Polisi Akan Periksa 145 Artis dan Model Terlibat Prostitusi Online, Mantan Muncikari Sebut Pramugari
Pihak kepolisian akan memeriksa 145 artis dan model yang diduga terlibat prostitusi online. Mereka terdiri dari 45 artis dan 100 model.
Penulis: Ridwan Hardiansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
Mendengar pernyataan Robby Abbas soal jumlah artis yang terlibat prostitusi, Hotman Paris tampak tercengang dan melontarkan kalimat dengan nada tinggi.
"100 artis sudah kau jual?" tanya Hotman Paris tercengang.
"Model berapa orang? Pramugari berapa orang?" cecar Hotman Paris.
"Di atas 50 orang dan 30 orang pramugari," papar Robby Abbas.
"Belum lagi cewek-cewek biasa," kata Hotman Paris.
"Haduh, begitu banyak cewek cantik Indonesia yang kau perdagangkan," ungkap Hotman Paris setelah mendengar jumlah pihak yang terlibat.
Selain itu, Hotman Paris juga bertanya para 'klien' yang kerap memesan para artis tersebut.
"Sebagian besar pejabat atau kalangan swasta?" tanya Hotman Paris.
Robby Abbas mengaku bahwa 'klien' berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat hingga pegawai swasta.
"Dari berbagai kalangan ada bang," pungkasnya.
"Semua, pejabat ada, swasta ada," tandas Hotman Paris.
"Semua pejabat ada, swasta ada," tandas Hotman Paris.
Menyikapi Kasus Prostitusi
Kasus prostitusi online belakangan marak menjadi pembicaraan, terlebih setelah penggerebekan yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu.
Meski telah dilakukan penangkapan secara langsung, tak bisa dipungkiri bahwa prostitusi tetap ada.
Hal itu tentu menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pihak.
Tak hanya itu, mencari cara yang efektif untuk memberantas prostitusi juga menjadi tugas bersama.
Menurut Reza Indragiri Amriel, psikolog forensik, penegakan hukum seharusnya tidak tanggung-tanggung dalam menyikapi kasus prostitusi.
"Otoritas penegakan hukum boleh jadi berpijak pada Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO)," ungkap Reza kepada Kompas.com, Rabu (09/01/2019).
"Mereka (penegak hukum) perlu bekerja dengan keberpihakan pada korban secara lebih maksimal dengan memproses sesuai ketentuan, agar kepada para pelacur-artis itu diberikan ganti rugi (restitusi) selaku korban perdagangan orang," imbuhnya.
Reza menggarisbawahi, itu andaikan para pelacur-artis itu benar-benar diyakini sebagai korban.
Mendasarkan Tipe Prostitusi
Meski demikian, Reza menuturkan, melihat realitas saat ini, sebagian dari pelacur adalah orang yang memilih berdasarkan perhitungan ekonomi untung rugi.
"Si pelacur berkehendak dan memutuskan sendiri, tanpa dipaksa, menjadi penjaja seks," ujar Reza.
"Variasi pelacuran itulah yang lantas dirumuskan pada The 1995 Platform of Action pada Konferensi Dunia tentang Perempuan di Beijing. Yakni, ada involuntary prostitution (forced prostitution) dan ada voluntary prostitution," sambungnya.
Bagi Reza, pembedaan dua tipe pelacuran itu seharusnya bisa berimplikasi pada mekanisme penanganannya.
Artinya, beda tipe maka beda pula hukum yang digunakan.
"Pelacur yang termasuk dalam tipe voluntary prostitute meruntuhkan dasar berpikir UU TPPO bahwa pelacuran merupakan praktik perdagangan orang. Unsur eksploitasi tidak ada di dalam praktik pelacuran seperti itu," tuturnya.
"Atas dasar itu, ihwal tipe-tipe pelacuran mendesak untuk dimasukkan ke dalam revisi pasal-pasal, utamanya UU TPPO dan UU KUHP. Kriminalisasi terhadap pekerja seks komersial ditegakkan sebagai cara untuk menyumbat peluang dijadikannya pelacuran sebagai bidang profesi," tegas Reza.
Tak hanya pekerja seks, Reza juga menegaskan bahwa muncikari dan tamu juga harus mendapatkan sanksi pidana.
Berbagai Perspektif
Menyoal pemberantasan prostitusi, antropolog gender Irwan Hidayana menyarankan untuk melihat dari berbagai perspektif.
"Kalau kita melihat prostitusi sebagai aktivitas ekonomi, kita akan berbicara tentang supply and demand," kata Irwan melalui sambungan telepon.
"Selama masih ada permintaan, ya pasti akan ada penawaran. Selama masih ada permintaan terhadap prostitusi, ya prostitusi itu akan tetap ada sekalipun itu dilarang, digerebek, atau dirazia," tegasnya.
Namun di sisi lain, Irwan juga menyebut bahwa prostitusi itu di dalam masyarakat berhubungan erat dengan moralitas.
Praktik prostitusi dianggap sebagai perbuatan dosa, maksiat, dan asusila.
"Karena itu, banyak yang menentang. Nah, itu perspektifnya beda lagi," ucap Irwan.
"Kemudian juga kita bisa berbicara prostitusi sebagai eksploitasi terhadap perempuan," tambahnya.
Terkait dengan perspektif tersebut, Irwan secara tegas menyebut prostitusi harus dihentikan dan diberantas.
"Tetapi, caranya mungkin tidak dengan merazia," kata Irwan.
"Karena kita kalau berbicara di Indonesia, hampir selalu perempuan itu yang menjadi korban tapi pengunanya dan muncikari melenggang dengan bebas," imbuhnya.
Padahal jika melihat apa yang dituturkan oleh Reza Indragiri, hukum di Indonesia sebenarnya lebih menyasar germo atau muncikari.
• 7 Kasus Prostitusi Artis yang Terungkap di Surabaya, Bandung, Jakarta, dan Lampung
"Tapi di Indonesia kan apa yang tertulis di hukum dengan praktik di lapangan sering kali berbeda," jelas Irwan.
Padahal mungkin, perempuan pekerja seks sendiri adalah korban dari perdagangan manusia.
"Sudah jadi korban, dalam konteks katakanlah kalimat pemberantasan prostitusi, dia kena juga," Irwan menegaskan.
"Itu yang menurut saya menjadi persoalan, ketidakadilan tersebut. Aparat kepolisian, menurut pandangan saya, selalu mengorbankan si pekerja seks daripada muncikari dan pelanggannya," sambungnya.
Artikel ini dikutip dari kompas.com dengan judul "Bagaimana Sebaiknya Kita Menyikapi Kasus Prostitusi? Ini Kata Ahli", tribunnewsbogor.com dengan judul Mantan Mucikari Robby Abbas Bongkar 100 Artis Terlibat Prostitusi Online, Hotman Paris Kaget: Haduh, dan tribunwow.com dengan judul Sudah Kantongi Data Valid, Polda Jatim akan Panggil 45 Artis dan 100 Model terkait Prostitusi Online