2 Anak Jenderal dan 7 Anak Kombes, Total 13 Taruna Akpol Dipecat pada Awal 2019, IPW: Transparan
Dari 13 taruna Akpol dipecat tersebut, terdapat dua anak jenderal, tujuh anak kombes, dan empat anak warga sipil.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Sebanyak 13 taruna Akademi Kepolisian (Akpol) dipecat pada 2019 karena terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan taruna junior meninggal dunia.
Sejumlah taruna tersebut merupakan anak jenderal hingga anak kombes.
Ada pula anak warga sipil.
Kasus penganiayaan hingga menyebabkan 13 taruna Akpol dipecat berawal dari tewasnya seorang taruna Akpol bernama Brigadir Dua Taruna M Adam pada 18 Mei 2017.
Pemecatan 13 taruna Akpol diputuskan lewat Sidang Dewan Akademi, yang dipimpin Gubernur Akpol Inspektur Jenderal Rycko Amelza Dahniel pada Senin, 11 Februari 2019.
Penganiayaan senior taruna Akpol kepada juniornya tersebut melibatkan 14 taruna Akpol dan semuanya dipecat.
• Mabes Polri Perintahkan Kapolres Razia, Cari Sopir Bus yang Putrinya Daftar Akpol
Satu taruna Akpol telah terlebih dahulu dipecat pada Juli 2018.
Sementara, 13 taruna Akpol lainnya baru diputus Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PDTH) alias dipecat pada 11 Februari 2019.
Dari 13 taruna Akpol dipecat tersebut, terdapat dua anak jenderal, tujuh anak kombes, dan empat anak warga sipil.
Hal tersebut disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane.
"Dari ke 13 taruna itu ada dua anak jenderal, tujuh anak kombes, dan empat anak orang biasa. Sebelumnya pengadilan negeri sudah memecat satu taruna yang terlibat, yang notabene dari anak orang biasa," papar Neta.
Neta menilai, keputusan pemecatan terhadap 13 taruna Akpol yang terlibat dalam kasus pembunuhan sesama taruna Akpol adalah langkah yang sangat tepat, tegas, dan terukur.
"IPW memberi apresiasi pada keputusan Polri, Kalemdikpol, dan Gubernur Akpol yang sudah bersikap tegas memecat 13 taruna Akpol tersebut," katanya, Selasa (12/2/2019).
Ajukan Keberatan
Sebelumnya diberitakan, 9 dari 14 terdakwa penganiayaan taruna Akpol mengajukan nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (6/11/2017).
Dalam pledoinya, mereka meminta agar hakim membebaskan dari dakwaan dan tuntutan hukum.
• Sosok Jenderal TNI yang Usul ke Jokowi Karyakan Kolonel TNI di Kementerian
Kuasa hukum terdakwa, Junaedi mengatakan, kliennya tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan pasal 170 ayat 1 KUHP.
Seluruh unsur dalam pasal yang didakwakan jaksa dinilai tidak cukup kuat untuk terjadinya perbuatan pidana.
Menurut dia, para terdakwa diproses di muka hukum atas laporan polisi tertanggal 17 Mei 2017.
Pihak pelapor yaitu pembina taruna.
Ia melaporkan adanya sebuah tindak pidana berupa kekerasan, yang menyebabkan kematian Brigdatar Muhammad Adam, dengan terlapor salah satu taruna tingkat III dalam berkas terpisah.
Namun dalam perkara a quo, korban yang meninggal tidak ada.
"Antara para terdakwa juga tidak ada kerja sama, sehingga tidak ada unsur kekerasan dengan tenaga bersama," ujar Junaedi.
Junaedi membantah unsur kesengajaan dan dengan tenaga bersama dalam pasal tersebut.
Menurut dia, terdakwa tidak melakukan pemukulan secara serentak, dan tidak pula dilakukan secara bersama-sama.
Kegiatan pembinaan dilakukan face to face atau tidak dilakukan dengan tenaga bersama.
• Jenderal Polisi Terkejut Dengar Jawaban Nenek Berusia 100 Tahun yang Sempat Bergeming Saat Dipanggil
Pembinaan yang dilakukan dengan cara terukur dan tidak menyakiti.
"Kalau iya (masuk pidana) itu tindak pidana ringan atau tipiring. Penganiayaan ringan. Tapi berdasar asas ultrapetita, terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas tindak pidana yang tidak dilakukannya," tambahnya.
Selain itu, 21 taruna tingkat II yang diposisikan sebagai korban, juga tidak melaporkan kekerasan ke pihak kepolisian.
Karena itu, penasihat hukum mempertanyakan dasar pengusutan atas kliennya.
"Lalu, atas dasar apa dilaporkan. 21 taruna itu mengaku bukan sebagai korban, tapi kegiatan itu bermanfaat sebagai bekal di kemudian hari menjadi polisi," tambahnya sebagaimana dilansir Kompas.com.
Tim penasihat hukum juga menyebut bahwa kekerasan terhadap Brigdatar Muhammad Adam hingga meninggal dunia, tidak dilakukan oleh kliennya.
"Ibu kandung (Adam) sudah memaafkan perbuatan taruna III dan tidak ingin taruna dihukum, tapi menyerahkannya ke Akpol tergantung dengan tingkat kesalahan," ucapnya.
Sementara, kuasa hukum terdakwa Joshua Evan Dwitya Pabisa, Broto Hastono menambahkan, tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta hukuman 1,5 tahun tidak realistis.
"Tuntutan tinggi dipaksakan bahwa seolah terdakwa itu pelakunya. Apakah mereka lakukan perbuatan sesuai tuntutan atau tidak," ujarnya di depan hakim Casmaya.
Menurut dia, para terdakwa tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan.
Sebab, terdakwa tidak ada niat jahat.
"Terdakwa merupakan siswa terpilih di mana kariernya harus diselamatkan. Pemberitaan yang berkembang tidak benar dan merusak nama baik terdakwa. Menghukum terdakwa berarti memutus pendidikan terdakwa," tuturnya.
"Minta dibebaskan dan dikembalikan lagi harkat dan martabatnya," pintanya lagi.
Sembilan terdakwa yang mengajukan pledoi itu, antara lain Joshua Evan Dwitya Pabisa, Reza Ananta Pribadi, Indra zulkifli Pratama Ruray, Praja Dwi Sutrisno, Aditia Khaimara Urfan, Chikitha Alviano Eka Wardoyo, Rion Kurnianto, Erik Aprilyanto, dan Hery Avianto.
Baru kali ini banyak taruna dipecat
Pemecatan 13 taruna Akpol yang terbukti melakukan penganiayaan merupakan langkah maju.
Selama ini, menurut Neta S Pane, penanganan kasus penganiayaan di Akpol itu sering tertutup.
Penganiayaan yang dilakukan taruna Akpol menyebabkan tewasnya taruna junior di lembaga pendidikan kepolisian tersebut
"Sikap tegas ini sebuah kemajuan. Selama ini penanganan kasus di Akpol cenderung tertutup. Baru kali ini, penanganan kasus di Akpol sangat transparan," tutur Neta S Pane, Selasa (12/2/2019).
Neta menyebut, baru kali ini taruna Akpol sebanyak itu dipecat, akibat melakukan penyiksaan yang menyebabkan kematian.
Meski, kasus tersebut sempat menggantung sejak 2017.
Sementara, pemecatan itu diambil setelah digelar sidang Dewan Akademik (Wanak) Akpol yang dipimpin Gubernur Akpol Irjen Rycko Amelza Dahniel, dan dihadiri Kalemdikpol Arief Sulistyanto.
Neta mengatakan, dari 13 taruna tersebut, terdapat dua anak jenderal, tujuh anak kombes dan empat anak warga sipil.
Sehingga, ia mengapresiasi ketegasan Polri dalam mengambil keputusan itu.
Dari pantauan IPW, kata dia, keputusan pemecatan terhadap 13 Taruna Akpol itu semula berjalan alot.
Sidang Wanak Akpol terpaksa dilakukan selama dua hari.
• Jenderal Polisi Curhat Nasib Guru Ditantang Berkelahi Siswa SMP di Gresik
Meski, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan keputusan tetap terhadap kasus itu.
Neta menyebut, alotnya keputusan itu karena adanya usulan hanya empat taruna yang dipecat sehingga memunculkan polemik.
"Bagaimanapun Akpol adalah lembaga pendidikan dan candradimuka tempat melahirkan kader-kader Polri yang profesional, humanis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM," kata Neta.
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul IPW Sebut dari 13 Taruna Akpol yang Dipecat, Ada 2 Anak Jenderal dan 7 Anak Kombes dan Wartakotalive.com dengan judul 13 Taruna Akpol yang Dipecat, Tujuh Anak Kombes dan Dua Anak Jenderal