Pemilu 2019
Pilpres 2019 Mirip Ketika 2014, Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva Sebut Sulit Buktikan Kecurangan!
Pembuktian dugaan kecurangan pada Pemilihan Presiden 2019 sangat sulit dilakukan. Terlebih, jika selisih perolehan suara di antara dua paslon jauh.
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID – Pembuktian dugaan kecurangan pada Pemilihan Presiden 2019 sangat sulit dilakukan.
Terlebih jika selisih perolehan suara di antara dua pasangan calon terpaut cukup jauh.
Hal tersebut diungkapkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, dalam wawancara dengan Aiman Witjaksono dalam program Aiman yang ditayangkan Kompas TV , Senin 20 Mei 2019.
"Itu sangat sulit sekali, susah, dan tidak gampang," ujar Hamdan.
Hamdan menyebutkan, dalam sistem hukum mengenai pembuktian, siapapun yang mendalilkan ada kecurangan, maka pihak tersebut harus bisa membuktikan kecurangan di hadapan hakim.
Termasuk soal isu kecurangan pada Pilpres 2019, Hamdan memperkirakan selisih suara di antara pasangan calon nomor urut 01 dan 02 terpaut sekitar 10 juta suara.
Jika salah satu paslon menduga ada kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, maka pihak tersebut harus bisa membuktikan di MK.
Namun, menurut Hamdan, beban pembuktian sangat sulit.
• Alasan Berbeda 4 Parpol Pendukung Prabowo-Sandi Tolak Tanda Tangan Berita Acara Hasil Pemilu 2019
Pihak penggugat harus bisa membuktikan kecurangan 10 juta suara di ribuan tempat pemungutan suara (TPS).
Menurut Hamdan, pada 2014, MK menerima gugatan dari salah satu pihak pasangan calon presiden.
Hamdan yang saat itu masih menjabat sebagai hakim MK, mengakui, benar telah terjadi kecurangan di beberapa distrik dan kabupaten di Papua.
Namun, menurut Hamdan, bukti kecurangan itu tak sebanding dengan selisih perolehan suara di antara kedua pasangan calon.
Dengan demikian, kecurangan yang terbukti itu tidak signifikan terhadap perubahan perolehan suara.
"Jadi MK itu berpikir hal-hal yang lebih besar. Kesalahan di satu TPS misalnya. Kalau bedanya 10 juta (selisih suara), ya kan tidak mungkin dibatalkan pemilunya," kata Hamdan.
Selain itu, lanjut Hamdan, perolehan suara pada Pilpres 2019 hampir merata di seluruh Indonesia.
Ketimpangan jumlah perolehan suara hanya terjadi sedikit di beberapa tempat.
• Sebut Hak Rakyat Sedang Diperkosa, Prabowo Subianto Imbau Aksi 22 Mei Dilakukan dengan Damai
Hal itu dinilai semakin menyulitkan pembuktian dugaan kecurangan.
"Jadi sebenarnya plus minus, dari sisi suara ya sama saja," kata Hamdan.
Mirip 2014
Hamdan mengungkapkan, kondisi yang terjadi pada Pemilu 2014 mirip dengan kondisi yang terjadi pada Pemilu 2019 kali ini.
Dalam hal ini, termasuk kandidat calon presiden dan dugaan kecurangan yang dimunculkan.
"Hampir sama, karena pertama pasangan calon hanya dua. Memang terjadi suatu keterbelahan sosial antara pemilih 01 dan pemilih 02," ujar Hamdan.
Menurut Hamdan, dugaan kecurangan dan kasus-kasus yang terjadi dan diungkap oleh salah satu pihak yang terlibat kontestasi juga mirip antara 2014 dan 2019.
Bahkan, menurut Hamdan, dugaan kecurangan itu selalu ada setiap pemilu dan digugat di MK sejak 2004.
Hamdan mengatakan, harus diakui pemilu di Indonesia belum sepenuhnya bersih dari kecurangan.
Akan tetapi, yang harus dilihat, seberapa besar intensitas tuduhan kecurangan itu. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Mantan Ketua MK Sebut Pembuktian Kecurangan Pilpres 2019 Sangat Sulit