Bandar Lampung Dapat Predikat Kota Terkotor, Herman HN: Yang Menilai Ini Pura-pura, Pakai Uang
Bandar Lampung Dapat Predikat Kota Terkotor, Herman HN: Yang Menilai Ini Pura-pura, Pakai Uang
Penulis: Eka Ahmad Sholichin | Editor: Heribertus Sulis
Bandar Lampung Dapat Predikat Kota Terkotor, Herman HN: Yang Menilai Ini Pura-pura, Pakai Uang
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Wali Kota Bandar Lampung Herman HN buka suara soal predikat kota terkotor nomor tiga di Indonesia yang disandang Kota Tapis Berseri.
Menurut Herman HN, penilaian pemerintah pusat itu sangat subjektif.
Herman sangat kesal dan tidak terima kotanya dinilai terkotor oleh tim KLHK.
• Kota Terkotor, Herman HN Kirim Tim ke Jakarta
Menurut dia, sebelumnya Kota Bandar Lampung sudah pernah mendapat penganugerahan Adipura.
Dia menganggap, penganugerahan Adipura sarat permainan uang dalam penilaiannya.
"Kemarin kita dinilai pusat bahwa kebersihan kita kurang. Disebut nomor tiga terkotor di Indonesia.
Padahal, saya sudah mati-matian membersihkan Kota Bandar Lampung ini," ungkap Herman di sela acara peresmian underpass Unila di pelataran Museum Lampung, Kamis, 17 Januari 2018.
"Makanya sejak tahun 2013 saya minta ke pemerintah pusat tidak usah dinilai Kota Bandar Lampung ini karena tidak objektif," tandasnya.
Herman mencontohkan, saat dirinya belum menjadi wali kota pada tahun 2009, Kota Bandar Lampung mendapatkan Piala Adipura.
Padahal, kata Herman, waktu itu kotornya luar biasa.
"Maka saya bilang yang menilai ini pura-pura, pakai uang. Saya gak mau dinilai. Lebih baik saya kasih uang itu Rp 400 juta-Rp 500 juta kepada masyarakat," paparnya.
Sejak Herman HN menjabat wali kota, sudah dua kali Bandar Lampung mendapat predikat kota terkotor.
Pada periode pertamanya menjabat (2010-2015), Bandar Lampung mendapat predikat terkotor pada 2012.
Bahkan, saat itu Bandar Lampung menempati peringkat kedua.
"Kita demo di kementerian pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Sampai menterinya telepon saya. Maaf, Pak, itu salah menilainya. Maka saya bilang, coba cek dulu di Bandar Lampung," ucap Herman.
Herman mengaku sudah sedemikian rupa membuat Kota Bandar Lampung bersih.
Tetapi, ternyata pada tahun 2018, Bandar Lampung kembali mendapat predikat kota terkotor ketiga di Indonesia.
"Maka saya bilang, sudah gila semua yang nilai ini dan orang yang tidak becus. Untuk hal ini, saya berani bersaing dengan kebersihan daerah atau kota yang dapat Adipura.
Boleh dicek. Kecuali kalau dicek di TPA (tempat pembuangan akhir), memang kotor. Itu wajar," beber Herman.
"Maka saya bilang ke media, rakyat Bandar Lampung marah karena yang menilai orang gi**dan tidak wa***," lanjutnya.
"Saya tidak mau Adipura yang bayar-bayar karena saya ingin rakyat menikmati kebersihan, menikmati keindahan Kota Bandar Lampung," tuturnya.
Herman mengatakan, Pemkot Bandar Lampung selalu fokus pada kebersihan.
Bahkan, Pemkot Bandar Lampung memiliki 90 unit armada kebersihan sejak tahun 2011.
Kemudian pada 2018 lalu ditambah lagi 12 unit.
"Saya ingin berupaya bagaimana rakyat harus sehat semua dan tidak banyak sampah di sana-sini. Namun apa daya, pemerintah pusat berkuasa dan menilai sembarangan," kata Herman.
"Masyarakat diharapkan bersabar dengan hal ini, dan kita doakan yang menilai ini mendapatkan berkah dari Allah SWT menjadi orang waras dan sehat," tandasnya.
• Melalui World Cleanup Day, Adipati Ingin Way Kanan Sabet Adipura
Terkotor Ketiga
Selain penghargaan kota paling bersih pada anugerah Adipura periode 2017-2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mengumumkan kota dengan peringkat paling rendah.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Setjen LHK Djati Wtjaksono Hadi mengatakan, dalam daftar ini, Medan meraih predikat kota dengan penilaian paling rendah dalam Adipura dalam kategori Kota Metropolitan.
Selain Medan, Kota Bandar Lampung dan Manado juga turut mendapat penilaian paling rendah dalam kategori Kota Besar.
Sementara untuk kategori Kota Sedang, Kementerian LHK menempatkan Kota Sorong, Kupang, dan Kota Palu dalam daftarnya.
Adapun Kota Waikabubak, Kota Waysai, Kota Bajawa, Kota Buol, dan Kota Ruteng dalam posisi paling rendah dalam kategori Kota Kecil.
"Bukan terkotor ya, karena ada beberapa parameter: antara lain, fisik, TPA, dan jakstrada pengelolaan sampahnya," ujar Djati menjawab Kompas.com, Senin (14/1/2019).
Senada dengan Djati, Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3 Kementerian LHK Novrizal Tahar mengatakan, dalam penilaian Adipura ada penilaian terhadap nilai fisik kota serta penilaian terhadap TPA.
Novrizal menyebutkan, dari kedua kriteria ini, Kota Medan mendapatkan nilai rendah dibandingkan dengan kota-kota metropolitan lainnya.
"Tahun ini Bapak Wakil Presiden minta diumumkan, tahun lalu juga kondisi Kota Medan tidak jauh lebih baik," ungkap Novrizal.
Menurut Novrizal, nilai TPA dari Kota Medan sangat rendah.
Hal ini menunjukkan kondisi tempat pembuangan tersebut beroperasi secara open dumping.
"Kemudian kondisi fisik kotanya juga begitu. Artinya, pelayanan persampahannya rendah, sehingga banyak sampah yang tidak terkelola," pungkas dia. (*)