Penyesalan Ustadz Abdul Somad, Tidak Lakukan Ini Sebelum Ibunda Meninggal Dunia
Penyesalan Ustadz Abdul Somad, Tidak Lakukan Ini Sebelum Ibunda Meninggal Dunia
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ada satu penyesalan Ustadz Abdul Somad sebelum sang ibunda meninggal dunia.
Ibunda Ustadz Abdul Somad meninggal dunia ketika Ustadz Abdul Somad sedang ceramah di Madura, Jawa Timur.
Biarpun mengetahui ibunda sudah tiada, Ustadz Abdul Somad tetap melanjutkan ceramahnya.
Ustadz Abdul Somad mengisi ceramah acara takziah malam ke 3 kematian Ibunda di kampung halaman Ustadz Abdul Somad di Desa Silau Laut, Silolama, Asahan, Sumatera Utara, 21 Maret 2019.
Pada acara ceramah itu, Ustadz Abdul Somad menangis dan tak mampu melanjutkan ceramahnya karena mengenang ibunda.
Suara Ustadz Abdul Somad bergetar saat bercerita hal yang tak dilakukannya di pertemuan terakhir bersama sang ibunda.
Ustadz Abdul Somad menceritakan, ada 4 hal yang beliau teladani dari sosok ibunda, yaitu: rajin sedekah kepada orang lain, suka bercerita kepada anak, tidak meninggalkan ibadah, dan memperhatikan pendidikan anak.
Mengawali ceramahnya, Ustadz Abdul Somad menyampaikan, dalam hadits Rasullah SAW mengabarkan orang yang sudah meninggal sebut baik-baiknya.
• VIDEO Wajah Sedih Ustadz Abdul Somad Saat Sampaikan Kabar Wafatnya Ibunda ke Jamaah
"Yang tak baiknya, yang pernah menginggung perasaan, menyakiti hati maukah bapak ibu memaafkan silap salah mak saya?," kataUstadz Abdul Somad mengawali ceramahnya, yang diunggah channel Youtube Tafaqquh.
"Dah. Mudah-mudahan diringankan Allah azabnya, dilapangkan Allah kuburnya," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, hal pertama yang sering dilakukan ibunya adalah bersedekah.
Dua kali setahun ibunya datang ke Silau Laut untuk memberikan sedekah.
"Dia kesini setahun dua kali. Hanya untuk kenduri saja. Saya bilang sama dia, Mak aku tak sanggup datang ke Silau, jauh. Naik mobil 12 jam, naik pesawat, barang yang mau dibawa banyak. Penuh mobil," kata UAS.
"Jadi aku hanya sanggup mengantar Emak setahun sekali saja. Seminggu menjelang puasa, yang lain aku tak sanggup. Kata Adik saya begitu juga," lanjut UAS.
Maksud menyampaikan hal itu, kata Ustadz Abdul Somad, agar ibunya kenduri sekali saja.
"Pergi dia ke Pasar, dibelinya baskom kecil dua puluh biji. Dibelinya daging, Dimasaknya rendang sendiri, naik bis Makmur dia ke Kisaran. Sampai ke Kisaran naik becak dia kesini. Lama-lama saya berfikir, kalau kita halang dia pergi sendiri," ungkap UstadzAbdul Somad.
"Kalau kita antar kita tak cukup waktu. Akhirnya win-win solution, bawalah mobil itu mak. Supir kusediakan," lanjut UAS.
Ibunya, Hj Rohana tak ada takut sama bis meski harus bepergian sendiri. Namun rupanya ada satu yang dia takut.
"Aku pergi sendiri biasa. Cuman yang kutakutkan, lewat nanti ujung Bagan Batu, ha itu banyak razia. Asal keluar nanti perbatasan tu ada ajalah salah motor ni nanti," kata Ustadz Abdul Somadmengenang cerita ibundanya.
Mendengar hal itu Ustadz Abdul Somad kemudian bertanya bagaimana ibunya tahu hal itu.
"Aku dah kena selalu rajia katanya. Lama saya berfikir, cammanalah biar supaya mak ini tak ditangkap Polisi. Saya carilah yang saya ada acara, yang ada polisinya saya print. Poto itu saya bingkai. Nanti kalau ada razia tunjukkan gambarnya Mak," kata UAS.
"Terakhir ada poto sama Jenderal Tito Karnavian. Mak saya tak tahu, dia tak bisa bedakan mana jenderal mana kopral. Saya tunjukkan potonya dia tanya, ini siapa? Segala polisi di Indonesia inilah induknya Mak," ujar UAS kepada ibundanya saat itu.
UAS melanjutkan sesudah ibundanya meninggal dunia barulah nampak balasan Allah.
• Meninggal Dunia di Pekanbaru, Ibunda Ustaz Abdul Somad Akan Dimakamkan di Sumatera Utara
"Dikatakan menyesal, saya menyesal. Barulah saya nampak balasan Allah terhadap mangkok yang sederhana 20 biji. 10 kenduri di makan tuan Syekh, 10 di makam atok di belakang. Malam ini dibalas Allah," kata Ustadz Abdul Somadseraya menyampaikan nama para dermawan yang menyumbang selama takziyah meninggalnya ibunda UAS.
Ustadz Abdul Somad juga menyampaikan, gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi juga memberikan sejumlah uang kepada dirinya.
Uang itu, menurut UAS tak akan digunakan untuk pribadi.
Dirinya akan membeli tanah dan membangun rumah tahfidz Quran di tempat ibundanya biasa menggelar kenduri.
"Akan saya buat rumah Tahfid Quran Hajah Rohana. Anak-anak tetap sekolah di An Najah, tapi kalau dia mau menghafal quran di sini. Di atas dibuat kelas, di bawah kosong untuk tempat belajar fardhu kifayah, untuk wirid yasin ibu-ibu, untuk belajar macam-maca. Asal jangan begitar-gitar main gaplek," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, setiap singgah ke rumah ibunya, selalu ada cerita yang disampaikan ibundanya.
"Ada tukang cuci di Panam, tukang cuci itu bejalan kaki ke Sudirman, 15 kilometer. Saya sudah tahu ni, ujung-ujungnya pasti tak sedap," cerita UAS.
UAS melanjutkan ceritanya.
"Mau kubelikan dia sepeda. Baguslah saya bilang. Duit tu kurang katanya. Berapa kurangnya?," kata UAS bercerita.
"Kemarin singgah saya, katanya ada muallaf baru. Muallaf itu kerjanya mengumpulkan kara-kara (barang bekas). Tapi dia mengumpulkan ini bejalan kaki. Kalau pakai motor dia pasti lebih banyak. Dia tetap ngasi dia. Cuman kurangnya itu," kata UAS tersenyum.
UAS juga pernah diminta ibunya untuk membantu janda yang nyaris diusir karena tak mampu membayar kontrakan.
"Itu rumah yang di ujung itu janda. Cucunya lima. Anak kandung dia mengusir tak dikasi makan. Rumah tu ngontrak. Ini akhir bulan dia mau diusir. Aku dah nolong sikit. Kau sikit lagi," lanjut UAS.
"Jadi asal singgah tu ada saja cerita. Jadi seolah-olah malam ini macam nampak dia, habis sudah. Nanti kau singgah ke rumahku cerita itu tak ada lagi. Cerita yang kau risaukan selama ini, aku minta duit untuk belikan sepeda tukang cuci, minta sewa rumah, udah. Kau letih mendengar cerita, habis," kata UAS.
Selain sedekah, Ustadz Abdul Somad mengatakan ibundanya selalu mengajak cerita.
"Kampong ni, kata dia yang membuka atok aku. Dia cerita selalu sombong. Orang semua ni menumpang, katanya.
"Atok aku punya tanah ini. Kok bisa atok emak punya tanah? Atok aku balek dari Makkah, datang Sultan Asahan mengundang dia. Apa kata sultan asahan? Syekh Abdurrahman, tanah mulai dari Serbangan sampai tepi laut ambek untuk kau," cerita UAS.
Jadi kalau ikutlah peraturan itu, andai Syekh Abdurrahman mengurus tanah itu, bayangkan kalau orang Silau ni membayar pajak ke Syekh Abdurrahman.
"Jadi atok umak kayo mak?," kata UAS melanjutkan cerita.
"Kau tengok rumahnya. Sama dengan istana Lima Laraskan? Kami bukan orang susah. Kami orang kaya. Atok aku syekh abdurrahman, tau kau dimana anaknya dia kirim sekolah? Ke Makkah. Itulah dia Syekh Muhammad Ali," lanjut UAS.
Saat itu ibundnaya menunjukkan foto Hajjah Hadiah anak dari Syekh Muhammad Ali.
"Saya tengok gelang kaki Hajjah Hadiah itu, kepala ular naga. Berangkat ke Makkah sebelom akil baligh. Jadi dalam hati saya, kaya rupanya mak ini. Tapi dia bercerita itu ke kami, bukan ke orang. Sombong itu membangkitkan semangat kami supaya jangan kami miskin. Jangan kami susah, jangan berpangku tangan," papar UAS.
Ustadz Abdul Somad juga menyampaikan luar biasanya ibadah sang ibunda.
Menurut UAS, ibunya dari Maghrib ke Isya duduk di sajadah.
"Tak ada tv tak ada hape. Nanti habis isya dia baru makan. Habis itu dia tidur. Lima jam dia tidur, jam 2 dia bangun. Tahajjud, witir. Buku zikirnya tebal. Habis itu baru dia mandi sebelum Subuh," kata UAS.
"Kalau Senin Kamis, dia puasa. Makanya meninggalnya selesai makan sahur. Habis makan sahur sempat dia nengok Youtube ceramah saya. Di depan saya dia tak pernah nengok ceramah saya, rupanya pas saya pergi ditontonnya saya," lanjut UAS.
UAS menceritakan, setelah selesai mandi, ibunya merasa sakit kepala.
"Habis mandi berwudhu mau salat Subuh. Makin sakit. Jatuh dia tak sadarkan diri, dibawa ke rumah sakit. Makin lemah jantungnya, kemudian meninggal," lanjut UAS.
Ustadz Abdul Somad bercerita, suatu waktu ibunya pernah ditanya mengenai doa apa yang dibawa HJ Rohana untuk UAS.
"Apa doamu untuk anakmu? Dulu waktu dia di mesir di maroko 100 kali anakku kubacakan fatihah tiap malam. Sekalipun tak pernah dia cerita ke saya," lanjut UAS.
"Patutlah saya di mesir tak pernah sakit tak pernah demam. Di Maroko sehat. Rupanya doanya ya Allah. Bangga saya dengan Emak saya," paparnya.
Kebanggaan Ustadz Abdul Somad dengan ibundanya ditunjukkan dengan membawa emaknya kemana-mana.
Apa yang menjadi keinginan ibundanya selalu ditunaikan.
"Saya paling benci, paling marah menengok orang ketika emaknya meninggal barulah mencakar dinding. Kalau menengok itu rasa mau saya hantukkan kepalanya. Dulu waktu dia hidup kenapa tak kau kasi? Dah meninggal barulah kau. Waktu idup tu lah kau senangkan dia. Waktu hidup tu supaya kau tak menyesal," kata UAS.
Pada akhir ceramahnya, Ustadz Abdul Somad mengatakan, orangtua seperti Quran buruk.
Dibaca tak terbaca, dibuang berdosa. Jadi biarkan sajalah sampai masanya hilang juga dia.
"Saat dia hilang itulah baru kau berkata andai dia ada. Andai kubiarkan dulu dia merepek, andai kuturut dulu cakapnya. Ada guna menyesal?," kata UAS.
"Ada yang yang Ustadz kesalkan? Nggak. Apa yang dia minta kukasi. Kenapa dikasi? Supaya aku tak menyesal. Tapi namanya manusia tentu. Kalau diurut-urut balik, apalah yang kesal?," kata UAS
"Satu kesal. Sebelum pergi itu tak saya peluk dia. Mustinya dipeluk kuat-kuat. Dicium dia. Makanya kalau masih hidup emak kalian peluk dia. Sebelum pergi itu peluk dia. Cium keningnya. Supaya tak menyesal," kata UAS.
"Tak bisa saya lanjutkan, terima kasih," pungkas UAS.
Simak selengkapnya dalam video berikut:
(Tribun Pontianak)
Artikel ini telah dipublikasikan di Tribun Pontianak dengan judul "Ustadz Abdul Somad Tak Mampu Lanjutkan Ceramah Saat Kenang Ibunya, "Satu Hal yang Bikin Saya Kesal"