi dan keterangan kedua belah pihak serta (perkembangan kasus) di kepolisian," sambungnya seraya menambahkan, akan ada pendampingan hukum dari pihak kampus.
Bergulir Maju
Kasus mahasiswi UIN Raden Intan diduga dicabuli dosen bergulir maju pada pekan ini. Dalam dua hari, Selasa (8/1/2019) dan Rabu (9/1/2019), Subdirektorat IV Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung memeriksa total lima saksi.
Kepala Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Lampung Ajun Komisaris Besar I Ketut Seregi membenarkan adanya pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Dalam pemeriksaan, Selasa, pihaknya meminta keterangan kepada dua saksi. Namun, ia tidak menyebut siapa dua saksi itu.
Selain dua saksi, pihaknya juga telah meminta keterangan kepada pelapor berinisial E pada Selasa.
"Benar. Kemarin (Selasa) ada pemeriksaan (saksi-saksi)," kata Ketut di polda, Rabu. "Pelapor sudah kami mintai keterangan, berikut dua saksi," lanjutnya.
Sementara pada pemeriksaan, Rabu, pihaknya meminta keterangan kepada tiga saksi. Dua orang di antaranya ketua dan sekretaris jurusan tempat terlapor mengajar. Satu orang lainnya, yaitu gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat fakultas di UIN Raden Intan. Permintaan keterangan terhadap gubernur BEM, menurut Ketut, lantaran yang bersangkutan termasuk di antara mahasiswa yang menyuarakan kasus ini.
Meda Damayanti, pengacara pelapor dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar, membenarkan polisi telah meminta keterangan kepada kliennya.
"Kemarin (Selasa) ditanyakan soal kronologi (terjadinya dugaan pencabulan)," ujarnya, Rabu.
Meda juga membenarkan bahwa selain pelapor, polisi meminta keterangan kepada dua saksi pada Selasa.
"Saksi ada dua orang (Selasa)," kata Meda. "Sama, (ditanya) seputar kronologi. (Kedua saksi selaku) yang mendengar cerita," imbuhnya.
Peristiwa dugaan pelecehan seksual diduga terjadi pada Jumat, 21 Desember 2018, sekitar pukul 13.30 WIB. Kejadian berawal saat mahasiswi berinisial E hendak mengumpulkan tugas mata kuliah. Ia mendatangi ruangan dosen berinisial SH.
"Awalnya saya ngumpul tugas ke ruangan, sebagaimana mahasiswa ngumpul tugas," kata E saat diwawancarai awak Tribun Lampung di kantin kampus UIN, Jumat siang, 28 Desember 2018.
Namun, saat mengumpulkan tugas itu, E mengaku mengalami pelecehan seksual. Mulai dari dagunya dipegang, pipinya disentuh, dan lainnya.
E kemudian keluar dari ruangan dosen SH sambil menangis. Ia lalu pergi ditemani rekannya.
E melapor ke Polda Lampung dengan pendampingan Damar pada 28 Desember 2018. Laporannya tertuang dalam surat bernomor LP/B-1973/XII/2018/LPG/SPKT.
Dukungan Mengalir
Dukungan dari sejumlah pihak mengalir terkait kasus ini. Para pihak meminta kasus tersebut diselesaikan secara tuntas.
Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Bandar Lampung berharap ada sanksi tegas terhadap oknum dosen jika secara hukum terbukti melakukan tindak asusila.
"Kami mendukung pihak kepolisian dan rektorat UIN Raden Intan mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan tersebut," kata Kepala Biro Kaderisasi dan Sumber Daya Anggota PC PMII Bandar Lampung Ahmad Distadiy Falamy, Kamis (9/1/2019).
Pihaknya melalui Lembaga Bantuan Hukum PC PMII juga siap mengawal penyelesaian kasus ini sampai tuntas. Apalagi, mahasiswi yang melaporkan kasus tersebut tak lain merupakan kader PMII.
"Kalau benar terjadi, maka nggak boleh dibiarkan. Harus diusut tuntas," ujar Ahmad. "Kalau ada oknum di kampus melakukan tindak asusila, maka harus diberi sanksi tegas," imbuhnya.
Lembaga Perempuan Saburai menyatakan, kasus asusila di lingkungan kampus termasuk potret buram dunia pendidikan. Selama ini, jelas dia, banyak korban tidak berani melapor dengan alasan takut atau malu.
"Semoga dengan banyaknya pihak yang memberi pendampingan, kondisi psikis korban tidak goyang dan tetap bisa menjalani aktivitas secara normal," kata Siti Wurian, aktivis Lembaga Perempuan Saburai.
Sementara Kelompok Studi Kader (Klasika) merasa miris atas mencuatnya kasus dugaan asusila terhadap mahasiswi di UIN Raden Intan. Dalam catatan Klasika, kasus seperti ini merupakan kasus keempat dalam tiga tahun terakhir. Termasuk, kasus serupa di Universitas Lampung pada tahun 2018 lalu.
"Merupakan hal yang luar biasa karena terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Lebih miris lagi, pelakunya diduga oknum pendidik yang seharusnya memberi contoh moral yang baik kepada anak-anak didiknya," ujar Penanggungjawab Program Klasika Een Riansah.